Ilustrasi gambar: sejarah sumatra |
Sejarah Sumatera - Setelah meraih banyak sukses dalam kampanye militer, maka memasuki tahun 1833 Belanda mendapat perlawanan sengit dari kaum Padri dan sebagian non-Padri. Perlawanan tersebut menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa dipihak Belanda serta menyebabkan semakin jauhnya harapan untuk mendapat keuntungan ekonomis dari perdagangan kopi dan pemungutan pajak di daerah Sumatra Barat. Karena itu pemerintah mengubah siasat perangnya, yakni kembali mengumbar janji kepada kaum Padri khussunya dan Urang Awak pada umumnya. Janji-janji khidmat itu kemudian dikenal orang Minang dengan nama Plakat Panjang.
Plakat Panjang dibuat setelah Komisaris Jendral Hindia Belanda J. van den Bosch berkunjung ke Sumatra Barat serta ditandatangani oleh J.J. van Sevenhoven sebagai Komisaris Pemerintah Hindia Belanda untuk Sumatra Barat dan J.C. Rietz sebagai anggota Dewan Hindia.
Plakat Panjang ini dibuat tiga rangkap: satu rangkap dalam bahasa Belanda, satu rangkap dalam bahasa Melayu huruf Arab Melayu, dan satu rangkap dalam bahasa Melayu huruf Latin.
Rangkap ketiga ini sangat menarik. Bahasanya berbelit-belit, kalimatnya panjang-panjang, nyaris tanpa tanda baca (titik atau koma), dan penulisan nama dan gelar yang lucu.
Walaupun ada beberapa kata yang tidak terbaca, teks ini kiranya bisa menjadi bahan kajian oleh para linguis. Bagaimana menarik atau lucunya bahasa orang Minang tempo dulu itu silahkan baca naskah Plakat Panjang dalam bahasa Minang berikut, naskah yang diambil dari tulisan Ph. S. van Ronkel “De Maleische Tekst der Proclamatie van 1833 tot de Bevoling van Sumatra’s Westkust” dalam Gedenkschrift Uitgegeven ter Gelegenheid van het 75 Jarig Bestaan Koninklijke Instituut voor de Taal-, Land en Volkenkunde van Nederlandsch Indie op 4 Juni 1926 (‘s-Gravenhage: Martinus Nijjhoff, 1926: hal.129-138).
Tulisan dibawah merupakan hasil penyelarasan, untuk melihat tulisan asli, silahkan klik DISINI
SURAT MUSYAWARAH DARI PADA SERTA DENGAN NAMA RAJA
Maka datang dari pada Komisaris kedua yaitu Jan Heisapan seban Hopen pangkat majelis pemerintahan India[1] Nederalandsch serta bahadara [bendahara] dari pada singa Belanda dan Eisiris Jenderal Mayor bahadara [bendahara] pangkat yang ketika dari Orde Hulubalang Willem maka ditaslimkan kepada sekalian mereka itu dari Tanah Pesisir dan Darat serta dipermaklumkan.[2]
Tuan Besar Komisaris Jenderal wakil Maharaja Wolanda[3] yang ditetapkan tahtanya di Tanah Jawa akan memerintah sekalian pulau-pulau di Tanah India.[4] yang telah datang bertamu menghimpunkan dirinya dalam perhimpunan mereka itu yang bersatu dengan pemerintahan di Padang. Yang ia seperti bapak yang menghilangkan sekalian pekerjaan yang membawa kepada perselisihan lagi menetapkan sekalian perintah yang telah membawa pada mufakat dengan adat dan hukum yang terpakai dalam tiap-tiap negeri di sini. Supaya menetapkan kesenangan dan perdamaian serta membawa kepada kesentosaan.
Adapuan perang membawa kepada kebinasaan yang telah sudah terang di saya oleh mereka[5] itu sekalian. Sebab tiap-tiap negeri[6] dan rumah dengan segala harta benda mereka itu telah terbakar dan rusak, serta banyak orang mati dan luka. Dan demikian lagi kami tiada menyukakan yang demikian itu sebab membawa kepada kerugian uang dan manusia, serta membawa kepada dendam kusumat yang menyakiti pada sekalian officier[7] dan segala serdadu, karena kematian sanak saudara dan sahabat-sahabatnya.
