Pocut Meurah Intan (1833-1937): Wanita dari Aceh yang Terlupakan
Dia dijuluki oleh belanda " Singa Betina".
Karena begitu garangnya beliau Ketika menikam 18 tentara Marsose Dengan hanya memakai Rencong.
Makamnya terletak di Tegalsari, Blora, Jawa Tengah., Belanda hampir menguasai seluruh Indonesia pada masa itu Namun, ada satu daerah yang masuk ke dalam bidikan mereka namun belum juga berhasil ditaklukkan, yaitu Aceh. Provinsi paling Barat Indonesia ini termasuk yang paling sulit dibuat tunduk, pelbagai perlawanan terus berlangsung, bahkan para bangsawan tak rela tanah kelahirannya jatuh ke tangan penjajah.
Di antara para pejuang, ada satu wanita yang sangat disegani oleh balatentara Belanda. Dia adalah Pocut Meurah Intan. Keberaniannya sampai membuat seorang komandan militer Belanda dari Jawa merasa kagum dan menghormatinya sebagai seorang pejuang.
"Katakan kepadanya bahwa saya merasa sangat kagum kepadanya," ucap Kolonel Scheur kepada anak buahnya Letnan Veltman, demikian dikutip instagram MataPadi, Rabu (8/6).
Pocut Meurah Intan terlahir dari keluarga bangsawan Aceh. Ayahnya bernama Keujruen Biheue. Sedangkan panggilan Pocut Meurah merupakan nama khusus bagi wanita keturunan keluarga Sultan Aceh, terkadang dia juga dipanggil dengan nama tempat kelahirannya.
Sedangkan suaminya Tuanku Abdul Majid, seorang anggota keluarga Sultan Aceh. Karena sikapnya terhadap Belanda membuat penulis dari negeri tersebut menjulukinya sebagai perompak laut, pengganggu keamanan kapal-kapal yang lewat di perairan wilayahnya. Sebutan ini tak lepas dari profesi Tuanku Abdul Majid sebagai pejabat kesultanan yang ditugaskan untuk mengutip bea cukai di Pelabuhan Kuala Batee.
Semula, Pocut Meurah Intan mengikuti jejak sang suami untuk melawan Belanda, kemudian diikuti ketiga putranya Tuanku Muhammad, Tuanku Budiman dan Tuanku Nurdin. Kiprahnya memimpin para pejuang Aceh menjadikan dirinya sebagai sosok yang paling dihormati rakyatnya, bahkan Belanda.
Setelah bertahun-tahun berjuang, Pocut Meurah Intan akhirnya tertangkap oleh pasukan elite Belanda, Marechaussee atau dikenal dengan nama Marsose. Meski menerjunkan 18 prajurit untuk menangkapnya, namun hal itu bukanlah tugas yang mudah. Pasukan pemburu dan kontra gerilya tersebut sampai berjibaku melawannya.
Pocut Meurah Intan tetap menunjukkan keberaniannya menghadapi 18 orang pria yang ingin membekuknya. Bersenjatakan rencong, dia menyabet satu per satu prajurit Belanda. Meski dia sendiri terluka parah dalam serangan itu hingga tak bisa lagi mengayunkan senjatanya.
Mengetahui musuhnya terluka parah, sang komandan, Letnan Veltman berusaha menolongnya. Tapi Pocut Meurah Intan menolak. Muncul rasa kagum atas keberanian wanita itu, hingga dia menjulukinya 'Heldhafting' yang berarti 'yang gagah berani'.
Meski beberapa kali menolak pertolongan Belanda, akhirnya dia dirawat dan seluruh lukanya diobati. Bahkan, komandan militer Belanda sampai mendatanginya dan memberikan penghormatan layaknya prajurit yang berjuang di medan pertempuran.
Setelah tertangkap, ia dibuang di Blora, Jawa Tengah. Hingga akhirnya beliau meninggal pada tahun 1937. Masyarakat Blora mengenalnya sebagai 'Mbah Tjut'.
Disalin dari kiraman FB Sayuti Aiyub pada Grup Masa Hindia Belanda