Ilustrasi Gambar: tribun pekan baru |
Lewat sejarah kita mengenal PDRI
Saiful Guci - Sehari sesudah dideklarasikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) berdiri 22 Desember 1948 di Halaban, atau hari Kamis pagi tanggal 23 Desember 1948 pihak intelijen melaporkan bahwa pasukan Belanda sedang bergerak dari Bukittinggi menuju Payakumbuh. Bila Belanda berhasil menduduki kota Payakumbuh dan mengetahui kedudukan PDRI di Halaban, besar kemungkinan tokoh-tokoh PDRI akan tertangkap. Komodor Udara Soejono yang sudah diangkat sebagai Kepala Staf AURI PDRI menemui Mr.Syafruddin Prawiranegara dan lain-lain dan menyarankan. "Saya tidak setuju Tuan-tuan tetap berada di Halaban ini. Kalau Belanda tidak tahu, ya tidak apa. Tempat ini bisa dicapai Belanda hanya dalam tempo sekitar sepuluh atau dua belas jam saja." Soejono menyarankan agar rombongan PDRI berangkat ke daerah Kampar, Riau.
Saran Soejono disetujui oleh Mr.Syafruddin Prawiranegara. Akan tetapi, tidak semua tokoh PDRI bersedia mengungsi ke Kampar. Sebuah rombongan yang dipimpin oleh Mr.Mohammad Rasyid mengungsi ke Kototinggi, masih dalam daerah Kabupaten Lima Puluh Kota. Selain sebagai menteri dalam kabinet PDRI, Mr.Mohammad Rasyid masih memegang sebagai Residen Sumatera Barat. Jabatan terakhir itulah yang menyebabkan ia merasa perlu tetap berada di daerah Sumatera Barat.
Rombongan yang dipimpin oleh Mr.Mohammad Rasyid Menteri Keamanan, merangkap menteri Sosial, Pembangunan Pemuda dan Perburuhan dalam Kabinet PDRI, hijrah ke Koto Tinggi, sebuah nagari perbukitan lewat wilayah Suliki (sekarang Kecamatan Gunuang Omeh), yakni arah utara Payakumbuh. Meskipun nagari ini berada dalam suatu lokasi sentral ( dapat dicapai via Kamang, Palupuah, dan Bonjol ), mereka merasa bahwa karena dikelilingi oleh bukit-bukit karang yang sukar ditempuh, menyebabkan daerah ini dianggap relatif aman. Bersama dengan Khatib Sulaiman dan Anwar Sutan Saidi, Mr. Muhammad Rasyid sampai di Koto Tinggi hari Jumat 24 Desember 1948.
Sehubungan telah banyak jembatan yang di putus dan jalan di halangangi oleh pohon kayu yang ditebang Mr. Muhammad Rasyid menuju Koto Tinggi melewati Subarang Aie ke Taram terus melewati Lubuak Batingkok dan sampai di Nagari Simalangang.
`
Dari Catatan Bahar Djaka yang mengikuti perjalanan M.Rasyid sejak dari Simalanggang menuturkan, mereka berempat bersama temannya dari Bukittinggi (Nazwir, Syahbuddin dan M.Tamin) bertemu dengan rombongan M.Rasyid dan rombongan Effendi Noer Sekretaris II DPD dirumah Amir.Dt.Mangiang di Nagari Simalanggang. Terlihat tidak begitu banyak anggota rombongan yang mengikuti Mr. Muhammad Rasyid`, tidak terlihat para pegawai yang biasa mengelilingnya. Di rumah Amir Dt, Mangiang mendapat pembagian jacket, handuk kecil dan sepasang sepatu karet.
Pada tanggal 23 Desember 1948, Belanda telah menduduki Kota Payakumbuh, maka rombongan perjalanan melanjutkan ke Suliki melewati Danguang-Danguang dan Limbanang yang telah banyak para pengungsi yang berdatangan dari berbagai daerah. Dalam catatan C.Israr di Limbanang rombongan Mr.Mohammad Rasyid bertemu pula dengan rombongan Letkol Dahlan Ibrahim-Mayor A.Thalib, Mayor M.Syafei, Kapten Nurmatias dll untuk bersama sama ke Suliki.
Di kewedanaan Suliki keadaan lebih baik. Wedana Arisun Sutan Alamsyah masih dapat mengatur roda pemerintahan. Arisun Sutan Alamsyah , ia tamatan AMS dan guru Training College. Pada tahun 1947 dalam usia 40 tahun ia diangkat menjadi Wedana Suliki.
