Tulisan Inyiak Canduang di atas kertas segel tentang Sumpah Satie Bukik Marapalam |
Harus di akui sumber primer Negarakertagama memang tidak menulis Sunda sebagai daerah vasal kerajaan Majapahit. Namun uniknya kerajaan Majapahit ini menyebrangkan pasukanya dalam meneruskan Dwipantara Kertanegara dari Singasari melewati Sunda, menuju Minangkabau.[1] Balatentara Majapahit Bersama Adityawarman menggabungkan negri itu dalam naungan Sri Bathara[2] Majapahit dengan pembagian kekuasaan yang disepakati bersama para datuk nagari-[nagari di] Minangkabau.[3] Agaknya catatan sejarah ini yg mendasari M. Yamin memilih gabung dengan pihak sebrang untuk mengusir Belanda.[4]
....*SUMPAH SATI BUKIK MARAPALAM*...
Pada bulan Sya’ban tahun 804 H (Maret tahun 1403 M) Yang Dipertuan Maharaja Diraja Minangkabau Tuanku Maharajo Sakti keturunan keempat Adityawarman bersama Pamuncak Adat Dt Bandaro Putiah di Sungai Tarab mengundang seluruh pemuka agama, pemuka adat dan ilmuwan umum di seluruh wilayah Dataran tinggi tiga gunung Merapi Singgalang dan Sago yang juga disebut wilayah luak nan tigo mengadakan pertemuan permusyawaratan menyatukan pendapat mengatur masyarakat di wilayah Kerajaan di Minangkabau ini di atas bukit Marapalam
Dalam pembukaan Tuangku Maharajo Sakti menyampaikan, “sudah waktunya kita sebagai pemuka wilayah inti kerajaan Di Minangkabau memikirkan kesatuan dan kemajuan kerajaan di Minangkabau.. Marilah kita bersama-sama memikirkan hal itu..”. Semua yang hadir bersepakat.
Tuangku Maharajo Sakti melemparkan pertanyaan mengenai pedoman apa yang dapat menjadi dasar hukum Kerajaan Minangkabau.
Dari Kelompok adat, dan dari Kaum Tua mengusulkan agar tetap berpedoman pada adat yang telah lama diterapkan, yaitu Adat basandi alua jo patuik alam takambang jadi guru..
Dari Kelompok Penguasa Militer yang kebanyakan berasal dari Jawa menyampaikan bahwa mereka mengikuti suara yang terbanyak
Dari Kelompok Umat Islam mengusulkankan agar diterapkan Adat Basandi sarak, sarak basandi kitabullah, sarak mangato adat mamakai, sarak nan kawi adat nan ladzim. Selanjutnya dari kelompok umat Islam juga mengusulkan agar sistem pemerintahan berdaulat umat (demokrasi) systemtigaisme (trilogy).. Minangkabau diperintah oleh 3 (tiga) Lembaga Raja yang terhormat (Rajo Nan Tigo Selo), yaitu Limbago Rajo Alam di Pagaruyuang, Limbago (Lembaga) Rajo Ibadat di Sumpur kudus dan Limbago Rajo Adat di Buo. Masing-masing Limbago Rajo merupakan limbago Ilmuwan (tenaga ahli) dipimpin oleh seorang rajo.. Pimpinan umum disebut Rajo Alam dipanggilkan Sulthan.. Tugas rajo nan tigo selo ialah menjelaskan dan menyempurnakan keputusan Marapalam.. Keputusan Marapalam dengan penyempurnaan dan penjelasannya disebut Undang Adat Minangkabau.. Selain itu rajo nan tigo selo menetapkan aturan pelaksanaan dan aturan yang belum ada dan diperlukan oleh masyarakat Minangkabau..