Yaitu telah sudah disaya oleh sekalian kami ini maka dari itu sebab hal yang demikian itu sajiginya kedua fihak kita mencari kehidupan dengan perdamaian dan kesenangan. Tuan Besar Komisari Jenderal pun suka memberi kesenangan hidup kepada sekalian mereka itu, karena sudah dua ratus tahun Kompeni Wolanda sudah bersahabat dengan mereka itu mengajarkan jalan perniagaan dalam Tanah Sumatera.[8]
Serta pula sebab orang Islam dengan kami umat Nabi Isa[9] yang sudah berjinak-jinakan tiada harus berseteru seorang dengan lainnya oleh seorang dua orang alam yang telah berpedayakan di atas mereka itu. Karena kami dan mereka itu adalah beriman kepada Allah Ta'ala.[10] Satu saja yang mempunyai pekerjaan tetap sekalian kita ibadah akan Dia dan perintah Allah Ta'ala akan kedua fihak kita patut cinta kasih kepada sekalian manusia itu. Serta jangan membawa kebinasaan seorang diatas lainnya.
Barang siapa oarang dalam kedua fihak kita yang melalui (melanggar) perintah ini itulah orang yang kena murka dari pada Allah. Dan barang siapa yang menurut perintah ini itulah orang yang memperoleh pujian dari pada Allah Ta'ala. Karena itulah kita orang bersaudara bukannya kita seteru, oleh sebab itulah Tuan Besar Komisaris Jenderal hendak mehirit [membawa] sekalian manusia itu akan boleh membawa berbuat pekerjaan yang akan menyentosakan mereka itu.
Adapun Kompeni telah banyak rugi harta serta kematian manusia oleh menolong mereka itu manjihakan (mungkin; menjinakkan) sekalian orang yang menghilangkan hukum dan adat orang tua-tua dahulu-dahulu itu.[11] Dan lagi sekalian parsaan kompeni dari pasar disini dan pajak-pajak telah dihentikan[12] kepada mereka itu. Sebab yang demikian rasanya membawa-bawa kepada keberatan mereka itu.
Dan upah-upah kopi itupun telah dibesarkan dari pada dahulunya, tambah pula perintah Tuan Besar kepada kami mencari orang-orang pada lain tempat atau disini yang akan menjadi kuli yang tetap. Serta pula menanti pedati-pedati dari Betawi dan keduanyapun sudah ada disini akan mengangkat barang-barang itu.[13]
Itulah akan membuat kesenangan mereka itu dari pada pekerjaan kuli-kuli hari itu. Inilah akan membuangkan kesusahan ini. Dan kesusahan yang lagi tinggal itupun sudah dihilangkan juga.[14] Dan lagi pula Tuan Besar Komisaris Jenderal wakil Maharaja Wolanda hendak menyampaikan maksudnya tidak lain dari pada fikir yang bawa kebajikan di atas kedua pihak kita yaitu:
Perkara yang pertama tiada boleh mereka itu berperang-perang seorang akan lainnya seperti yang telah sudah itu. saraa ada perang batu atau dengan senjata atau lain-lain rupa peperangan atau dengan senjata atau lain-lain rupa. Peperangan atau menyimpan dendam dan kesumat dan jika ada barang apa perselisihan mereka itu dalam tiap-tiap luhak dan nagari atau kampung, dalam sekalian kepala-kepala[15] itu dengan kebajikan seperti bagaimana adat perhukuman dalam nagari.
Dan apabila mereka itu, kepala-kepala mereka itu, juga barang siapa mereka itu, yang tiada menurut keputusan itu atau menyerang dengan kuasanya akan sekalian luhak-luhak atau nagari atau kampung-kampung. Nanti kompeni akan menolong orang yang kena perang itu, kompeni tercampur dalam perkara ini sebab menjagahi perselisihan mereka itu sendiri. Supaya tiap-tiap nagari itu tinggal dengan kesenangan dalam perdamaian akan membawa kepada kebajikan mereka itu.
Oleh sebab itu, patut pula mereka itu merebahkan (menghancurkan) benteng-benteng dan parit-parit tiap-tiap luhak dan tiap-tiap nagari supaya melengangkan (melegakan) dalam hati mereka itu. Membuat perang-perang seperti yang telah sudah itu. Dan kompeni nanti boleh membuat kota atau benteng pada tiap-tiap batas yang patut, atau dimana tempat yang patut supaya jangan orang bangsa lain datang menyerang tiap luhak atau nagari-nagari mereka itu.
Kedua perkara Tuan Residen atau tuan-tuan lain yang telah memegang perintah dari kompeni tidak boleh sekali-sekali boleh campur dalam adat dan perhukuman perselisihan mereka itu. Serta barang apa kekuasaannya Raja-Raja dan Penghulu dalam adat mereka itu lagi, kalau mereka itu hendak mengangkat Rajanya. Ialah dengan kesukaan pemilihan oleh kerapatan mereka dengan adat yang telah dibiasakan dahulu-dahulu juga.
Serta segala perkara utang piutang atau apa-apa silang selisih-selisih yang lain-lain dari pada itu, atau kawin atau talak atau mati, kepala-kepala itu menghabiskan (melaksanakan) sendiri dengan adat-adat negerinya. Serta tiada pula kompeni campur dalam perkara bunuh-membunuh atau maling-curi biar semuanya itu mereka itu, kepala-kepala menghabiskan sendiri.
Melainkan kompeni campur apabila ada orang mengangkat peperangan menolakkan perintah kompeni atau membunuh, dan merusakkan orang kompeni dan mencuri atau menghilangkan barang-barang kompeni. Barang siapa mendapat salah dalam perkara itu, di hukum dalam majelis kepala-kepala bicara di Padang.
Ketiga perkara nanti kompeni akan memberi gaji barang siapa-siapa kepala-kepala Orang Melayu[16] yang dikuasainya akan menjadi wakil kompeni. Membawa bicara pada sekalian mereka itu dan akan memberi cerita kepada kompeni baik dan jahat. Tetapi tiada boleh lebih kuasanya dari pada adat-adat kepala-kepala yang lain itu.
Keempat perkara Tuan Besar Komisaris Jenderal menghendaki seperti tolongnya di atas mereka itu, yang sehingga ini, ke atas apabila ada musuh kompeni hendaklah mereka itu menolong dengan orangnya serta dengan alat senjatanya. Sebab ada yang demikian itu, tiada berguna kompeni meletakkan serdadu banyak disini yang akan membesarkan (memberatkan) belanja kompeni.
Sebab itu nanti apabila datang perang, kompeni minta orang itu pada tiap-tiap nagari berapa patutnya dan lagi hendaklah segala jalan-jalan dan jembatan-jembatan peliharakan seperti patut. Dan kompeni pun menolong pula membuati itu dengan perkakas-perkakas serta orangnya sekali.
Kelima, perkara kompeni tidak meminta akan mereka itu barang apa-apa cukai uang, melainkan kompeni hendak menyuruh mereka itu bertanam kopi banyak atau lada hitam akan kebajikan kepada mereka itu.[17] sebab itu kompeni boleh [peroleh] perlabaan pula dan paker menyuruh menjaga-menjaga dengan orangnya sendiri. Supaya menjadi perbuatan itu menjualkan barang mereka itu, kompeni buatkan gudang menjual garam dan lain-lain perniagaan. Dan lagi sekarang ini supaya jangan susah mereka itu.
Dan dengar oleh mu hai sekalian manusia yang dalam pesisir atau yang di darat akan perjanjian yang pandak ini. Inilah perjanjian yang membawa hidup mereka itu dengan kesenangan sama-sama duduk dengan kompeni. Serta pula boleh mamalikarakan [memeliharakan] nagari dan rumah tangganya dari pada kecelakaan perang-perang, serta akan membawa kesentosaan.
Adapun dahulu telah di minta perang akan mereka itu lebih dahulu dari pada perjanjian yang tersebut itu. Sebab kepala orang kompeni yang memegang perintah salah mengartikannya. Akan memikirkan jalan yang patut tempat mendapat perlabaan kompeni dengan kesenangan kedua fihak ini.
