Perang pada masa sekarang tak hanya mengandalkan senjata belaka melainkan juga kekuatan para Tukang Fitnah atau lebih dikenal dengan julukan Buzzer. Namun sayangnya, hal ini bertentangan dengan pengertian dari Buzzer itu sendiri yaitu seseorang atau sekelompok orang yang dibayar atas jasanya untuk meiklankan, mengkampanyekan, atau mengekspresikan sesuatu. Dan mereka ini biasanya digunakan sebagai tenaga dalam pemasaran seperti periklanan, strategi bisnis untuk mepromosikan suatu produk.
Di republik ini, istilah ini sendiri populer dimasa pemilu presiden pada tahun 2019, dimana peran dari orang-orang yang dikenal sebagai Buzzer ini sangat berperan dalam mempengaruhi keputusan pemilih dalam menentukan pilihan mereka. Dimasa inipulalah berbagai kabar dusta, fitnah, dan hujatan ramai berlalu-lalang di ranah maya.
Demikian juga hari ini, Zionis sebagai penguasa teknologi dan tentunya media, benar-benar memanfaatkan kekuatan dan kekuasaan mereka. Sebenarnya tanpa peranan buzzerpun mereka telah memulai agenda cuci otak dan fitnah terhadap lawan-lawan mereka. Hal ini sangat mencolok dalam filem-filem dan lagu-lagu yang mereka hasilkan.
Di ranah mediapun merekapun melakukan hal serupa, menempatkan Islam dan Umat Islam sebagai tokoh antagonis, hal mana telah mereka lakukan dalam filem-filem buatan mereka. Hampir seluruh pemberitaan yang mereka kuasai menempatkan Israel sebagai korban dan Palestina sebagai teroris.
Layaknya nenek moyang mereka, para Zionis tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka dapatkan. Mereka juga mengikat para artis mereka dengan kontrak mati. Setiap tampilan, pendapat, ataupun ekspresi pribadi mereka haruslah mendukung Zionis. Apabila para artis menolak maka karir mereka akan dihabisi.
====================
====================
Credit: IG @shiftmedia.id