Timbul fenomena di belakangan, menurut Salafi hanya dia Ahlul Sunnah; Assyairah sesat, Assyairah dalam neraka, Assyairah kafir, dan lain-lain. Tahukah sidang jama'ah, apakah Salafi itu pengikut Salafus Shaleh? Tidak sama sekali, sidang jama'ah. Nanti saya akan buktikan kesesatan Salafi dan dia bukan pengikut Salafus Saleh, hanya mengklaim sahaja, mengaku-ngaku pengikut Salafus Saleh. Sementara tidak ada hubungan Mazhabnya dengan Salafus Saleh. Saya minta kawan-kawan yang berada di Salafi, bertaubat kepada Allah S.W.T
Sidang jama'ah, bagaimana mereka mengkafirkan Asy'ariyah,[1] tahukah saudara-saudara bahwasanya Mazhab mayoritas umat Islam? Hampir 90% umat Islam bermazhab Asy'ariyah? Tahukah anda Imam Ghazali itu Asy'ari, Imam Nawawi itu Asy'ari, Ibnu Hijir Al Asqalani itu Asy'ari, kemudian Al Jasanya itu Asy'ari. Banyak ulama-ulama, mayoritasnya Ahlul Hadis, Ibnu Shalah, pensyarah Shaih Bukhari dan Muslim itu seluruhnya Asy'ari. Apabila anda kafirkan, anda telah mengkafirkan Imam Nawawi, Ibnu Hijir Al Asgalani, Ibnu Hijir Al Haistani, anda telah mengkafirkan Ibnu Shalah, anda telah mengkafirkan Imam Ghazali, anda telah mengkafirkan 70% dari ulama-ulama Islam yang jadi rujukan umat sepanjang masa.
Siapa anda berani menyesat-nyesatkan mayoritas ulama umat Islam, Na'uzubillah. Kita buktikan, sidang jema'ah Jum'at yang dirahmati Allah, apa perbedaan antara Imam Ahmad[2] dengan Salafi? Perbedaanya sidang jama'ah, kalau Imam Ahmad dia mengatakan dalam ayat-ayat Muthasyabihat,[3] tidak boleh tasbih.
Apa kata Imam Ahmad, kata Imam Ahmad; Wahua kiama akhbara, dia seperti yang diberitakan Allah, walaisya kama yakhtaru lil basyar, bukan seperti anggapan manusia.
Kalau Salafi, memahami ayat muthasyabihat itu, julus.[4] Allah duduk bersemayam di Arsy, berarti Allah seperti makhluk, tasabuh bi makhluk. Padahal dalam sifat Salbiyah Mukhalifathul Lil Khawaris, Allah itu tidak menyerupai dengan makhluk. Al Qur'an mengatakan; Laisa kamislihi syaikh, tidak menyerupai sesuatupun.
Apakah tuan tahu, apa perkataan Imam Ali bin Abi Thalib tentang perkara ini? Bukankah Imam Ali sahabat? Bukankah Imam Ali Shalafus Shaleh? Shalafus Shaleh mana yang tuan ikuti dalam perkara ini?
Apa kata Imam Ali? "Allah menciptakan Arsy, Liizhariqudratihi, untuk membuktikan kemampuaNya, bukanlah untuk menjadikan tempatNya. Walam yattakhidzul ya makana, bukan untuk menjadikan tempat."
Sidang jama'ah yang dirahmati Allah, tuan mengartikan Allah dengan Tasabduh dengan makhluk. Ayat ini disebut dengan Ayat Mutasyabihat. Dalam Surah Al Baqarah terang disebutkan oleh Allah, ayat itu ada yang Mutasyabihat ada yang Muhkam. Tolong anda dengarkan baik-baik, Al Qur'an ini sifat ayatnya ada yang Muhkam ada yang Mutasyabihat.
Mana yang Muhkam? ayat yang dijadikan patokan, ayat yang jelas, ayat yang jadi hukum, itu yang Muhkam.