Wedana Suliki Arisun Sutan Alamsyah melaporkan situasi kewedanaan Suliki yang didampingi oleh Panglima Teritorial. “Suliki akan kita kosongkan. Akomodasi dan supply untuk pak Residen dan staf sudah disiapkan di Koto Tinggi Gunuang Omeh. Daerah itu cukup strategis. Pak Dahlan Ibrahim sudah meninjau daerah itu, dan kepada Pak Dahlan Ibrahim dipersilakan memberikan keterangan lebih lanjut ” Ujar Arisun Sutan Alamsyah.
Kemudian Dahlan Ibrahim memberikan penjelasan kepada Mr. Muhammad Rasyid Residen Sumatera Barat “ Pertahanan kita berada di lampasi 4 km dari Kota. Jarak Payakumbuh ke Koto Tinggi 43 km. Pada beberepa tempat, seperti di Limbanang dan Kurai jalannya sedang di hancurkan. Dari Koto Tinggi ada jalan Gerilya ke Palupuah, Bonjol dan Kamang. Dan nanti di Pua Data kita tempatkan pemancar radio yang diangkut dari Bukittinggi.” Terang Dahlan Ibrahim.
“ Baiklah !, kita segera ke Koto Tinggi. Dengan terbentuknya PDRI. Ada perobahan dalam pemerintahan. Semuanya bersifat Militer. Mengenai pertahanan rakyat, pak Arisun Sutan Alamsyah akan terima perintah-perintah dari Pak Dahlan Ibrahim” ujar Mr. Muhammad Rasyid.
Kemudian terdengar gelak tawa dari Dahlan Ibrahim” hahaha saya akan perintah pak Arisun Sutan Alamsyah” ujar Dahlam Ibrahim.
“kenapa tertawa ?” Tanya Mr. Muhammad Rasyid `kepada Dahlan Ibrahim.
“Pak Arisun Sutan Alamsyah ini guru saya di Training College, saya alumni sana. Tak mungkinlah saya akan memerintah beliau” ujar Dahlan Ibrahim.
“ oo begitu yaa, dahulu murid sekarang panglima. Dan itulah kebahagian seorang guru” ujar Mr. Muhammad Rasyid`.
“ Benar pak Residen, Seorang guru akan merasa bahagia. Melihat bekas muridnya berhasil mencapai kedudukan yang lebih tinggi dari dia sendiri “ jawab Arisun Sutan Alamsyah.
Kemudian dalam kembali dalam catatan Bahar Djaka, menjelaskan pada jam 04.00 subuh. Bahar Djaka saat melapor kepada Residen yang saat itu masih berkumpul di Kantor Wedana Suliki. Dalam suasana di luar gelap gulita dan dalam ruangan hanya ada penerangan lampu minyak tanah. Bahar Djaka di suruh mengetik Surat Perintah yang isinya :” Di perintahkan kepada Bahar Djaka, Nazwir, dan Sjahbuddin untuk secepatnya pergi menuju salah sebuah surau kepunyaan Inyiak Sjech Abbas Padang Japang, dimana disana sedang disembunyikan keluarga Gubernur Sumatera ( Mr.T.M Hassan) beserta keluarga Residen Sumatera Barat Mr.St.M.Rasyid., Supaya dilakukan pengamanan disekeliling tempat persembunyian, melakukan pengawasan dan pengawalan; menjaga supaya jangan sampai diketahui oleh kaki-kaki tangan Belanda; sejauh yang diperlukan minta bantuan tentera atau barisan perjuangan rakyat; perintah supaya dikerjakan dengan baik, sampai ada perintah selanjutnya; Dikeluarkan di suatu tempat di Sumatera Barat , Pada Tanggal 23 Desember 1948 ditandatangai oleh Dewan Pertahanan Daerah. Ketua. (Mr. Muhammad Rasyid)
Pada buku Republik Indonesia Propinsi Sumatera Tengah dijelaskan , bahwa : Mr. Muhammad Rasyid yang masih menjabat Residen Sumatera Barat, dengan adanya perang gerilya ini , maka secara otomatis menjadi ketua Dewan Pertahanan Daerah (DPD) Sumatera Barat. Dari Koto Tinggi bersama pegawai¬ pegawai lain, dan dari situlah diteruskan pemerintahan keseluruh Sumatera Barat.
