FB Wedia Purnama | Koto Gadang mungkin nagari yang penuh rahasia, karena orang-orang keturunan warga nagari di tubir Ngarai Sianok itu bermacam ragam kulikat intelektuilnya. Salah seorang di antaranya adalah ๐๐ฏ๐ฑ๐ผ๐ฒ๐น ๐๐ต๐ฎ๐น๐ถ๐ฑ ๐ฆ๐ฎ๐น๐ถ๐บ, adik Haji Agus Salim.
Chalid lahir di Tanjung Pinang pada 24 November 1902. Saat itu ayahnya, Sutan Muhammad Salim, sedang bertugas di kota ‘dollar’ Kepulauan Riau itu. Pria asal Koto Gadang itu adalah seorang ๐ฉ๐ฐ๐ฐ๐ง๐ฅ๐ฅ๐ซ๐ข๐ฌ๐ด๐ข dalam jajaran Departemen BB Belanda yang sudah ditugaskan di banyak tempat, termasuk di Padang dan Medan.
Chalid tidak sempat mengenal ibunya karena sang ibu meninggal ketika ia masih bayi. Ayahnya kemudian menikah lagi dengan Widna Roemaniah. Chalid 13 orang bersaudara, tapi hanya 7 orang yang berumur panjang, yang tertua adalah Haji Agus Salim yang kemudian menjadi diplomat kawakan Indonesia, republik balita yang baru lepas dari hisapan mencucut ‘๐ฑ๐ข๐ญ๐ข๐ด๐ช๐ฌ ๐ฌ๐ถ๐ฅ๐ถ๐ข๐ฏ๐จ’ Belanda. Chalid mengatakan dalam otobiografinya, ๐๐ช๐ซ๐ง๐ต๐ช๐ฆ๐ฏ ๐๐ข๐ข๐ณ ๐๐ฐ๐ท๐ฆ๐ฏ-๐๐ช๐จ๐ฐ๐ฆ๐ญ (1973) bahwa keluarganya sehari-hari di rumah berkomunikasi dalam bahasa Belanda karena ayahnya termasuk golongan elit pribumi dalam sistem administrasi kolonial Hindia Belanda.