Sementara Ayat Mutasyabihat, ayat-ayat yang menceritakan, Allah memakai kalimat yang serupa yang dipakai oleh makhluk.
Sidang jama'ah, kalau Ayat Mutasyabih, secara kaidah harus diukur dengan Ayat Muhkam. Ayat Muhkam dalam perkara ini, Laisya kamislihi shai, Allah tidak menyerupai sesuatu. Atau Surah Al Ikhlas, itu Ayat Muhkam dalam perkara ini, perkara Illahiyat. Maka ayat-ayat Mutasyabih harus dikembalikan kepada Ayat Muhkam. Ketika tuan menterjemahkan, ternyata Allah menyerupai sesuatu, dengan terjemahan tuan, maka terjemahan tuan harus dikembalikan kepada Muhkam, Laisya kamislihi shai, Allah tidak menyerupai sesuatu.
Kalau tuan artikan Allah duduk di atas Arsy, Allah seperti makhluk. Ada tempat duduknya, ada ukurannya, ada arahnya, ada atas dan bawah, ada pertanyaan; mana yang lebih besar? tempat duduk dengan yang diduduki. Kalau kursinya lebih besar maka Allah tidak berakbar. Mana yang lebih Qadim, Apakah kursinya atau Allahnya?
Akan terjadi masalah besar, terjadi masalah besar. Tuan klaim itu pendapat Salaf, Salaf yang mana? Shalafus Shaleh yang mana? Tahukah tuan apa yang kata imam-imam yang berempat (Hambali, Maliki, Hanafi, & Syafe'i)?
Kata Imam Ahmad, Mutasyabih dan orang yang menjadikan Allah punya tempat, kafir. Tuan lihat dalam kitab Hanabillah wa Ikhtilafuhum, perbedaan mereka dengan Salafi kontemporer. Lihat disana, tuan bisa dikafirkan malah oleh sebagian ulama Hambali.
Sidang jama'ah, kemudian apa kata Imam Syafe'i? Amantubillah tasybih, aku beriman dengan hal yang tidak bertasbih, menyerupai Allah, menyerupai makhluk. Amantubillah tasybih. Sidang jama'ah, Wasadaqtu bilal tamsil, itu Imam Syafe'i.
Terus bagaimana dengan Imam Abu Hanifah? Apa kata Imam Abu Hanifah, Manqala analillahi makana, siapa yang mengatakana Allah punya tempat, fahuwa musyabbih, dia menjadikan Allah menyerupai makhluk.
Terus bagaimana dengan Imam Malik? memakai hujjah Imam Malik, tidak pada tempatnya. Saya jelaskan, yang selalu jadi alasan, Hujjah Imam Malik. Tuan salah faham dengan Imam Malik, kata Imam Malik ketika ditanya, apa jawab beliau? "Al istiwa' ma'lum, wakaifiyat majhul, al iman bihi wajib, wa sual bid'ah." [6]
Apa artinya? Istiwa' maklum,[7] sudah kita maklumi, karena ada ayatnya. Ayatnya jelas dari Allah subhanahu Wata'ala, Al Qur'an, maklum. Wakaifiyat majhul,[8] bagaimana istiwa' nya majhul. Kalau tuan artikan Allah duduk, tidak majhul. Tapi ada tata caranya, berarti sudah jelas tata caranya, duduk. Imani ayat, Kaifiyat majhul, itu Imam Malik.
Al Iman wajib, wajib imani ayat ini, ayat wajib diimani. Terus, iman wajib. Soal bid'ah jangan tanya, jangan tanya bagaimana caranya. Tidak perlu tuan jawab 'duduk'. Terus Shalafus Shaleh yang mana lagi? Sahabat, tabi'in.
Saya bacakan kepada antum, ini karena waktunya singkat. Ini Ibnu Umar, apa kata Ibnu Umar? Sidang jama'ah yang dirahmati Allah, Innama yaqulu arrahmanu al azistawa', Sesungguhnya dikatakan oleh Allah, Allah Istiwa' di atas Arsy, Istawa' amruhu wa qudru atuhu. Amruhu, urusanNya, wa qudru atuhu, kudratNya. Bukan Allah secara zat duduk, tidak duduk hakikiyah.
----------
Baca Juga: Palestina | Gerakan Wahabi Salafi | Perbedaan Salafi dengan Ahlul Sunnah Waljama'ah
=============
Catatan kaki oleh admin:
[1] Asy'ariyah merujuk kepada Abu Hasan al Asy'ari (260-324 H/ 873-935M) yang merupakan tokoh ulama yang menegakkan kembali akidah Umat Islam melawan pemikiran Mu'tazilah. Mu'tazilah sendiri merupakan akar dari sekulerisme dan liberalisme di Eropa. Faham Mu'tazilah banyak dianut umat Islam di Andalusia.
[2] Maksudnya Imam Ahmad bin Hambal, pendiri Mazhab Hambali
[3] Muthasyabihat, ayat yang memiliki banyak kemungkinan makna sehingga perlu kemampuan yang mendalam untuk menemukan makna yang tepat. Lawannya ialah Muhkamat merupakan ayat yang secara maknanya jelas dan langsung bisa dipahami tanpa melalui ta’wil.
[4] wahabi meyakini bahwa istawa adalah duduk/semayam (Julus), padahal tidak ada salaf memaknai dgn makna Julus
[5] Dalam buku Ensiklopedi Islam Jilid I, dijelaskan arsy/ bisa diartikan sebagai takhta atau singgasana Tuhan. Hal ini berdasarkan kata dasar dalam bahasa Arab arsya, yang berarti bagunan, singgasana, istana, atau takhta. Arsy dengan pengertian tersebut banyak disebutkan dalam Alquran, seperti dalam surah at-Taubah ayat 129, surah Yunus ayat 3, surah al-Mu'minun ayat 86 dan 87, serta surah an-Naml ayat 26.
Arsy, menurut paham Ahlussunah waljamaah, adalah makhluk Allah yang tertinggi berupa singgasana seperti kubah yang memiliki tiang-tiang yang dipikul dan dikelilingi oleh para malaikat. Allah Ta'ala berfirman dalam Alquran, "Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung Arsy Rabbmu di atas (kepala) mereka." (QS al-Haaqah [69]:17)
Selengkapnya: republika.co.id
[6] الاستواء معلوم والكيف مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة
[7] Secara bahasa ma'lum artinya adalah "diketahui", sedangkan secara istilah fi'il ma'lum adalah fi'il yang fa'ilnya (pelakunya) diketahui karena disebut dalam kalimat, kalaupun tidak disebut dalam kalimat tapi sudah tersebut di kalimat sebelumnya (fa'ilnya biasanya disebut dengan dhamir mustatir/tersembunyi).
[8] Secara bahasa majhul artinya adalah "tidak diketahui", sedangkan secara istilah fi'il majhul adalah fi'il yang fa'ilnya (pelakunya) tidak diketahui, atau disembunyikan karena beberapa sebab tertentu, bisa karena pendengar sudah mengetahui siapa pelakunya (fa'ilnya), atau karena memang tidak tahu siapa yang melakukan, atau karena takut jika fa'ilnya disebutkan, atau bisa juga karena hinanya sang pelaku (fa'il) sehingga si mutakallim (pembicara) tidak menyebutkannya, atau bisa juga untuk memuliakan pelakunya sehingga mutakallim segan untuk menyebutkan fa'ilnya dan memilih untuk menggunakan susunan fi'il majhul, atau beberapa alasan lainnya. [Ctt no. 7 & 8 diambil dari; ummuzulkarnain.blogspot]
Kata kaifiyah berasal dari kata kaifa yang secara literal berarti bagaimana. Adapun secara istilah, para ahli bahasa mendefinisikan kata kaifa dengan beberapa ungkapan yang berbeda.
[9]