Gambar: https://www.facebook.com* |
Kesultanan Idrapura adalah Kerajaan Islam Minang - Melayu yg berdiri pada tahun 1100 – sampai tahun 1911. terletak di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat sekarang. Kesultanan ini Berjaya pada abad XVII – XVIII, karena posisinya sebagai kota pantai, pusat perdagangan dengan komiditi unggulan emas dan lada, berbasis pelabuhan Samudera Pura dengan armada kuat, ramai dikunjungi kapal dagang dan jadi rebutan pengaruh kekuatan asing (catatatn Yulizal Yunus, 2002).
Secara etimologi Inderapura berasal dari bahasa Sanskerta, dan dapat bermakna Kota Raja. Inderapura pada awalnya adalah kawasan rantau dari Minangkabau, yang merupakan kawasan pesisir di pantai barat Pulau Sumatra. Sebagai kawasan rantau, Inderapura dipimpin oleh wakil yang ditunjuk dari Pagaruyung dan bergelar Raja. Kemudia bergelar Sultan. Raja Inderapura diidentifikasikan sebagai putra Raja Alam atau Yang Dipertuan Pagaruyung.
Kesultanan Indrapura berdiri di atas keruntuhan Kerajaan Indrapura lama, yakni periode Kerajaan Teluk Air Pura abad IX sm – XII m (80 sm – 1100 m). Kerajaan Indrapura lama (teluk air pura) Belum banyak didapati sumber pendirinya, namun menurut sebuah catatan Kerajaan Teluk Air Pura didirikan oleh anak cucu leluhur Iskandar Zulkarnaini (356-324 sm, putra Pilipeaus raja ke-2 Masedonia, 382-336 sm). Tidak disebut nama pendirinya kecuali pimpinan adat. Ada disebut tahun 134 sm lahir Indo Juita (keturunan Iskandar Zulkarnaini) kemudian tahun 110 sm menikah dengan Inderajati moyang Indrapura (asal Parsi – Turki) dan melahirkan keturunan raja-raja.
Berikutnya Zatullahsyah (anak cucu Iskandar Zulkarnaini) datang ke Air Pura dan mendirikan Kerajaan Air Pura, Teluk Air Pura (awal abad ke-12). Wilayahnya adalah Muara Campa, Air Puding dan Air Pura dekat Muara Air Sirah dan Sungai Bantaian Indrapura sekarang. Basis perekonomian rakyat tani (ladang) dan nelayan serta mencari hasil hutan.
Masa pemerintahan Zatullahsyah datang 3 orang anak saudara kandungnya (Hidayatullahsyah) yakni Sri Sultan Maharaja Alif, Sri Sultan Maharaja Depang dan Sri Sultan Maharaja Diraja, dari Rum lewat Bukit Siguntang-guntang. Tidak lama di Air Pura, Sri Sultan Maharaja Diraja mendapat perintah Zatullahsyah, pergi ke Gunung Merapi, didampingi temannya Cati Bilang Pandai dan dibantu putra sepupunya Sultan Muhammadsyah (putra Zatullahsyah – Dewi Gando Layu). Di sana ia mendirikan kerajaan di Parhyangan (Pariangan) yang disebut sebagai nagari asal seperti juga Air Pura. Sri Sultan Maharaja Diraja kawin dengan Puti Jamilan dan melahirkan Dt. Ketumanggungan, setelah Sri Sultan wafat Puti Jamilan dikawini temannya Cati Bilang Pandai dan melahirkan Dt. Parpatih nan Sabatang.
Di Kerajaan Air Pura kepemimpinan berlanjut dalam empat episode sejarah. Dua episode I (Kerajaan Air Pura – Indrajati) dan dua episode II (Kesultanan Indrapura – Era Regen). Dua episode I Kerajaan Air Pura dilanjutkan kepemimpinan Kerajaan Indrajati (Indra di Laut) abad XII – XVI (1100 – 1500). Berawal dari datangnya Indrayana disebut putra mahkota Kerajaan Sriwijaya yang terusir karena masuk Islam, menetap di Pasir Ganting dan mendirikan Kerajaan Indrajati. Ia sendiri raja ke-1 dan raja ke-2 anaknya bernama Indra Syah Sultan Galomat Syah. Dalam perjalanannya kerajaan ini pernah diincar ekspedisi Pamalayu I (1247) di samping Darmasyraya, Siguntur yang kemudian menjadi Kerajaan Pagaruyung (1343).
