Raja Kertanagara dari Kerajaan Singosari mengirim serombongan utusan ke Kerajaan Malayu Dharmasraya mempersembah Arca Amoghapasa berikut berpeti-peti emas dan kain sutra kepada raja Malayu Dharmasraya.
Berita pengiriman arca Amoghapasa ini tertulis pada alas arca bertanggal 22 Agustus 1286. Arca Amoghapasa adalah hadiah Prabu Kartanegara untuk Maharaja Malayu Dharmasraya. Arca Amoghapasa itu sendiri adalah perwujudan dari Dara Kencana dan keempat anak perempuannya. Yakni isteri dan keempat anak Prabhu Kartanegara.
Tapi sementara sejarahwan menganggap arca itu sebagai perwujudan Lokeswara. Di India, Awalokiteswara atau Lokeswara juga dimuliakan dengan sebutan Padmapani ("Pemegang bunga teratai"), Lokeswara ("Tuan di Dunia") atau Tara. Dalam Bahasa Tibet, Awalokiteswara dikenal sebagai Chenrezig, (Wylie: spyan ras gzigs), dan dipercaya sebagai reinkarnasi Dalai Lama, Karmapa dan para Lama terkemuka lainnya. Di Mongolia, ia dikenal sebagai Megjid Janraisig, Xongsim Bodisadv-a, atau Niduber Ujegci. Gambaran Lokeswara seperti itu jelas berbeda jauh dengan perwujudan arca Amoghapasa.
Dara Kencana itu sendiri adalah anak perempuan dari Raja Malayu Dharmasraya. Raja Melayu Dharmasraya kala itu yaitu Sri Trailokyaraja Mauliwarmadewa memperisteri Putri Raja Syangka. Lalu melahirkan Dara Kencana dan Dara Puspa.
Setelah Prabhu Kertanagara menjadi Rajamuda Singhasari, beliau datang meminang dan memperistri Dara Kencana dan memboyong isterinya itu ke Jawa. Dara Kencana kemudian bergelar SRI BAJRADEWI.
Walau ada perbedaan pendapat tapi ada beberapa catatan lama yang menguatkannya dimana Dara Kencana kemudian bergelar SRI BAJRADEWI. Dalam naskah Jawa, Nagarakretagama, dijelaskan bahwa Dara Kencana Sri Bajradewi kemudian melahirkan Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri.
Sedangkan Dara Puspa diperistri oleh Rajamuda Kerajaan Sunda yaitu Rakryan Saunggalah yaitu Sang Prabhu Ragasuci namanya, putra dari Prabhu Ghuru Dharmmasiksa. Isterinya itu juga diboyongnya ke tanah Sunda.
Adapun dari perkawinan Dara Puspa dengan Rakryan Saunggalah Prabhu Ragasuci lahirlah beberapa orang anak, salah satu di antaranya yaitu sang Prabhu Citragandha Bhuwanaraja, kelak menggantikan Prabhu Ragasuci menjadi raja Sunda.
Lanjut...
Saat rombongan utusan Raja Kertanagara hendak pulang ke Tanah Jawa, maka raja Malayu Dharmasraya membalas dengan mengirimkan dan menitipkan anak-anak perempuannya (Dara Jingga dan Dara Petak) untuk menjadi isteri-isteri bagi Raja Singosari selanjutnya.
Dari sejarah yang sudah diteliti dan ditulis oleh para ahli mengemukakan bahwa selama lebih tiga setengah abad kerajaan Malayu Dharmasraya dan dilanjutkan Kerajaan Pagaruyung telah biasa mengirimkan anak-anaknya untuk menjadi raja atau anak perempuannya untuk menjadi isteri raja di berbagai daerah di seluruh Nusantara, seperti di Pulau Sumatera, di Semenanjung Melayu, sampai ke Patani (Thailand Selatan), Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, kepulauan Maluku, bahkan sampai ke Sulu Mindanao, serta ke Nusa Tenggara, sekaligus mengikat tali kekerabatan dan persahabatan dengan kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah tersebut.
