Dari tulisan ini kita dapat beberapa fakta, diantaranya Indische Vereeniging yang kemudian menjadi Perhimpunan Indonesia didirikan oleh Anak Sumatera bernama Sutan Casajangan di Negeri Belanda. Jong Sumatera didirikan diinisiasi oleh Sorip Tagor. Kemudian transmigrasi orang Jawa ke Sumatera telah berlangsung semenjak masa Kolonial. Dan sikap Fanatik Kesukuan Jawa memang telah mendarah daging hingga kita jumpai di masa kini dan tampaknya akan terus berlanjut di masa depan.
__________________________ Disalin dari blog: http://poestahadepok.blogspot.com
__________________________
Abdoel Moeis (1916) |
Sarikat Islam
Ketika
Sarikat Islam membuka cabang di Bandoeng, Abdoel Moeis ikut berpartisipasi yang duduk sebagai
sekretaris (lihat De Preanger-bode, 10-02-1913). Abdoel Moeis juga menjadi
editor mingguan Serikat Islam, yang menyuarakan misi Sarikat Islam. Dalam edisi
No. 2 terdapat tulisan dari Dr. Tjipto dan Soewardi (De Preanger-bode, 16-03-1913).
Dalam perkembangannya tiga orang komite SI ditangkap: Tjipto Mangoenkoesoemo
(di kantor redaksi majalah Expres), Suardi Surjaningrat dan Abdul Moeis (di kantor
administrasi Preanger Bode). Mereka ditangkap polisi karena alasan provokatif. Selain
juga Wigna di Sastra, hoofdredacteur van de Kaoem Moeda juga ditangkap (Bataviaasch
nieuwsblad, 31-07-1913).
Bataviaasch nieuwsblad, 31-07-1913 |
De Preanger-bode, 31-07-1913 |
Saat mana SI
mulai digembosi, Boedi Oetomo [BO] mulai dianak-emaskan oleh pemerintah melalui Dr.
Rinkes. Jong Javanen BO telah mendapat subsidi dan empat anggotanya telah
mendapat beasiswa untuk sekolah di Belanda. SI mulai ‘gigit jari karena iri’
melihat BO yang semakin ‘gemuk’ dengan asupan gizi yang lebih baik. Dewan
Eksekutif yang baru BO saat ini terdiri dari: R. Soetopo. R Soemarsono, R.
Ardiwinata, RM. Gondoatmodjo, R. Soerjo, R. Soepadmo dan R Soetomo. Pada ulang
tahun BO yang ketujuh kantor pusat BO yang baru telah didirikan dengan
sukacita.
Dalam
suatu kesempatan pada ulang tahun ketujuh BO, Abdoel Moeis mengatakan bahwa selama
tujuh tahun BO, dimiliki oleh intellectuels Jawa, menurut undang-undang jelas
tetap mengecualikan warga Hindia Belanda lainnya (De Preanger-bode, 08-08-1915).
Bantuan berupa uang Pemerintah tak sedikit pun menyentuh Sumatera meski keramahan
yang tulus dari Sumatera untuk menampung tamu (transmigran) dari Jawa yang penuh
sesak pada tanah yang bersih (Lampong, Sumatera Tengah, Pantai timur Sumatera,
Aceh), yang pada intinya keinginan hanya kemajuan pulau Jawa dengan Jawanya.
Para pengurus manajemen pusat BO sekarang sudah saatnya istirahat dengan arah
konservatif seperti itu. Fakta bahwa itu bukan untuk melakukan hanya kemajuan
dengan Jawa saja, tetapi kemajuan Hindia Belanda dengan Boemi Poetra. Asosiasi BO
seperti yang didambakan.
Pada tahun 1900
Medan Perdamaian di Padang yang dipimpin oleh Dja Endar Moeda telah memberikan
bantuan untuk pendidikan di Semarang.
Sumatranen Bond
Didirikan di Belanda
Kritik
Abdoel Moeis ini dapat dirasakan oleh seorang mahasiswa Sekolah Kedokteran
Hewan di Buitenzorg, bernama Sorip Tagor.
Pada
tahun 1916 Sorip Tagor melanjutkan sekolah ke Belanda. Mungkin Sorip Tagor
kecele, setelah Soetan Casajangan pulang ke tanah air tahun 1914, Indsich Vereeniging [IV] yang
dilihatnya di Belanda sudah tidak bergairah, Para pengurus IV tampaknya sudah
mulai ‘berkiblat’ ke BO di Jawa.
Soetan
Casajangan setelah selesai studi bekerja di Belanda. Pada tahun 1914 Soetan
Casajangan pulang ke tanah air. Sebelum mendapat penempatan sebagai guru,
Soetan Casajangan mengajar di sekolah Eropa di Buitenzorg. Pada saat ini Soetan
Casajangan dan Sorip Tagor yang berbicara banyak hal. Pada tahun 1915 Soetan
Casajangan ditempatkan sebagai guru di Sekolah Radja di Fort de Kock.
Pada
tahun 1917, Sorip Tagor ‘berteriak’ dan menghimpun mahasiswa-mahasiswa asal
Sumatra untuk mendirikan Sumatranen Bond (untuk ‘melawan’, euphoria Jong
Javanen yang terus memuncak dengan sokongan pemerintah).
Pada akhir tahun
1917 di Batavia didirikan Sumatranen Bond oleh mahasiswa-mahasiswa STOVIA.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
_______________________________