Dua episode Kesultanan Indrapura berikutnya abad XVI – XIX (1500 – 1824) dilanjutkan era kepemimpinan Regen abad XIX – XX (1824 – 1911). Episode sejarah sampai naik tahtanya raja ke-11 Kerajaan Indrajati Cumatang Sultan Sakelab Dunia gelar Sultan Iskandar Johan Berdaulatsyah, kerajaan ini berubah menjadi Kesultanan Indrapura dengan raja ke-1 Cumatang sendiri. Penggalan sejarah berikutnya masa Sultan Usman Syah gelar Sultan Firman Syah, tahun 1550 dikukuhkan batas wilayah. Utara berbatas Air Bangis-Batang Toru (Batak), Selatan berbatas Taratak Air Hitam Muara Ketaun, Timur berbatas Durian Ditakuak Rajo, Nibuang balantak mudik lingkaran Tanjung Simeledu (sepadan Jambi) dan Barat berbatas laut leba ombak badebu (Samudra Indonesia).
Wilayah semakin menyusut diawali berberapa daerah Kesultanan Indrapura pro Inggiris yakni Mukomuko, Banta, Seblat dan Ketaun memisahkan diri tahun 1695 jadi Kerajaan Anak Sungai dengan ibu negeri Mukomuko, dipimpin Sultan Gelomat Syah.
Organisasi pemerintahan Kesultanan Indrapura memakai sistem kabinet parlementer, dipimpinan tertinggi Sultan (Raja), dilaksanakan Perdana Mentri ([Wazir]Mangkubumi) dibantu Menteri Nan-20 dari para penghulu (6 di Hulu, 8 di tengah, 6 di Hilir).
--------------------
Inderapura dikenal juga sebagai Ujung Pagaruyung. Melemahnya kekuasaan Pagaruyung selama abad ke-15, beberapa daerah pada kawasan pesisir Minangkabau lainnya, seperti Inderagiri, Jambi, dan Inderapura dibiarkan mengurus dirinya sendiri.
Namun perkembangan Inderapura baru benar-benar dimulai saat Malaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511. Arus perdagangan yang tadinya melalui Selat Malaka sebagian besar beralih ke pantai barat Sumatra dan Selat Sunda. Perkembangan dan ekspansi Inderapura terutama ditunjang oleh lada.
Saat Kesultanan Aceh melakukan ekspansi sampai wilayah Pariaman. Inderapura menghentikan ekspansi tersebut dengan menjalin persahabatan dengan Aceh melalui ikatan perkawinan antara Raja Dewi, putri Sultan Munawar Syah dari Inderapura dengan Sultan Firman Syah, saudara raja Aceh saat itu, Sultan Ali Ri'ayat Syah (1568-1575). Lewat hubungan perkawinan ini dan kekuatan ekonominya Inderapura mendapat pengaruh besar di Kota Raja (Banda Aceh), bahkan para hulubalang dari Inderapura disebut-sebut berkomplot dalam pembunuhan putra Sultan Ali Ri'ayat Syah, sehingga melancarkan jalan buat suami Raja Dewi naik tahta dengan nama Sultan Sri Alam pada 1576. Walau kekuasaannya hanya berlangsung selama tiga tahun sebelum tersingkir dari tahtanya karena pertentangan dengan para ulama di Aceh.
Namun pengaruh Inderapura terus bertahan di Kesultanan Aceh, dari 1586 sampai 1588 salah seorang yang masih berkaitan dengan Raja Dewi, memerintah dengan gelar Sultan Ali Ri'ayat Syah II atau Sultan Buyong, sebelum akhirnya terbunuh. Berikutnya kesultanan indrapura mengalami kemerosotan ekonomi dibawah tekanan Aceh.
Setelah ekspedisi penghukuman tahun 1633 oleh Kesultanan Aceh, sampai tahun 1637 Inderapura tetap tidak mampu mendongkrak hasil pertaniannya mencapai hasil yang telah diperoleh pada masa-masa sebelumnya. Di saat penurunan pengaruh Aceh, Sultan Muzzaffar Syah mulai melakukan konsolidasi kekuatan, yang kemudian dilanjutkan oleh anaknya Sultan Muhammad Syah yang naik tahta sekitar tahun 1660 dan mulai kembali menjalin hubungan diplomatik dengan Belanda dan Inggris.
-------------------------------
Di bawah Sultan Iskandar Muda, kesultanan Aceh seraya memerangi negeri-negeri penghasil lada di Semenanjung Malaya, dan juga berusaha memperkuat cengkeramannya atas monopoli lada dari pantai barat Sumatra. Kendali ketat para wakil Aceh (disebut sebagai panglima) di Tiku dan Pariaman atas penjualan lada mengancam perdagangan Inderapura lewat pelabuhan di utara. Karena itu Inderapura mulai mengembangkan bandarnya di selatan, Silebar, yang biasanya digunakan untuk mengekspor lada lewat Banten.