Jadi bukan hanya dengan Singosari dan Majapahit.
Kerajaan-kerajaan yang mempunyai hubungan darah dan kekerabatan dengan Dharmasraya dan Pagaruyung disebut sebagai kerajaan-kerajaan "Sapiah-balahan, Kuduang-karatan, Kapak-radai, dan Timbang-pacahan".
Menurut William Marsden dalam The History of Sumatra (1784), pengaruh Pagaruyung sangat luas. Ada 62 hingga 75 kerajaan kecil di Nusantara yang menginduk pada Pagaruyung karena faktor kekerabatan dan hubungan darah, bukan karena diperangi atau ditaklukkan atau dijajah. Tersebar di Filipina, Brunei, Thailand, dan Malaysia, serta di Sumatera, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat di Indonesia.
Selanjutnya setelah kerajaan Singosari runtuh dan digantikan oleh kerajaan Majapahit, maka pada bagian belakang arca terdapat tulisan yang disebut dengan prasasti Amoghapasa bertarikh 1346 Masehi yakni pada masa Majapahit yang menurut sejarahwan Jawa ditulis oleh Adityawarman sendiri.
Namun terasa janggal jika Adityawarman sendiri yang menuliskan itu jika ditilik dari konten isi tulisan prasasti yang berisi pujian, pengakuan, dan pengagungan amat tinggi kepada diri Adityawarman sendiri.
Maka lebih tepat jika dikatakan tulisan itu ditulis oleh pendeta tinggi, rombongan utusan dari Majapahit yang diutus oleh iIu Gayatri dari kerajaan Majapahit ke Kerajaan Dharmasraya yang membawa berpeti-peti hadiah setelah penobatan Adityawarman yang menggantikan mamandanya sebagai Maharaja Malayu Dharmasraya.
Penulisan itu dikatakan dilakukan dengan sebuah ritual pratistha (kehormatan) yang dipimpin oleh pendeta tinggi dari Majapahit yakni Acarya (Pendeta guru) Dharmasekhara.
TERJEMAHAN NASKAH PRASASTI DI PUNGGUNG ARCA AMOGHAPASA :
———
Salam sejahtera.
Dia, yang memelihara keyakinan dengan benar,
Dia yang memiliki jiwa yang besar,
Dia, yang berbudi luhur yang selalu dicintai,
Dia, yang mengetahui isi kitab suci,
Dia, yang paling unggul, yang sangat taat dan melatih diri,
dan Dia yang berkarakter mulia,
Dia, yang semua ini karena sandoha Anda dan harapan Anda,
Dia yang mengetahui dan mengalahkan musuhnya,
Dia yang membenci (kegelapan) perpecahan,
Dia yang paling hebat,
Dia adalah Adityavarmodaya.
Dia yang diberkahi dengan semua kebajikan,
Dia yang sangat berpengalaman dalam perdagangan senjata, dan fasih dalam segala ilmu,
Dia bagaikan lautan kebajikan seperti yang diharapkan oleh umat Buddha,
Dia yang tahu bagaimana menangani hal-hal dengan bijaksana,
Dia yang mengisi tubuh dan nafsunya dengan kemurnian,
Dia yang [...] mencapai apa-apa,
Dia yang telah memperoleh kekayaan dan emas,
Dia Deva (Kį¹£atriya) Tuhan, para Patih.
Pratista kehormatan Buddha telah dilakukan oleh Acarya (Pendeta guru) DharmaÅekhara, atas nama Gagaį¹agaƱja,
Dia yang rendah hati seperti MaƱjuÅrÄ«, telah ditahbiskan untuk keselamatan (persatuan) dan kebahagiaan dari semua makhluk oleh Devair AmoghapÄÅa,
Dia Raja yang Mulia Ädityawarmman.
saat Matahari pada orbitnya di tahun 1269 Saka, saat bulan purnama pada waktu posisi bintang di utara; yoga di Siddhi, dan setengah jam KÄruį¹ya; muhÅ«rta svarÄt; memulihkan keadaan sebelumnya; [...].
