Disalin dari blog: http://poestahadepok.blogspot.com
__________________________
Kota
Padang sudah lama terbentuk. Di Kota Padang terdapat sejumlah nama kampong yang
sudah terhubung oleh jalan kota. Berdasarkan peta Kota Padang 1879 hanya ada
tiga jalan yang secara teknis sudah memiliki nama, yakni: Nipah laan (Jalan
Nipah), Djati laan (Jalan Djati) dan Hospital weg (Jalan Hospital/Rumah Sakit)
. Ruas-ruas jalan lainnya belum diberi nama atau belum memiliki nama. Meski
demikian, di ruas-ruas jalan tersebut teridentifikasi nama-nama kampung/area.
Peta Kota Padang, 1879 |
- Kampong Berok,
- Kampong Sablah,
- Kampong Djawa dan
- Kampong
Oedjoeng Pandang.
Nama-nama area adalah:- Zeestrand,
- Goeroeng,
- Poelo Karam,
- Pasar Ambatjang,
- Pondok,
- Pasar Gadang,
- Alang Lawas,
- Hiligoo,
- Pingir Kollang,
- Olo,
- Belantong,
- Kandang,
- Dammar,
- Poeroes dan
- Rimbo Kloeang.
Pada
peta Kota Padang tahun 1915 jumlah nama jalan semakin banyak. Tiga nama jalan
yang pertama, Nipah laan, Djati laan dan Hospital weg masih eksis. Nama-nama
baru jalan adalah:
- Chinese Kerk straat,
- Belakang Pondok weg,
- Oude Cantine weg,
- Oedjoeng Bandar straat,
- Prins straat,
- Nieuwe weg,
- Zee straat,
- Kerk straat,
- Strand weg,
- Wilhelmina straat,
- School straat,
- Societeits weg,
- Djawa Dalam straat,
- Slinger laan,
- Paper laan,
- Willem III straat,
- Depot weg,
- Van Bosse straat,
- Benteng weg dan
- Justitie laan.
Ruas-ruas jalan
yang ada di dalam kampong/area meski tidak secara tegas disebut nama jalan,
tetapi nama-nama jalan diidentifikasi seseuai nama kampong/area, yakni:
- Kampong Baharoe,
- Tarandam,
- Kampong Djawa,
- Pasar Djawa,
- Sawahan,
- Moearo,
- Poelau Karam,
- Pondok,
- Tapi Pasang,
- Goeroen,
- Goeroen Ketjil,
- Oedjoeng Goeroen
- Parak Karambiel, [Parak Karambia/ Kelapa]
- Balakang Tangsi,
- Alang Lawas,
- Ganting, Olo,
- Belakang Olo,
- Damar,
- Balantoeng,
- Balantorng Ketjil,
- Poeroes,
- Pasar Ambatjang,
- Hiligoo,
- Kandang,
- Kampong Sebelah,
- Pasar Oedik,[Pasa Mudiak]
- Pasar Hilir, [Pasa Ilia/Hilir]
- Batipoe,
- Pasar Borong,
- Pasar Kodja dan
- Greve Kade.
Peta Kota Padang, 1915 |
Selama
pendudukan Jepang tidak ada nama jalan yang diubah. Akan tetapi di Djakarta
(Batavia) ada beberapa nama jalan di Era Belanda diubah di era pendudukan
Jepang, yakni Van Heutz-boulevard menjadi Djalan Imamura, Oranjeboulevard
menjadi Djalan Raya Showa, Nassau-boulevard menjadi Djalan Raya Meiji dan
Paleisstraat menjadi Djalan Istana (lihat De bevrijding: weekblad uitgegeven
door de Indonesische Vereniging Perhimpoenan Indonesia, 26-05-1945).
Secara khusus di
Kota Medan, selain nama-nama Belanda juga cukup banyak nama-nama berbau Cina. Beberapa nama yang berbau Belanda tetap dipertahankan seperti Jalan
Pasteur di Bandoeng, Jalan Max Havelaar (disesuaikan menjadi Jalan Multatuli).