Inderapura juga berusaha mengelak dari membayar cukai pada para panglima Aceh. Ini memancing kemarahan penguasa Aceh yang mengirim armadanya pada 1633 untuk menghukum Inderapura. Raja Puti yang memerintah Inderapura saat itu dihukum mati beserta beberapa bangsawan lainnya, dan banyak orang ditawan dan dibawa ke Kotaraja. Aceh menempatkan panglimanya di Inderapura dan Raja Malfarsyah diangkat menjadi raja menggantikan Raja Puti.
Di bawah pengganti Iskandar Muda, Sultan Iskandar Tsani kendali Aceh melemah. Pada masa pemerintahan Ratu Tajul Alam pengaruh Aceh di Inderapura mulai digantikan Belanda (VOC). Dominasi VOC diawali ketika Sultan Muhammad Syah meminta bantuan Belanda memadamkan pemberontakan di Inderapura pada tahun 1662. Pemberontakan ini dipicu oleh tuntutan Raja Adil yang merasa mempunyai hak atas tahta Inderapura berdasarkan sistem matrilineal. Akibatnya Sultan Inderapura terpaksa melarikan diri beserta ayah dan kerabatnya. Kemudian Sultan Mansur Syah, dikirim ke Batavia menanda-tangani perjanjian yang disepakati tahun 1663 dan memberikan VOC hak monopoli pembelian lada, dan hak pengerjaan tambang emas. Pada Oktober 1663 pemerintahan Inderapura kembali pulih, dan Sultan Inderapura mengakui Raja Adil sebagai wakilnya yang berkedudukan di Manjuto.
Pada masa Sultan Muhammad Syah, Inderapura dikunjungi oleh para pelaut Bugis yang dipimpin oleh Daeng Maruppa yang kemudian menikah dengan saudara perempuan Sultan Muhammad Syah, kemudian melahirkan Daeng Mabela yang bergelar Sultan Seian, berdasarkan catatan Inggris, Daeng Mabela pada tahun 1688 menjadi komandan pasukan Bugis untuk EIC.
Sultan Muhammad Syah digantikan oleh anaknya Sultan Mansur Syah (1691-1696), pada masa pemerintahannya bibit ketidak puasan rakyatnya atas penerapan cukai yang tinggi serta dominasi monopoli dagang VOC kembali muncul. Namun pada tahun 1696 Sultan Mansur Syah meninggal dunia dan digantikan oleh Raja Pesisir, yang baru berusia 6 tahun dan pemerintahannya berada di bawah perwalian neneknya. Puncak perlawanan rakyat Inderapura menyebabkan hancurnya pos VOC di Pulau Cingkuak, sebagai reaksi terhadap serbuan itu, tanggal 6 Juni 1701 VOC membalas dengan mengirim pasukan dan berhasil mengendalikan Inderapura.
Inderapura akhirnya benar-benar runtuh pada 1792 ketika garnisun VOC di Air Haji menyerbu Inderapura karena pertengkaran komandannya dengan Sultan Inderapura, kemudian Sultan Inderapura mengungsi ke Bengkulu dan meninggal di sana (1824).
------------------------
DAFTAR NAMA RAJA INDRAPURA.
-------------------------
Periode Kerajaan Air Pura (800 - 1100 M):
*******************
Sultan Zatullahsyah
Sultan Iskandar Johansyah, putra
Zatullahsyah
Sultan Maharaja Alif, putra Hidayatullahsyah
Rajo Tuo, putra Gulumi atau keponakan Iskandar
Sultan Ramadunsyah, anak Raja Tuo
Sultan Bahrunsyah, anak Ramadunsyah
Sultan Tarafal Bahilsyah, anak Bahrunsyah
Tengku Dusi (Reno Jamilan), adik dari Sri Indo Jalito
Sultan Mansursyah, anak Tuno Suli dan Reno Jamilan
Sultan Inayatsyah, anak Reno Tuo dengan Hasan atau keponakan dari Mansursyah.
Sultan Khairullahsyah (Cindurmato), anak Kembang Bandari, cucu dari Gadis Jamilan
Sultan Iskandar Bagagar Alamsyah, anak Hairullahsyah
Sultan Firmansyah, anak Iskandar Bagagar Alamsyah
Sultan Nurmansyah, anak Firmansyah
Sultan Usmansyah, anak Firmansyah
Sultan Muhamadsyah /Mardhu Alam, anak Nurmansyah
Sultan Mohamadsyah (Ngoh –Ngoh), anak Hartini binti Sultan Usmansyah
Sultan Muzafarsyah, anak Sarifah binti Sultan Usmansyah.
