Pengalaman berkecimpung dalam dua komunitas
FB Buya GUsrizal Gazahar - Yang pertama diisi oleh orang-orang yang bertabur gelar, mulai dari gelar kesarjanaan sampai gelar keulamaan. Anehnya, yang didapati adalah perseteruan dalam perebutan jabatan dan kekuasaan. Ganjal-mengganjal dan tungkai-menungkai seperti suatu pertunjukan kecerdasan dan kecerdikan.
Yang kedia diisi oleh orang-orang yang tak peduli dengan gelar dan himbauan. Menakjubkan, mereka sibuk berlomba berkarya untuk umat dan tak peduli dengan pangkat dan kekuasaan. Bahkan ketika ada yang menawarkan bangunan siap jadi (terima kunci sahaja) kepada saya. Orang-orang itu berkata "Biarlah kita bangun bersama walaupun dengan sedikit demi sedikit kelebihan rezki dari Allah S.W.T, agar semua kami bisa membantu dakwah buya dan kami juga meresa memilikinya bersama"
Dua pengalaman nyata itu terkadang menggoda nalar saya untuk menarik kesimpulan "Apakah ketinggian ilmu membuat orang menjadi rakus dan tamak dengan jabatan?"
Tentu saya tak berani menyimpulkan secepat itu karena saya juga melihat dengan mata kepala sendiri, seorang al Syaikh Shagr (Ketua Lajnah Fatwa Al Azhar) berdesakan naik kendaraan umum dan berdiri di tengah desakan penumpang bus sambil mengapit map lusuh dari bahan kertas kasar. Ketika ditawarkan duduk oleh mahasiswa malah beliau berkata "Biarlah saya berdiri karena semenjak tadi saya sudah penat duduk"
Namun sampai saat ini, pertanyaan "Kenapa ketinggian ilmu tidak seiring dengan kedalam pemahaman bahwa yang diperebutkan di dunia ini hanyalah 'aradhun zail" (sesuatu yang tiba dan pergi begitu sahaja) dan tak ada yang kekal?" tetap sahaja menggelayut dalam deretan pertanyaan yang belum terjawab.
Entahlah.. itulah jawaban sementara yang tak pernah memuaskan.
Namun di malam ini, saya membaca suatu ungkapan lama yang mungkin bisa menjadi jawaban pertanyaan itu, yakni:
Mereka semua (kedua komunitas itu) telah belajar walaupun di tempat yang berlainan. Keduanya mungkin sama sukses menimba ilmu tapi mereka tidak sama berhasil dalam melalui ujian.
Sehingga benarlah apa yang dikatakan ungkapan itu "Dihari ujian, seseorang bisa dimuliakan atau menjadi terhina"
Dan ternyata Allah S.W.T juga melakukan ujian itu untuk membuktikan kebenaran yang telah diperoleh selama ini agar mereka benar-benar sampai kepada hakikat ilmu tersebut.
Bila tidak hati-hati, tidak sedikit orang yang mengaku berilmu ternyata hanyalah pemilik kebodohan yang berbalut gaya seorang ilmuan. Perhatikanlah isyarat ayat ini;
فَاِذَا مَسَّ الْاِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَاۖ ثُمَّ اِذَا خَوَّلْنٰهُ نِعْمَةً مِّنَّاۙ قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ ۗبَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
Artinya:
Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui"
(Al Qur'an, Surat Al Zumar (39) Ayat. 49)
Wallahu'alam