Tampilkan postingan dengan label asahan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label asahan. Tampilkan semua postingan

Sejarah Kesultanan Asahan

Ilusrtasi Gambar: kumparan

KESULTANAN ASAHAN
FB A'Al - Sekitar awal tahun 1500, Raja Pagaruyung, Minangkabau, yang bernama Raja Alamsyah Syaifuddin memiliki tiga orang anak (dua putra dan satu putri), yang sulung bernama Batara Guru Gorga Pinayungan (Batara Sinomba), yang tengah bernama Batara Guru Payung, dan yang bungsu bernama Putri Logageni.
Pada suatu ketika terjadi hal yang cukup mengejutkan. Raja Pagaruyung mengusir Batara Sinomba dengan adik tirinya, Putri Logageni, karena terlibat asmara terlarang. Namun sang adik, Batara Gorga Payung, ikut serta bersama saudara.
Ketiganya berkelana ke arah barat hingga akhirnya tiba di Negeri Mandailing. Saat berada di negeri itu, Batara Pinayungan menikah dengan putri asal Mandailing dan menetap di daerah tersebut (dari sinilah awal dari keturunan raja-raja Mandailing Nasution).
Selanjutnya, Batara Sinomba dan Putri Logageni melanjutkan perjalanan hingga akhirnya tiba di suatu kawasan dengan pemandangan yang cukup indah. Mereka beristirahat di bawah pohon pinang yang cukup besar (daerah ini selanjutnya dikenal dengan nama "Pinang Awan"). Di daerah tersebut, hanya ada segolongan penduduk yang terdiri dari dua marga, yakni Daposang dan Tambak. Kedua marga itu dikepalai oleh Patoean Hadjoran.

SEJARAH SINGKAT KESULTANAN KUALUH - LEIDONG

 

Gambar: viamichilin

SEJARAH SINGKAT KESULTANAN KUALUH - LEIDONG
Raja-raja Asahan, Bilah, Kota Pinang, Kualuh dan Panai mempunyai hubungan keluarga. Menurut cerita, Batara Sinomba dari Minangkabau menikah dengan adiknya sendiri (mungkin maksudnya satu marga, yaitu Nasution).[1] Batara Sinomba dan istrinya diusir dan sampai di Tapanuli Selatan. Suami istri tersebut menetap di Pinang Awan, dekat Sungai Barumun. Batara Sinomba dirajakan di Air Merah. Mereka kemudian mempunyai dua putra dan seorang putri yang bernama Siti Onggu.
Batara Sinomba menikah lagi dan istri mudanya berkeinginan agar putranya ditunjuk sebagai pengganti ayahnya. Oleh karena itu, istri kedua berusaha mengusir putra Batara Sinomba dari istri pertama. Usahanya berhasil. Dua putra Batara Sinomba dari istri pertama dendam dan menemui rombongan Sultan Aceh yang kebetulan lewat di situ.

Kesultanan Asahan


Kesultanan Asahan adalah sebuah kesultanan yang berdiri pada tahun 1630 di wilayah yang sekarang menjadi Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu, dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kesultanan ini ditundukkan Belanda pada tahun 1865. Kesultanan Asahan melebur ke dalam negara Republik Indonesia pada tahun 1946.

Raja Abdul Jalil, Sultan pertama Asahan merupakan putra Sultan Iskandar Muda. Asahan menjadi bawahan Kesultanan Aceh sampai awal abad ke-19.


SEJARAH

Awal Mula

Perjalanan Sultan AcehSultan Iskandar Muda, ke Johor dan Malaka tahun 1612 dapat dikatakan sebagai awal dari sejarah Asahan. Dalam perjalanan tersebut, rombongan Sultan Iskandar Muda beristirahat di kawasan sebuah hulu sungai yang kemudian dinamakan Asahan. Perjalanan dilanjutkan ke sebuah "Tanjung" yang merupakan pertemuan antara Sungai Asahan dengan Sungai Silau, kemudian bertemu dengan Raja Simargolang. Di tempat itu juga Sultan Iskandar Muda mendirikan sebuah pelataran sebagai "Balai" untuk tempat menghadap, yang kemudian berkembang menjadi perkampungan. Perkembangan daerah ini cukup pesat sebagai pusat pertemuan perdagangan dari Aceh dan Malaka, sekarang ini dikenal dengan "Tanjung Balai".[1]