Karena itulah sekarang kami terangkan akan mereka itu, sekalian perjanjian yang tersebut ini cukuplah menyampaikan kehendak kompeni. Sebab perjanjian itu lebih banyak timbul keuntungan kompeni dari pada cukai yang di atas perniagaan, yang keluar masuk ke laut, serta dari jual beli kopi dengan garam.
Tambahan pula perlabaan besar oleh kompeni dengan peruntungan ini, akan membawa ramai perniagaan dan membanyakkan kedatangan kapal. Yang menambahi rezki di atas beribu-ribu manusia dalam negeri Wolanda.
Dengan aturan ini, menjadikan sentausa dalam negeri ini, sebab itulah perintah dan maksud dari Daulat Maharaja Wolanda yang mengasihi kesenangan. Serta hendaklah sekalian mereka itu yang dalam perintah akan bahagia dengan rata dalam sekalian keuntungan perlabaan yang datang daripada. Seperti pemerintahan bapak di atas anaknya, serta hendak meramaikan perniagaan supaya akan bertambah-tambah kebajikan Negeri Wolanda dan negeri ini.
Hei sekalian manusia dalam pesisir dan di darat, kami menyatakan sekalian perkataan ini dengan terang dan ikhlas hati kami. Sebab itulah titah yang diberikan kepada kami, selama-lamanya tiada akan boleh perjanjian yang lebih baik dari pada ini. Dan lagi perjanjian kesentausaan ini terbit dari pada kedatangan Tuan Besar Komisari Jenderal sendiri kemari. Sebab perlihatannya sendiri barang apa-apa yang akan menjadi kebaikan kepada mereka itu dengan kepada kompeni.
Karena itulah kami ingatkan akan mereka itu, terimalah perjanjian ini dengan syukur menurut yang tersebut itu dengan ikhlas hati. Serta kami janjikan dengan mereka itu dengan nama Tuan Besar Komisari Jenderal wakil daulat Maharaja Wolanda, yang tiada sekali boleh di ubahi selamanya. Mereka itu tiada boleh akan membuat barang pekerjaan yang meubahkan perjanjian ini adanya.[18]
Tertulis di Padang 25 Oktober 1833
====================
Teks asli menggunakan Bahasa Melayu, ejaan menggunakan ejaan lama Belanda, serta tidak memakai tanda baca dan paragraf, hal tersebut ditambahkan kemudian oleh Admin. Kata dalam tanda [] dan () ditambahkan Admin.
====================
Catatan Kaki oleh Admin:
[1] India Nederalandsch yang dimasa kemudian berubah menjadi Nedherland Indie dan diterjemahkan ke bahasa Melayu menjadi Hindia Belanda. Tidak didapat dasar yang jelas kenapa India diterjemahkan sebagai Hindia pada bahasa Melayu. Namun Bangsa Barat semenjak sebelum kedatangan mereka ke Alam Melayu berpendapat bahwa seluruh wilayah di Jazirah Melayu mereka kenali sebagai India atau India Belakang. Hal ini pulalah kiranya yang mendasari Sir James Richarson Logan memberikan opsi nama Hindunesia yang kemudian oleh orang Hindia dan terutama para mahasiswa di Belanda dirubah menjadi Indonesia.
[2] Darat maksudnya Darek atau Pedalaman Minangkabau. Wilayah Minangkabau sendiri terbagi atas wilayah Darek dan Rantau, dan Pesisir disini mengacu kepada daerah rantau yang berada di pesisir barat pantai Sumatera.
[3] Wolanda merupakan pelafadzan orang dahulu, sekarang menjadi Belanda
[4] Baca catatan kaki No.1
[5] Mereka itu, mengacu kepada penduduk Melayu di Minangkabau
[6] Nagari di Minangkabau tatkala dimelayukan maka akan menjadi 'negeri'. Nagari sendiri merupakan unit pemerintahan terendah dalam sistem ketatanegaraan Minangkabau. Masing-masing nagari merupakan 'republik' otonom yang memiliki wewenang menyelenggarakan pemerintahan sendiri, seperti membuat undang-undang, menetapkan berbagai aturan hukum, melakukan penindakan terhadap pelanggaran, atau singkat kata memiliki kewenangan seperti yang dimiliki oleh negara moderen saat ini.
