Sekedar berbagi kisah seputaran September 1965 jelang gerakan G30S apa yang kudengar dari ibuku , mohon kiranya tidak dipolitisir .
Kebetulan kami bertinggal ditangsi militer. Kondisi masa tersebut mencekam, dipangkalan militer itu sendiri ada simpatisan PKI sehingga diantara tentara terdapat gesekan-gesekan dalam internal militer. Antara yang pro dengan yang kontra PKI, fitnah-memfitnah saling menjatuhkan. Ayah kontra pada PKI sehingga pada titik puncaknya ada info bahwa ayah masuk black list untuk "dibereskan ".
Tentang gerakan Gerwani [Organisasi Wanita PKI], beberapa dari ibu-ibu disana dilatih baris berbaris, bela diri atau menggunakan senjata dengan alasan bela negara. Tapi ayah melarang ibu untuk ikut karena tahu ada maksud yang tidak beres pada latihan-latihan tersebut. Saat berlatih baris-berbaris biasanya terdengar dinyanyikan lagu-lagu, diantaranya lagu genjer genjer. Ternyata lagu tersebut adalah kode bahwa PKI akan mengadakan gerakan disuatu daerah.
Demikian sekelumit kisah yang kudengar dari ibu dan sekali lagi agar tidak dipolitisir. Kiranya dapat diambil manfaatnya sekarang tentang bahaya laten G30S. Gambar sekedar profil ibu (almh) masa itu .
Disalin dari kiriman FB: Bintang Corona Retro
Pada 23 September 2020
Beberapa Komentar pada Postingan:
Kardiyanto: suasana batin masyarakat pd saat itu, hampir sama dan merata diberbagai daerah. Gak tau bgmna suasananya di luar Jawa
Hilmal: sama bang di kampuang saya dl ,ibu saya bercerita bahwa dl beliau disuruh bikin lubang setiap rumah dan disekolah jg ada lubang.ntah utk apa kegunaannya.
Slamat Juniardi: Klo di Kalimantan Barat jg gt mas... Paman saya yg kerja di gudang pelabuhan bea cukai pun ikut di interogasi.. Sampai sempat di tahan. Iya mba, Pokok nya rawan saat itu Cerita dari kakek dan paman bilang bnyk yg di jemput ke rumah
Sunarso: BETUL SEKALI, cerita ini sesuai dengan cerita Bapak saya (lahir tahun 1935) beliau sering ditawari menjadi anggota Pemuda Rakyat organisasi bentukan PKI. Bapak saya lahir di Solo basis utama PKI dan PNI di masa itu. Simbah saya seorang carik yang rumahnya sering menjadi tempat jagongan rakyat di sana. Alhamdulillah bapak saya menolak tawaran orang PKI tersebut, kalau diterima saya gak bakalan ada di dunia ini.
Erwin bekasi: Saya teringat cerita orang tua waktu itu tinggal di Sampur sekarang. Sudah jadi pelabuhan Tanjung Priok tahun 1965. Katanya kalau PKI menang, seluruh daerah Sampur akan di bereskan. Kalau sempat terjadi, saya tidak akan pernah lahir
Fathu Romdloni: Kakek saya waktu ada peristiwa G30 adalah salah satu tokoh agama yang menjadi guru di SR [Sekolah Rakyat] Muhammadiyah. Beredar kabar di masyarakat bahwa kakek saya adalah salah satu target penculikan oleh PKI itu. Bahkan sudah dibuatkan sebuah sumur di sawah untuk memasukkan tokoh-tokoh agama yang menjadi penentang utama PKI. Karena terkejut oleh kabar bahwa akan ada penculikan itu, kakek saya mengalami depresi berat sampai tidak berani keluar rumah. Kalau berdiri bergetar dan roboh. Saya sangat ingat saat kakek saya itu menjelang wafatnya di tahun 1982an beliau menunjuk-nunjuk sarung berpola kotak-kotak sambil berkata "Kui ono poto kiai akeh banget" Yang artinya itu ada poto kiyai banyak sekali. Demikian sedikit kisah dari banyak kisah suram efek adanya PKI.
Rudhy R Widodo: Saya juga mengalami, waktu itu sudah kelas 3 SD. Di kampung saya hanya ada beberapa keluarga yang tidak setuju dengan aksi dari kelompok pki. Kebetulan ada keponakan ibu yang jadi TNI, yang sebelumnya ditugaskan di Kalimantan utara. Terus pada waktu pecah G 30 S itu ditarik mundur dan minta ditugaskan di kotaku. Pertama yang dituju malah rumahku. Akhirnya malam harinya, anak buah dari keponakan ibuku disuruh menjaga rumah dan kampungku. Jadi amanlah aku dan keluargaku sampai sekarang.
Sing Gih: Almarhum Bapak juga jadi target waktu itu, sudah diancam-ancam pake pedang, tapi Alhamdulillah PKI keburu dihancurin sama TNI AD dan Ansor. kalo tidak saya lahir apa tidak, saya [juga] tidak tau.