----------------------------
Periode Kerajaan Indrajati (1100 - 1500 M):
************************
Indrayana, seorang putra mahkota yang melarikan diri dari Sriwijaya karena ia berganti agama menjadi muslim.
Sultan Indrasyah Galomatsyah, putra dari Indrayana
----------------------------
Dinasti Jamalul Alam:
***********************
Sultan Sri Maharajo Dirajo Muhyiddinsyah
Sultan Muhammadsyah,
Sultan Sri Maharajo Dirajo Alamsyah,
Sri Sultan Firmansyah
Sultan Daulat Alamsyah,
Sultan Usmansyah Sultan Muhammadsyah (Tuanku Berdarah Putih),
Sultan Firmansyah Sultan Mandaro Putih gelar Tuanku Hilang di Parit,
Sri Sultan Muhammadsyah (Marah Muhammad Ali Akbar Sultan Muhammadsyah).
------------------------------
Dinasti lain:
*************
Sultan Iskandar Alam Daulat, Sultan Alam Mughatsyah, di Aceh ada Mughayatsyah.
Sultan Bagagar Alamsyah
Sultan Usmansyah Sultan Muhammadsyah,
Sultan Jamal al-Alam Sultan Maradu Alamsyah, kembali memakai gelar Jamalul Alam
Sultan Alidinsyah
Sultan Samejalsyah keturunan Putri Gembalo Intan anak Sultan Alidinsyah raja Indrapura (1513).
Sultan Baridinsyah (1520),
Dang Tuanku Sultan Remendung(1520 - 1524, makamnya di Bukit Selasih Batangkapas.
-------------------------------
Periode Kesultanan Inderapura (1500 - 1824 M):
**********************
Sultan Iskandar Johan Berdaulatsyah
Sultan Usmansyah Sultan Firmansyah (1534 - 1556),
Sultan Jamalul Alam YDD Sultan Sri Gegar Alamsyah Sultan Muhammadsyah (1560),
Sultan Zamzamsyah Sultan Muhammadsyah, 1600-1635,
Sultan Khairullahsyah Sultan Muhammadsyah (1635-1660),
Sultan Bangun Sri Sultan Gandamsyah,
Sri Sultan Daulat Pesisir Barat,
Sultan Inayatsyah (1640),
Sultan Mazafarsyah (1660-1687),
Marah Amirullah Sultan Firmansyah.
Sultan Muhammad Ali Akbar gelar Raja Adil (1680),
Marah Akhirullah Sultan Muhammadsyah (w.1838).
Sesudah ini 2 kali Inderapura dipimpin seorang Ratu:
*************
Puti Rekna Candra Dewi.
Puti Rekna Alun (Tuanku Padusi Nan Gapuak),
Sultan Syahirullahsyah Sultan Firmansyah (1688-1707),
Sultan Zamzamsyah Sultan Firmansyah Tuanku Pulang Dari Jawa berhubungan dengan Kesultanan Jogyakarta (1707-1737).
Sultan Indra Rahimsyah Sultan Muhammadsyah Tuanku Pulang Dari Jawa II (1774-1804),
Sultan Inayatsyah Sultan Firmansyah, 1804-1840,
Sultan Muhammad Jayakarma (1818 - 1824)
Sultan Takdir Khalifatullah Inayatsyah.
*****************
Periode Regen (1824 - 1911, Zaman Hindia - Belanda):
*****************
Abdul Muthalib Sultan Takdir Khalifatullahsyah (kemudian menajdi regen di Mukomuko, pensiun 1870).
Regen Marah Yahya Ahmadsyah (1825-1857),
Regen Marah Muhammad Arifin (1857-1858),
Regen Marah Muhammad Baki Sultan Firman Syah (1858-1891),
Regen Marah Muhamamd Rusli Sultan Abdullah (1891 - 1911).
****************
------------------------------
Sumber/ Refernsi:
id.m.wikipedia.org/wiki/Daftar_Raja_Inderapura
id.m.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Inderapura
mmerantau.blogspot.com/p/blog-page_70.html
yuyucenter.blogspot.com/2013/10/kesultanan-indrapura.html
-----------------------
(Boy Paskand Okamara)
-----------------------
*Foto: Bekas istana Dan makam raja² indrapura
______________________________
Disalin dari kiriman facebook Barito Minang
Diterbitkan pada 10 Mei 2020