Kesultanan Pinang Awan


Kesultanan Kota Pinang berdiri pada tahun 1630 di wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten Labuhanbatu SelatanSumatera Utara. Kesultanan ini dikuasai oleh Hindia Belanda pada tahun 1837, sebelum akhirnya melebur ke dalam negara Indonesia pada tahun 1946.

Kesultanan Kota Pinang pada mulanya bernama Kesultanan Pinang Awan. Kesultanan ini didirikan oleh Batara Sinomba atau Batara Gurga Pinayungan Tuanku Raja Nan Sakti, putra Sultan Alamsyah Syaifuddin yang berasal dari Kerajaan Pagaruyung.[1]

Sultan Batara Sinomba kemudian menikah dengan seorang puteri setempat. Ia memperoleh dua orang putra dan seorang putri yang bernama Siti Ungu Selendang Bulan. Kemudian ia menikah lagi dengan seorang putri setempat lainnya dan memperoleh seorang putra. Istrinya yang kedua berusaha mempengaruhi Batara Sinomba agar putranyalah yang kelak menggantikannya sebagai raja, sehingga kedua orang putra raja dari istri yang pertama itu diusir. Setelah membunuh Batara Sinomba berkat bantuan tentara Kerajaan Aceh, maka Sultan Mangkuto Alam putra dari istri yang pertama, naik tahta menjadi sultan Kota Pinang. Sebagai balas jasa, Siti Ungu dinikahkan kepada raja Aceh, Sultan Iskandar Muda. Kelak keturunan Mangkuto Alam dan Siti Ungu inilah kemudian yang menjadi raja-raja di Kesultanan AsahanPannai, dan Bilah.

Setelah Jepang meninggalkan Indonesia pada tahun 1945, para sultan di Sumatera Timur menghendaki kedudukannya sebagai raja kembali dipulihkan. Namun setahun kemudian, pergerakan anti-kaum bangsawan dalam sebuah Revolusi Sosial Sumatera Timur, tak menginginkan adanya pemulihan sistem feodalisme tersebut. Akibatnya kesultanan-kesultanan yang ada di Sumatera Timur, seperti Deli, Langkat, Serdang, Bilah, Panai, Kualuh, dan Kota Pinang, dipaksa untuk berakhir dan bergabung dengan Republik Indonesia.[2]

Batara Gurga memiliki seorang saudara yang bernama Batara Payung Tuanku Raja Nan Sakti. Putranya, Baroar Nan Sakti, diangkat sebagai raja oleh masyarakat Mandailing Godang dengan gelar Sutan Diaru. Kelak keturunan Batara Payung Nan Sakti inilah yang membentuk fam/marga Nasution (Nan sakti on) di Kabupaten Mandailing Natal.
Salah seorang keturunan dari Batara Gurga Pinayungan Tuanku Raja Nan Sakti, yaitu Anwar Nasution, dianugerahi gelar sangsako adat Yang Dipertuan Tuanku Raja Pinayungan Nan Sati oleh pihak keturunan Raja Pagaruyung pada suatu prosesi adat di Istano Silinduang Bulan, Tanah Datar, Sumatera Barat pada tahun 2006. Anwar Nasution yang pernah menjabat Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), merupakan generasi ke-16 dari Batara Gurga Pinayungan Tuanku Raja Nan Sakti.

Daftar Sulthan:

  1. Sultan Batara Sinomba atau Batara Gurga Pinayungan Tuanku Raja Nan Sakti
  2. Sultan Mangkuto Alam
  3. Sultan Syahir Alam
  4. Sultan Mustafa Perkasa Alamsyah

Bacaan:
  1. ^ Tengku Ferry Bustamam, Bunga Rampai Kesultanan Asahan, 2003
  2. ^ Anthony Reid, The Blood of the People: Revolution and the End of Traditional Rule in Northern Sumatra, Kuala Lumpur: 1986


Disalin dari:

Wikipedia (Diperlukan kajian lebih mendalam) dan

FB A'AL


Baca Juga:

  1. Marga Nasution


Tidak ada komentar:

Posting Komentar