Sungguh aku tak mengerti, mengapa Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) bisa sekejam itu? Mengapa organisasi wanita underbouw PKI itu seperti tak memiliki welas asih? Tak memiliki empati meski hanya sedikit? Entahlah hati mereka sudah menghilang kemana. Terbawa angin dalam kegelapan malam pekat. Terbawa hati durjana penuh kebencian dan kekejian.
Lurah Desa Cemetuk yaitu Matulus adalah seorang dedengkot PKI disana. Dia sengaja menjebak warga desa, terutama para aktifis Banser dan Anshor dalam acara pengajian itu.
Para anggota Gerwani turut serta di bagian konsumsi. Mereka mengenakan kerudung dan seragam warna hijau khas Fatayat NU. Mereka juga ikut menyenandungkan sholawat. Jadi sebagian Gerwani bertugas sholawatan di panggung, sebagian lagi mengurusi konsumsi.
Tak ada kecurigaan sama sekali dari pengajian penuh petaka itu. Warga desa ikut berdendang sholawat dan diakhiri dengan acara makan-makan besar. Mereka bergembira sebagaimana dalam suasana pengajian pada umumnya.
Tapi tak beberapa lama kemudian, para tamu undangan terlihat memegang perut dan leher seraya kejang-kejang. Mereka terlihat sangat kesakitan berkelojotan di rumah Lurah Matulus. Ternyata racun makanan yang ditaruh oleh para Gerwani sudah bekerja dengan baik. Bisa membunuh para anggota Anshor dan Banser Banyuwangi.
Terlihat para Gerwani tertawa gembira melihat para anggota Banser sekarat. Mereka tak lagi berpura-pura menjadi anggota Fatayat yang mendendangkan sholawat lagi, tapi berubah menjadi Gerwani yang mendendangkan lagu genjer-genjer. Mereka tertawa-tawa melihat peserta pengajian bertumbangan satu persatu. Tak ada perlawanan berarti. Cukup dengan racun makanan maka musuh pun tumbang bersamaan.
Di saat peserta anggota Banser dan Anshor peserta pengajian sedang sekarat, mereka digelandang ke rumah Mangun Lehar. Seorang tokoh utama PKI Desa Cemetuk. Dan di rumah Mangun Lehar inilah pembantaian terjadi.
Sebanyak 62 anggota Banser dan Anshor dibantai tiada ampun. Mereka diiris, dicacah, dimutilasi oleh saudara sebangsanya sendiri. Rumah Mangun Lehar banjir darah. Dinding, lantai, dan perabot rumahnya berubah warnanya menjadi merah darah.
Perempuan durjana Gerwani turut serta dalam peristiwa pembantaian itu. Mereka menari dan menyanyi genjer-genjer tiada henti. Seakan menikmati tarian darah tumbal manusia. Entahlah mengapa hati mereka begitu buas. Pesta penjagalan manusia seolah pesta biasa saja.
Setelah selesai pesta penjagalan keji itu, jenazah anggota Banser & Anshor dikuburkan dalam 3 lubang besar yang sudah dipersiapkan jauh hari sebelumnya. Lubang pertama berisi 10 mayat. Lubang kedua berisi 10 mayat. Dan lubang ketiga berisi 42 mayat. Sampai saat ini ketiga lubang mayat itu masih ada di Desa Cemetuk Banyuwangi.
Untuk mengingat peristiwa kekejian PKI di Desa Cemetuk Banyuwangi ini, telah dibangun monumen Pancasila Jaya. Monumen berupa burung Garuda besar. Berisi daftar nama 62 orang yang dibantai. Juga relief pembunuhan keji. Juga 3 lubang kuburan massal yang dinamakan lubang buaya.
Sebuah pengingat nyata bagi kita semua. Bahwa PKI tak pernah memiliki belas kasih terhadap sesama. Tak pernah memiliki hati nurani bersih. Yang ada hanyalah pertumpahan darah sesama anak bangsa.
Jangan lupakan sejarah kekejaman PKI.