[7] Petugas atau pegawai kompeni
[8] Dua ratus tahun mengacu ke Pemerintahan VOC di pesisir barat pulau Sumatera, tanah Jawa, dan wilayah lainnya di Indonesia ketika itu.
[9] Menarik melihat Kompeni Belanda yang Kristen mendefenisikan diri mereka sebagai Umat Nabi Isa di hadapan orang Minangkabau yang Muslim.
[10] Baca Catatan No.9. Menarik membaca pengakuan dari Belanda kalau mereka juga beriman kepada Allah Ta'ala. Apakah ini sekedar taktik untuk mencapai apa yang mereka inginkan? Namun terdapat suatu keunikan orang Kristen di Indonesia dimana mereka juga menggunakan kata Allah untuk memanggil tuhan mereka. Dalam bahasa Arab, Allah atau kata asalnya 'Illah' berarti Tuhan.
[11] Adat telah digunakan semenjak lama sebagai alat untuk menentang dan melawan Islam. Pola yang sama dipakai pada masa-masa setelahnya. Sebut sahaja ketika Pasar Malam 1908 di Bukit Tinggi, dengan dalih "Mengangkat Adat Anak Negeri" Kompeni di Agam Tua yang dipimpin oleh Westenenck menyelenggarakan judi dan mengizinkan penjualan tuak. Ketika diprotes oleh orang Melayu ia berdalih "Kami hanya mengangkat kepandaian dan adat anak negeri.." Hampir seratus tahun kemudian, orang-orang yang mengendalikan pemerintahan di kepulauan Hindia ini menggunakan strategi yang sama dengan yang digunakan pendahulu mereka.
[12] Pada poin dibagian bawah perjanjian ini akan disebutkan soal penghentian penarikan pajak oleh kompeni. Yang mana hal inilah yang memicu pecahnya Perang Belasting di Kamang dan Manggopoh pada tahun 1908.
[13] Kuli atau sekarang buruh, telah semenjak lama nenek moyang orang Melayu di Minangkabau dibodoh-bodohi dengan pemberian lapangan pekerjaan apabila kekuasaan dan investasi para Penjajah/ Kapitalis masuk ke negeri ini. Jabatan rendahan tersebut diobral kepada penduduk pribumi sedangkan jabatan puncak tetap dipegang oleh orang-orang mereka sahaja. Dapat kita lihat pada perkembangan selanjutnya dimana birokrasi di Hindia Belanda, dimana dibedakan atas Birokrasi Kolonial dan Birokrasi Pribumi. Jabatan terendah di Birokrasi Kolonial membawahi jabatan tertinggi di Birokrasi Pribumi. Hal sama juga berlaku berpuluh tahun kemudian, para petinggi lembaga pusat di daerah ditunjuk langsung dan kebanyakan bukan berasal dari penduduk pribumi.
[14] Dengan diberi pekerjaan sebagai kuli, maka sangka kompeni orang Melayu itu akan senang. Baca lagi catatan kaki No.13
[15] Maksudnya para Penghulu dalam nagari
[16] Pada masa-masa awal, Belanda menggunakan kata 'Melayu' (Malaische) dalam menyebut orang Minangkabau. Namun kemudiannya berubah menjadi Minangkabau. Belum didapat asal muasal perubahan ini. Namun salah satu sumber menyebutkan bahwa sarjana-sarjana Belanda menggunakan kata Minangkabau untuk mengidentifikasi orang Melayu yang menganut Matrilineal.
[17] Item inilah yang dilanggar Belanda ketika menetapkan kebijakan belasting (pajak) pada tahun 1908.
[18] Belanda mengatakan kalau perjanjian ini tidak boleh diubah untuk selamanya, dan mereka melanggar, mengangkangi, dan bahkan mengencingi perjanjian yang tertulis nama tuhan dan nama raja mereka di dalamnya. Dan hingga kini orang Melayu di negeri ini masih percaya dengan ucapan para kapitalis yang acap menggunakan agama dan tuhan dalam usaha mencapai dan mendapatkan kekuasaan di negeri ini.