Tampilkan postingan dengan label muda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label muda. Tampilkan semua postingan

Mentalitas Babu; Mengekor Pusat

Ilustrasi gambar: nasihat sahabat
Telah lama orang-orang di Sumbar terutama generasi muda, sosialita, serta penganut budaya Hedonis menjadikan Jakarta sebagai kiblat terutama dari segi gaya hidup dan budaya populer. Salah satu produk Hancur dari Budaya Populer mereka (di Sumbar) ialah Bahasa Indomie yang merusak tatanan berbahasa orang Minangkabau, baik itu Bahasa Minang maupun Bahasa Indonesia.

Sebelumnya di beberapa kota, Budaya Latah Mengekor Pusat (Jakarta) telah muncul sebagai akibat dari pemberitaan viral tentang Citayam Fashion Week. Kedua daerah yang telah latah lebih dahulu kebetulan berada di Darek,[1] daerah asal orang Minangkabau. Kini wilayah pesisir yang kebetulan juga menjadi ibu kota provinsi hendak menyusul. Di salah bandar (kota) yang meniru-niru Jakarta ini, dengan bangga dan tanpa rasa malu lelaki dan perempuan Minangkabau melenggak-lenggok macam orang gila di tengah labuh (jalan) besar di pusat kota mereka. Menjadi pemberitaan viral, dan tak kurang terbesit rasa bangga pula pada mereka yang membagikan (memviralkan) beritanya.

Terkenang pada masa Kongres Muhammadiyah pada 1930, sebuah kongres yang banyak dihadiri oleh orang Minangkabau di kampung maupun di rantau. Kongres tersebut diselenggarakan di Bukit Tinggi, salah satu kota pada masa ini yang muda-mudinya latah dengan Citayam. Pada salah satu sesi, dijadwalkan salah seorang perempuan tokoh Aisyiyah, yang merupakan organisasi perempuan Muhammadiyah, akan berpidato di hadapan para peserta kongres. Namun penampilan perempuan muda yang konon kabarnya jelita itu ditolak dan dilarang oleh Haji Rasul, ayahan Buya Hamka.

Kelalaian Muda-mudi

[caption id="" align="aligncenter" width="700"] Gambar: http://4.bp.blogspot.com/[/caption]

Pada suasana hari raya ini kami hendak membawa tuan dan puan ke masa silam, menyilau masa dahulu dan membandingkannya dengan masa sekarang guna diambil hikmah pelajaran kepada kita semua yang masih mencintai Alam Minangkabau ini. Adalah seorang murid perempuan pada suatu sekolah di Padang yang bernama A. Wahab pulang untuk cuti hari raya pada tahun 1919. Dia tinggal di Padang Panjang namun menyempatkan diri berpesiar ke Buki Tinggi yang terkenal sebagai jantung dari Bovenlanden (Darek).


Ketika berpesiar di Padang Panjang dan Bukit Tinggi dia mendapati suatu keadaan nan mengganggu jiwa keminangkabauannya. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis sebuah karangan pada surat kabar Perempuan Bergerak yang terbit pada tanggal 12 Juli 1919, beginilah petikan tulisannya: