Sc melayu raya
Disalin dari kiriman FB Kabut Senja
Catatan Kaki oleh admin:
[1] Tidak terdapat nama Sang Sapurba dalam literatur Minangkabau, sosok ini dikaitkan melalui tafsir terhadap isi Tambo. Selain karya sejarah, Tambo Minangkabau juga merupakan karya sastra, layaknya karya sastra Melayu lainnya, sastra Minangkabau dipenuhi kode dengan makna terselubung (tersirat, tersuruk).
[2] Nama Adityawarman juga tidak terdapat dalam literatur Minangkabau (Tambo), melainkan hanya tafsiran atas isi Tambo yang penuh dengan makna tersirat.
[3] Belum pernah bersua dengan versi yang satu ini, menurut sejarah yang selama ini diedarkan para ahli. Adityawarman merupakan Orang Melayu (half blood) dari Dara Jingga dan seorang perwira Singasari, versi lain mengatakan kalau ayahnya juga Raden Wijaya. Menurut Adat Resam Melayu (puak Minang) maka ia merupakan seorang Melayu. Ibunya ialah Dara Jingga kakak dari Dara Petak (Ibu dari Jayanegara, Raja Majapahit) dan datuknya ialah Raja Melayu yang bernama Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa. Mereka merupakan salah satu keluarga dari kedatuan Sriwijaya. Meniti karir di Majapahit dan menjadi sosok yang sangat diperhitungkan dalam suksesi kerajaan. Kemudian Adityawarman "dipaksa" pulang dari Majapahit karena cemas dengan pengaruhnya yang semakin menguat. Kembali ke Melayupura (Dharmasraya sekarang), dan mulailah konflik antara pusat dan daerah yang akan diwariskannya hingga berabad-abad kemudian.
[4] Sebaiknya kita sama-sama mempelajari sumber yang didapat oleh penulis, karena dari sumber yang ada tidak didapat nama Sang Sapurba sebagai anak dari Adityawarman. Anaknya bernama Ananggawarman. Kita juga tidak mengetahui siapa orang tua dari Sang Sapurba, kalau kita pakai pendapat Minangatamvan ialah Minangkabau maka kemungkinan ibunya seorang Melayu. Dan kalau kita pakai lagi pendapat kalau ia merupakan anak dari Adityawarman yang halfblood maka Sang Sapurba bukan Melayu-Jawa melainkan 75% Melayu karena ibunya Melayu dan ayahnya campuran Melayu-Jawa.
[5] Berarti masa Sang Sapurba (Pramesewara) menjadi raja di Palembang sama dengan masa ayahnya ketika mendirikan Kerajaan Pagaruyuang. Palembang tidak pernah menjadi bawahan Pagaruyuang atau Minangkabau, hubungan Minangkabau dengan wilayah Melayu lainnya merupakan hubungan kekerabatan, bukan 'penakluk' dan 'ditaklukan', karena tak ada istilah penaklukan dan yang ditaklukan dalam literatur Minangkabau. Hubungan mereka ialah Perserikatan Kerajaan Melayu dengan Raja Alam di Minangkabau sebagai kepalanya. Tidak ada UPETI yang mesti disembahkan kepada Pagaruyuang. Yang ada ialah Emas Manah yang tidak dihantar melainkan dijemput oleh raja atau perwakilannya. Dan apabila tidak memberi bukan berarti pemberontakan. Emas Manah diberikan sesuai kemampuan/keadaan masing-masing kerajaan.
[6] Kami rasa perlu penjelasan lebih mendalam tentang "tewas" dan "melarikan diri". Mungkin karena perbedaan langgam berbahasa.
[7] Apabila merujuk kepada Adityawarman maka ia seorang penganut Budha aliran Vajrayana atau lebih dikenal dengan Tantrayana dan masih dalam ajarana Mahayana. Dikatakan juga kalau ia juga penganut Siwa-Budha sebagaimana yang banyak dianut bangsawan Majapahit.
[8] Silsilah ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.