Sebagaimana telah diberlakukan lama, Minangkabau itu dibagi atas Minangkabau inti (al Biththah) dan Minangkabau rantau (Minangkabau az Zawahir).. Minangkabau al Biththah meliputi wilayah Dataran tiga gunung (tria arga), gunung Singgalang, gunung Marapi dan gunung Sago yang disebut Luak Nan Tigo, yaitu luak Tanah Data, Luak Agam, Luak 50 Koto.. Daerah di luar itu disebut Minangkabau rantau (az zawahir).. Di Minangkabau inti (Luak Nan Tigo) raja-raja Minangkabau tidak memerintah langsung (tidak memungut pajak), tapi hanya mengatur dan menjaga tidak ada peperangan di dalamnya.. Raja Minangkabau memerintah di rantau dengan mengirimkan perwakilan-perwakilan. Minangkabau inti menjadi pendukung Sulthan memerintah ke rantau..
Undang adat Minangkabau ditulis dalam rangkap delapan yang sama.. 3 rangkap masing-masing dipegang oleh Rajo Nan Tigo Selo, serta 4 rangkap dipegang masing-masing oleh Basa 4 balai, dan 1 rangkap dipegang oleh Tuan Gadang. Barang siapa yang ingin menyalin dapat menyalinnya dari salah satu yang delapan itu.. Dalam salinan itu disebutkan siapa yang menyalinnya dan dari undang adat yang mana dia salin.. Begitulah buku undang adat itu sampai ke nagari-nagari.
Hasil kesepakatan di bukit Marapalam tersebut disebut "Bai'ah Marapalam".
BAI’AH MARAPALAM/ UNDANG ADAT MINANGKABAU
(UNDANG UNDANG DASAR (UUD) KESULTHANAN MINANGKABAU DARUL QUORAR)
Bagian pertama
Pembukaan
Pasal 1
Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah..
Pasal 2.
Syara’ mangato, Adat mamakai, Syara’ nan Kawi, Adat nan ladzim.
Bagian kedua
Isi baiah
Pasal 3
1) Sumber hukum di Minangkabau ialah Al Qur’an, Hadits, Qiyas dan Ijma’..
2) Qiyas diambil dari zaman Khalifah Rasyidin..
3) Ijma’ adalah hasil kesepatan Limbago Rajo Nan Tigo Selo..
4) Ijmak pada tingkat Nagari atau dibawah M
inangkabau ialah hasil kesepakatan Tungku Tigo Sajarangan..
5) Kesepakatan ditetapkan secara musyawarah, bebas, tanpa adanya "manarah malantuang batu”..
6) Semua kesepakatan, peraturan dan keuangan harus ditulis..
Pasal 4
1) Pemerintahan Minangkabau terdiri dari Rajo Nan Tigo Selo, Basa IV Balai dan Tuan Gadang..
2) Rajo Nan Tigo Selo terdiri dari Rajo Alam di Pagaruyuang, Rajo Ibadat di Sumpur Kudus dan Rajo Adat di Buo..
3) Rajo Alam adalah pimpinan Limbago Ilmuwan umum, dan pimpinan Rajo nan tigo selo dipanggilkan Daulat Yang Dipertuan Sulthan..
4) Rajo Ibadat adalah pimpinan Limbago ilmuwan agama Islam..
5) Rajo Adat adalah pimpinan limbago ilmuwan adat..
6) Basa Ampek Balai (para menteri) terdiri dari Titah di Sungai Tarab, Kadhi di Padang Gantiang, Indomo di Saruaso, Makhudum di Sumaniak..
7) Titah merupakan pimpinan basa ampek balai..
(
. *Tuan Gadang di Batipuah merupakan penegak hukum (Kepala Polisi Negara), langsung dibawah Rajo Alam tidak berada dibawah Basa Ampek Balai.*..
9) Minangkabau memakai tulisan Arab dengan sistem khusus untuk bahasa Melayu/Minangkabau
Pasal 5
1) Minangkabau terdiri atas Nagari-Nagari nan mandiri..
2) Nagari mempunyai Pemerintahan dan kekayaan, dapat memungut bunga (pajak) dan membentuk badan usaha..
3) Nagari dan rakyat bapacik kapado Tali Tigo Sapilin.. Tali tigo sapilin ialah Syarak, Undang Adat Minangkabau dan Aturan.. Aturan ditetapkan dengan keputusan Rajo Nan Tigo Selo..
4) Pemerintahan Nagari terdiri dari Karapatan Nagari, Pamarintah Nagari dan Peradilan Nagari..