Salam (untuk anda), dari dukungan seluruh dunia, yang menguasai emas, yang mengetahui segala tingkatan hidup dan sosial.
Dia yang memiliki pengetahuan mendalam tentang Mahayana yang tiada terbatas,
Dia yang telah menaklukan bahaya dan mengumpulkan seluruh permata dari jari-jari musuhnya,
Dia di antara para penguasa di dunia ini,
Dia yang telah mencapai keagungan.
MaharÄjÄdhirÄja ÅrÄ«mat ÅrÄ«-UdayÄdityavarmma PratÄpaparÄkrama RÄjendra MaulimÄli Varmmadeva,
Dia yang berkuasa untuk diketahui semua.
Di negeri yang memiliki emas, indah dengan kicauan burung dan gajah serta aroma hutan menyenangkan yang dihiasi oleh peri surga dengan kolam yang dikunjungi oleh MÄtaį¹
giniÅa dan Asura'.
Tuan dari semua Dewa, sandoha yang sangat berlimpah hÄhÄ [...].
hÄhÄhÅ«hÅ«, yang dinikmati [...],
Indah bagaikan bulan purnama saat posisi rasi bintang yang baik, yang dihiasi oleh kebaikan hatinya,
dan di bawah nama Udayawarmmagupta, pemimpin dari semua penguasa dunia,
yang telah melepas dari bentuk Jina datang ke bumi untuk membantu dunia menghapus perasaan hampa di MÄtaį¹
gini (ratu).
Semoga [...] dari MÄtaį¹
gini yang melindungi bumi ini dari pembusukan, menikmati harta yang telah dikumpulkan karena prestasinya sebagai prajurit, dengan kekuatan kemurahan (pengampunan),
Dia yang bersabar,
Dia yang menahan diri,
Dia yang rendah hati dari keturunan yang sangat baik,
Dia, Patih [...][Catatan 1] yang telah menunjukkan keunggulannya dalam menghukum orang jahat.
Patung yang berdiri ditempat pemujaan Buddha (Jina) ini adalah Tuan yang Mulia Amoghapasa sebagai sinar Udaya (Matahari terbit) yang indah.
Dengan tangan (kekuasaan) [...] yang setuju dengan kebenaran, mereka yang telah mencapai ketenaran dengan menaklukkan musuh-musuh kerajaan, yang memiliki penampilan bagaikan seperti anak panah Tuhan,
demi kemenangan tertinggi untuk Malayapura, yang berpengalaman dalam segala hal,
yang unggul dan diberkahi dengan banyak kebajikan,
Dia adalah deva-tuhan, para (patih) raja muda.
Udaya yang bersinar di atas gunung (Matahari terbit), berbakti kepada Udaya [...]
Udaya yang rendah hati, yang ditakuti musuh, yang mulia di bumi ini.
Namun terserah apa kata sejarahwan Jawa.
Yang harus dicatat adalah jika sejarahwan Jawa mengklaim kerajaan Malayu Dharmasraya adalah vassal dari Majapahit, maka mana pula ada ceritanya kerajaan penguasa mengirim dan mempersembahkan upeti kepada kerajaan vassal (bawahan) nya..
Dan bagaimana mungkin Adityawarman secara nyata hanya menjadi Uparaja, tapi kenyataannya menyandang gelar MAHARAJA DIRAJA... Raja dari segala raja di muka bumi.. Gelar yang tidak ada satupun dari penguasa Majapahit yg pernah menyandangnya.
-----
Postingan terkait :
ARCA MANJUSRI, GAYATRI, dan ADITYAWARMAN.
Hari-hari terakhir Adityawarman di Majapahit.
-
Disalin dari kiriman FB Sutan Bandaro Sati
Foto: wikipedia