“H. A. Salim soeka doedoek.
Waktoe kapal (“J. P. Coen”) maoe berangkat dari pelaboehan Port Said, penoempang2mengadakan pesta. Pada ketika itoe pemimpin jang terdeboet (Kjai H. A. Salim) doedoek [sadja] dan lain2 penoempang sama mengenal dia. Mereka itoe mengadjak dia akan mengikoeti pesta itoe. – kata correspondents.Moesik memboenjikan lagoe “Wilhelmus”. Sekaliannja kaoem pesta sama berdiri boeat menghormat lagoe itoe, ketjoeali H. A. Salim jang tetap doedoek.
Mereka laloe mengadoekan hal jang kedjadian itoe kepada kapiten kapal.
Atas pertanjaan, mengapakah Kjai H. A. Salim tidak toeroet berdiri, maka didjawabnja: “Tempat itoe tempat kesenangan dan pesta-pestaan; siapa soeka boleh toeroet, jang tidak soeka boleh tinggal diam!”
Sekianlah verslag interview correspondent s. k. ‘Al-Ahram’di Cairo (F[adjar] Asia.]
Orang berdiri waktoe membatja barzandji Mauloed Nabi, bi’ah semoeanja, kata ahli agama dan neraka tantangannya.
Orang disoeroeh berdiri waktoe melagoekan Wilhelmina, atau diminta berdiri ketika lagoe ‘national’ dinjanjikan, apa poela hoekoemanja? Sajang beloem ada lagoe jang menjoeroeh orang sama-sama doedoek!”
***
Laporan majalah Pembela Islam (terbit di Bandung), No. 11, TAHOEN 1, Augustus 1930 (hlm. 42) tentang tentang cara Haji Agus Salim memprotes penyanyian lagu kebangsaan Belanda ‘Wilhelmus’ yang menghendaki penghormatan orang Indonesia. Diceritakan dalam berita di atas bahwa kejadian itu berlangsung di sebuah kapal di pelabuhan Port Said.
Berita di atas memberi kesan kepada kita betapa tingginya rasa kebangsaan dan nasionalisme Haji Agus Salim. Namun, sebagaimana terjadi dalam banyak kasus lainnya, beliau melakukan protes dengan cara cerdik dan argumen yang tidak diduga-duga oleh lawan-lawan politiknya atau oleh orang lain. Sangat mungkin kecampinan bersilat lidah itu diturunkan dari ayahnya, Hoofddjaksa Sutan Mohamad Salim, yang berasal dari Minangkabau. Tidaklah berlebihan jika sering orang memuji bahwa si ‘old man’ ini adalah diplomat terulung yang pernah dimiliki oleh Indonesia.
Dr. Suryadi, MA. – Leiden University, Belanda / Padang Ekspres, Minggu 14 Januari 2018
____________________________
Tulisan ini disalin dari blog Engku Suryadi Sunuri; https://niadilova.wordpress.com