Di
Kota Padang, seperti yang terlihat pada masa ini, nama-nama jalan yang berbau
Belanda telah diubah. Nama jalan tersebut adalah:
- Benteng weg dan Societeits weg (menjadi Jalan Bagindo Azis Chan),
- Kerkstraat (Jalan Wolter Monginsidi),
- Prins traat (Jalan Gereja),
- Wilhelmina straat (Jalan Diponegoro),
- Van Bosse straat (Jalan Pattimura),
- Oude Cantine weg (Jalan Karya),
- School straat (Jalan Bundo Kandung),
- Peper laan (Jalan Raden Saleh),
- Justitie laan (Jalan Pancasila),
- Slinger laan (Jalan RE Ratulangi),
- Hospital weg (Jalan Proklamasi),
- Greve Kade (Jalan Batang Arau) dan
- Strand weg (Jalan Samudra).
Selain itu
nama-nama lokal diubah seperti:
- Alang Lawas menjadi Jalan M. Yamin dan Jalan MH. Thamrin,
- Goeroen menjadi Jalan Hayam Wuruk,
- Kandang (Jalan H. Agus Salim),
- Belantoeng (Jalan Sudirman).
- Djati laan (Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Teuku Umar) dan
- Pasar Djawa (Jalan Pasar
Raya).
Sementara nama-nama lokal yang tetap dipertahankan seperti:- Jalan Pondok,
- Jalan Pulau Karam,
- Jalan Muara,
- Jalan Hiligoo,
- Jalan Damar dan
- Jalan Nipah.
Dua kota besar di Sumatra tempo doeloe (1875-1880) |
Peta Kota Medan, 1915 |
Pada tahun 1875 Kota Padang Sidempoean adalah ibukota Residentie Tapanoeli. Kota Padang Sidempoean saat itu adalah kota kedua terbesar di Sumatra, bahkan Kota Medan sendiri saat itu masih sebuah kampung. Mengapa kota Padang Sidempoean begitu besar relatif dengan kota-kota lain di Sumatra, karena Kota Padang Sidempoean adalah ibukota Residentie (secara geografis setara provinsi), tempat Residen berkantor. Di Kota Padang Sidempoean sudah terdapat sekolah guru atau kweekschool (hanya ada dua sekolah guru di Sumatra selain di Fort de Kock); juga terdapat sekolah Eropa, kelak menjadi ELS (sekolah Eropa kedua selain di Padang). Di dalam Kota Padang Sidempoean terdapat empat sekolah dasar negeri (di kota Padang baru dua buah). Saat itu di Sumatra’s Westkust, dua garnisun militer Belanda terbesar di Kota Padang dan terbesar kedua di Kota Padang Sidempoean (dalam rangka perang yang berlarut-larut melawan Sisingamangaradja).
Oleh karena itu, Kota Padang Sidempoean lebih cepat berkembang jika dibandingkan Kota Fort de Kock (yang sama-sama ibukota Residentie). Jarak yang dekat antara Kota Padang dengan Kota Fort de Kock mengakibatkan orang-orang Eropa indeferen dan lebih memilih Kota Padang untuk berbagai hal yang berbau Eropa. Di Residentie Tapanoeli, Kota Padang Sidempoean menjadi pusat Eropa. Dalam perkembangannya, ibukota Residentie dipindahkan (kembali) ke Sibolga dan pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dengan Province Sumatra’s Westkust. Dalam perkembangan lebih lanjut saat Residentie Sumatra’s Oostkust ditingkatkan menjadi provinsi (Province Oost Sumatra) tahun 1915 yang beribukota di Medan, sebaliknya Province Sumatra’s Westkus dilikuidasi dan diturunkan menjadi setingkat residentie (West Sumatra). Akibatnya, Kota Medan semakin pesat berkembang (kota terbesar kedua setelah Kota Batavia), sebaliknya Kota Padang semakin melambat dan Kota Padang Sidempoean lebih lambat lagi perkembangannya (orang Padang Sidempoean yang dulunya berorientasi ke Kota Padang kemudian beralih ke Kota Medan (yang juga disusul kemudian orang Fort de Kock). Orang-orang Padang Sidempoean memainkan peran dalam coast to coast ini (Sibolga di west dan Medan di Oost); kemudian orang-orang Padang Sidempoean dan Fort de Kock secara bersama-sama memainkan peran signifikan dalam coast-to-coast yang baru (diperluas) dari Medan (di oost) ke Padang (di west).
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
_______________________
Catatan kaki: Oleh Agam van Minangkabau
[1]