5) Karapatan Nagari terdiri dari orang orang yang mewakili Tungku Tigo Sajarangan, yaitu Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai..
6) Peradilan Nagari terdiri dari pandai hukum yang dipilih dari dan mewakili Tungku Tigo Sajarangan..
Pasal 6.
1) Nagari mulo dibuek, dari taratak menjadi dusun, dusun manjadi koto, koto bagabuang jadi Nagari..
2) Koto sekurangnya mempunyai empat suku..
3) Nagari dapat membelah diri menjadi beberapa Nagari; atau menggabung dari beberapa Nagari menjadi satu..
Pasal 7.
1) Peradilan Nagari bertugas menyelesaikan sengketa masyarakat dan memberi sangsi kepada anggota masyarakat yang melanggar Syarak, Adat Minangkabau dan Adat Salingka Nagari..
2) Peradilan Nagari tak boleh ikut melaksanakan tugas Pemerintah Nagari dan Kerapatan Nagari..
3) Hakim-hakim Peradilan Nagari tidak boleh merangkap jabatan menjadi anggota Kerapatan Nagari, Pemerintah Nagari dan atau Ketua, Manti (sekretaris), Bandaro (bendahara) Limbago Tungku Tigo Sajarangan..
4) Hakim Peradilan Nagari harus memenuhi persyaratan; keilmuan, kepribadian, keadilan dan kebersihan ..
5) Para hakim yang menyelesaikan sengketa, tidak boleh terlibat hubungan kekerabatan, hubungan ekonomi ataupun hubungan emosional lainnya dengan si mudai atau muda’alaih..
6) Proses penyelesaian sengketa dilaksanakan oleh paling banyak lima orang hakim yang didalamnya ada Niniak mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai ..
Pasal 8.
1) Kesalahan dikategorikan kepada salah ka Syarak, salah ka Undang Adat Minangkabau, salah ka Aturan, salah ka Adat Salingka Nagari dan salah ka Mamak..
2) Salah ka Undang Adat Minangkabau ialah melanggar Undang Nan Salapan (UNS)..
3) Ciri kesalahan dituangkan pada Undang nan Duo Baleh (UDB)..
4) Proses penyelesaian sengketa ditetapkan dengan Undang Nan Tujuah yaitu susua, siasek, usuit, pareso undang nan dilangga, suri nan kadiuleh dan cupak nan kadiisi..
5) Sengketa dapat berbentuk sengketa adat (sako jo pusako), sengketa syarak (faraidh dan munakahat), sengketa ekonomi, pidana dan atau pelanggaran ketertiban dan ketentaraman masyarakat..
Pasal 9.
1) Tambang ameh, bungo barang masuk dan kalua Minangkabau adalah hak dan kewenangan ke Sulthanan Minangkabau..
2) Kepemilikan tanah terdiri dari, Ulayat Nagari/Rajo, Ulayat Suku/Kaum/Penghulu, milik Pribadi/Faraidh, dan milik Wakaf.. Tidak setapakpun tanah yang tidak bermilik..
3) Ulayat Nagari ialah bumi, air dan kekayaan
alam yang ada di dalamnya.. Ulayat Nagari dipakai guna untuk kepentingan bersama masyarakat dan sebagai kekayaan cadangan Nagari.. Diatur dengan aturan sendiri..
4) Ulayat Rajo ialah Ulayat Nagari di perbatasan 2 atau 3 nagari yang kabur garis batasnya.. Ulayat Rajo diatur bersama oleh Nagari yang berbatasan..
5) Ulayat kaum/suku ialah tanah milik bersama anggota kaum/suku, guna kepentingan anggota kaum/suku itu sendiri.. Pusako manuruit kapado sako.. Diatur dengan aturan sendiri..
6) Tanah pribadi ialah tanah yang dibeli atau didapat atas pemberian orang atau didapat menurut hukum Faraidh.. Diatur dengan aturan sendiri..
7) Tanah faraidh ialah tanah peninggalan seseorang pribadi yang wafat atau harta faraidh yang belum dibagi..
