Rabbanians | Dulu, ada seorang ulama dan ahli hadits yang bernama Ahmad bin Mahdi bin Rustam. Dia tidak hanya terkenal sebagai perawi hadits yang terpercaya, tetapi juga dikenal karena kekayaannya yang melimpah. Dikisahkan, dia pernah menafkahi para ulama di zamannya dengan jumlah mencapai 300 ribu dirham.
Pada suatu hari, seorang perempuan mendatangi ulama tersebut, dengan keadaan sangat putus asa. Perempuan itu mengaku telah diperkosa dan mengandung sebagai akibatnya. Dalam kebingungannya, ia mengklaim kepada orang-orang bahwa Ahmad bin Mahdi adalah suaminya, memintanya untuk tidak membuka aibnya. Sang ulama, mendengarkan cerita itu, terdiam.
Beberapa hari kemudian, kepala desa dan para tetangga datang untuk mengucapkan selamat atas kehamilan wanita tersebut. Sang ulama menyambut mereka dengan rasa gembira dan mengirimkan dua dinar sebagai nafkah untuk wanita itu setiap bulan. Pemberian ini terus berlanjut hingga anak tersebut berusia dua tahun, namun sayangnya, anak itu meninggal dunia. Saat itu, banyak orang datang memberikan ucapan belasungkawa, dan Ahmad bin Mahdi menunjukkan kesedihan serta kepasrahan kepada Allah.
Beberapa hari setelah kematian anak itu, wanita tersebut kembali datang dengan membawa emas, mengatakan, “Semoga Allah menutupi aib Anda, ambillah emas Anda.” Namun, dengan hati yang lapang, sang ulama berkata kepadanya, “Dinar-dinar ini adalah pemberianku untuk si kecil, dan sekarang engkaulah yang berhak mewarisinya.”
Kisah ini menunjukkan akhlak mulia sang ulama, yang tidak hanya menutupi aib wanita yang telah mencemarkan namanya, tetapi juga mendukungnya melalui masa-masa sulit. Sikap ini membawa pertanyaan besar tentang bagaimana kita seharusnya bersikap terhadap mereka yang sedang menghadapi cobaan, terutama di kalangan yang aktif dalam dakwah dan ilmu, yang sering kali menjadi sasaran penyebaran aib oleh beberapa kalangan.
------
Bagikan Cerita ini & Join grup telegram kami https://t.me/rabbanians
--------
Gambar: tabung waqaf