Sebelum berangkat menuju ke Nagari Koto Tinggi. Residen Mr. Muhammad Rasyid membuat sebuah instruksi kilatnya yang pertama DPD Sumatera Barat menginstruksikan kepada seluruh Bupati dan Wedana di Sumatera Barat bahwa kedudukan Pemerintah adalah bersifat mobil dan bergerak kemana-mana. Anggota anggota DPD. Sumatera Barat, Badan Executief dan beberapa pemimpin rakyat ikut bersama serta. Segala berita-berita dan instruksi di-sampaikan dengan perantaraan kurir dan diminta supaya tiap-¬tiap Wedana yang menerimanya akan menyampaikannya kepada Wedana yang terdekat dengan cepat dan demikianlah seterusnya. Ditegaskan lagi bahwa dengan ini diulangi lagi instruksi yang lalu bahwa para Wedana mengetuai Markas Pertahanan Rakyat Kecamatan (MPRK) dikewedanaannya dan dalam keadaan perhubungan terputus mempunyai kekuasaan DPD. Sumatera Barat. Sebagai biasanya pada instruksi-instruksi gerilya itu dibawah¬nya dikatakan : Dikeluarkan di suatu tempat di Sumatera Barat , Pada Tanggal 23 Desember 1948. Dewan Pertahanan Daerah. Ketua. (Mr. Muhammad Rasyid)
Instruksi yang dikeluarkan disatu tempat di Sumatera Barat ini, mempunyai kekuatan yang sanggup menggenggam semangat perjuangan rakyat pada masa itu, walaupun dalam keadaan se¬sulit-sulitnya moral dan materil, tokh rakyat masih dapat melihat adanya pimpinan perjuangan berupa Pemerin-tah yang mengatur dan memerintah menuju kemenangan peperangan kemerdekaan. Segelap-gelapnya hari, sekelam-kelamnya alam perjuangan, tokh masih ada satu bintang yang bercahaya, yang pimpinannya dapat dipedomani oleh rakyat !
Dewan Pertahanan Daerah (DPD) ini adalah instansi yang tertinggi dimasa perang, yang jika kita melihat riwayatnya adalah didirikan pada tanggal 28 Juni 1946 dengan Dekrit Presiden yang mengumumkan keadaan bahaya diseluruh Indonesia. Dalam pasal 4 dari Undang-undang tentang keadaan bahaya ini dinyata¬kan, bahwa jika seluruh negara dinyatakan dalam bahaya, maka ditiap tiap keresidenan dibentuk satu Dewan Pertahanan Daerah (DPD) yang diketuai oleh Residen. Wakil ketuanya seorang Opsir didaerah itu yang ditunjuk oleh Panglima Besar, dan anggota¬-anggotanya dua orang anggota Executief DPR. Daerah dan tiga orang wakil dari organisasi-organisasi rakyat. Pada tanggal 6 Juli 1946 dibentuklah DPD. Sumatera Barat yang merupakan, suatu Badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi didaerah, sebagai satu pemusatan (konsentrasi) tenaga dan pemaduan kekuatan antara pemerintah, tentera dan rakyat. Susunannya semula adalah: Ketua Residen Sumatera Barat Dr. M. Jamil, Wakil Ketua Divisi Kom: Kol. Dahlan Jambek, 2 orang anggota executief Saudara Mr. Muhammad Rasyid, Dr. A. Rahim Usman, dan 3 orang wakil organisasi yaitu Saudara-saudara Duski Samad, Bachtarruddin, dan Abdullah. Susunan ini dalam perjalanan keadaan berubah-rubah, dengan bergantinya Residen, Divisi Komandan, dan anggota Executief, tetapi DPD tetap dalam keadaannya, suatu badan pemusatan kekuasaan antara Pemerintah tentera dan rakyat di Sumatera Barat. Sedangkan susunannya pada masa Belanda menyerang itu adalah : Ketua Residen Mr. St. M. Rasyid, Wakil Ketua Let. Kol. Dahlan Ibrahim, anggota dari Executief Dr. Ali Akbar dan Orang Kajo Ganto Suaro, dari organisasi rakyat Abdullah, Bachtaruddin dan Haji Sirajuddin Abbas.
Residen beserta rombongan pada hari Jumat tanggal 24 Desember 1948 berangkat menuju Nagari Koto Tinggi dan berkantor di sana. Di kewedanaan Suliki sudah berada pula tokoh-tokoh pemimpin masyarakat seperti : Buya Hamka ketua Front Nasional. Dt.Simaradjo Ketua MTKAAM dan S,J.Sutan Mangkuto Ketua Muhammadiyah kemudian datang pula rombongan Mr.Tengku Muhammad Hasan.
Catatan sejarah ini dipersembahkan buat Masyarakat Nagari Koto Tinggi Gunuang Omeh dalam rangka menyusun Buku “Peranan Masyarakat Koto Tinggi Pada Masa PDRI” yang diprakarsai oleh Imam Hipa
Pulutan 4 Juli 2022
H.Saiful.SP