*Tanah wakaf ialah tanah yang diwakafkan untuk kepentingan agama Islam diatur dengan hukum agama Islam, diurus oleh Alim Ulama*..
Pasal 10.
1) Kapalo Nagari bertugas memimpin dan mewakili Nagari..
2) Karena adanya tugas Kapalo Nagari mempunyai Hak Penghasilan dan Hak Wewenang..
3) Hak wewenang ialah mengurus keuangan dan mewakili serta menanda tangani surat-surat Nagari..
4) Bersama Kerapatan Nagari, Kapalo Nagari menerbitkan Adat Salingka Nagari..
5) Untuk pelaksanaan adat salingka nagari, Kapalo Nagari dapat menerbitkan Keputusan dan Peraturan Kapalo Nagari..
Pasal 11.
1) Pelaksana tugas dan kewenangan Kapalo Nagari ialah Perangkat Nagari yang terdiri dari Manti(Sekretaris), Bandaro (Bendahara), Paga Nagari(Keamanan), Cati (Pembangunan), Pendidikan, Kapalo Jorong /Korong/nama lain dan Kapalo Kaum sebagai pembantu Kapalo Jorong..
Pasal 12.
1) Kapalo Nagari dan perangkatnya harus memenuhi persyaratan kemampuan keilmuan, kepemimpinan, bersih (muthaharah) dari pelanggaran syarak, adat Minangkabau dan aturan..
2) Sehat jasmani, rohani, dan tidak cacat moral..
3) Sehat rohani ialah tidak pernah mengidap penyakit jiwa atau pemabuk, penjudi atau dipenjara lebih dari 3 tahun karena melakukan tindak pidana..
4) Cacat moral ialah pernah tertangkap basah melakukan perzinahan, mendekati zina dan berfahisah..
Pasal 13.
1) Setiap anggota masyarakat harus mengenal Tuhannya Yang Esa, mengetahui apa itu Iman, apa itu Islam dan syariat-syariatnya..
2) Untuk mencapai apa yang dimaksud pada ayat 1 pasal ini diadakan Surau Aso, Surau Kelarasan, Surau Nagari, Surau Jorong, Surau Kampuang dan Surau Kaum..
3) Sandi pendidikan ialah memperbaiki nan ado dalam jiwa dengan kitabullah dijadikan guru ..
Bagian ke 3.
Penutup
Pasal 14
1) Bai’ah Marapalam ini diwariskan kepada anak cucu..
2) Barang siapa yang meragukan atau menolaknya akan terkutuk dimakan sumpah biso kawi, kaateh indak bapucuak, kabawah indak baurek, ditangah digiriak kumbang, akan dapat bencana dari Allah..
3) Undang adat sebelumnya yang tak sesuai dengan syara’ dinyatakan jahiliyah tak dipakai lagi.
Pasal 15.
Bai’ah Marapalam ini akan diperjelas dan disempurnakan dengan Keputusan Limbago Rajo Nan Tigo Selo..
*Catatan penulis*
*Aslinya Baiah Marapalam ini hanya _mempunyai bahagian yaitu tiga mempunyai angka dan huruf dipinggir, tidak mempunyai fasal dan ayat._ .... Sesuai dengan angka dan huruf diubah menjadi fasal dan ayat oleh penulis _(H. Asbir Dt. Rajo Mangkuto)
==============
* Kata dalam [] ditambahkan admin
___________
Catatan kaki oleh Admin:
[1] Dalam setiap tulisan yang membahas naskah Negarakertagama dimaksud digunakan kata Melayu.
[2] Paduka Bhatara adalah raja bawahan Majapahit [Kompas.COM] || Paduka Bhatara Sri Rajasanagara ialah gelar dari pada Hayam Wuruk [Ruang Guru]
[3] Kami belum menemukan tulisan tentang pembagian kekuasaan dengan para datuk ini.
[4] Yamin memang tergila-gila dengan masa Hindu-Budha, pada masa sekarang termasuk Nuswantoro Sejati. Berbeda pandangan dengan sebagian besar orang Minangkabau bahkan sempat konflik dengan Hamka. Ia menolak PRRI.