Ilustrasi Gambar: kampus office |
Salah satu debat yang tak berkesudahan terkait Minangkabau ialah ketiadaannya Tulisan Minangkabau. Banyak yang mencemooh "Kalau memang kebudayaan Minangkabau itu yang tertua, kenapa tak ditemukan tulisan Minangkabau?" atau "Kenapa di Minangkabau tak ada tulisan? di kami sudah diketemukan tulisan asli kami?" Demikianlah kira-kira.
Sebagai tambahan informasi bagi kita, pada beberapa kelompok budaya - yang di Indonesia disebut etnis - telah ditemukan tulisan yang diduga produk dari kebudayaan mereka.[1] Diantaranya ialah;
- Tulisan Rencong yang merujuk pada aksara Surat Ulu yang digunakan di Ulu, Kerinci (Surat Icung), Bengkulu dan Sumatera Selatan (Surat Bengkulu), dan Surat Lampung,
- Aksara Batak seperti yang terdapat di Surat Batak
- Aksara Lampung
Sangat menarik sebenarnya apabila kita perhatikan bahwa Minangkabau, Aceh, dan Riau serta wilayah Puak Melayu lainnya tidak memiliki tulisan yang lahir dari kebudayaan asli mereka. Dan kita sama-sama tahu, Islam kuat di wilayah tersebut.
Namun sesungguhnya sudah pernah dikemukakan (ditemukan) bahwa Minangkabau juga memiliki tulisan. Tulisan tersebut ditemukan didua nagari yakni Pariangan dan yang kedua di Nagari Sulit Air. Namun tulisan yang ditemukan di kedua nagari itu berbeda satu sama lainnya.[2]
Sayangnya penemuan ini tidak begitu viral dan banyak dibicarakan oleh orang. Dan entah sudah sampai mana kajian atau penelitian yang dilakukan terhadap kedua tulisan tersebut. Namun yang pasti, tradisi lisan lebih membudaya di Alam Melayu yang terkenal dengan tingginya nilai sastra lisan mereka. Dan Di Minangkabau, pewarisan nilai dalam bentuk prosa dapat ditemukan dalam tradisi Bakaba, Basaluang, Barabab, Barandai, dan lain sebagainya. Melalui produk budaya berbentuk tradisi lisan tersebut, penyampaian maksud dan tujuan lebih terasa dan sampai ke tujuan.[3]
Tulisan yang menjadi tulisan resmi di Minangkabau ialah Tulisan Arab Melayu atau di Puak Melayu lain dikenali dengan nama Tulisan Jawi sedangkan di Jawa dikenali dengan nama Arab Gundul. Semua naskah adat Minang ditulis menggunakan tulisan Arab Melayu serta menggunakan Bahasa Melayu.[4]
Akan halnya dengan temuan purbakala masa Pra Islam yang ditemukan di Minangkabau, dimana orang Minang acuh tak acuh,[5] demikian pula halnya dengan huruf yang katanya Aksara Minangkabau ini. Orang Minangkabau lebih bangga dengan Tulisan Arab Melayu yang meluas pemakaiannya dan hampir semua orang Minangkabau (pada masa dahulu sebelum abjad Latin menjadi abjad resmi) pandai membacanya. Karena digunakan dalam menulis dokumen, surat menyurat, dan lain sebagainya.
Pada masa sekarang sudah ada usaha untuk mengangkat sejarah dan budaya jahiliyah masa Pra Islam, dengan menjadikannya sebagai Warisan Agung Leluhur. Hal mana mendapat sambutan sangat besar di Pulau Seberang namun tidak di Minangkabau. Orang Minangkabau telah lebih dua ratus tahun nan silam mengalami dialektika antara adat dan agama dan telah mencapai Konsesus Final yakni dengan falsafah "Adat Basandi Syara' - Syara' Basandi Kitabullah"
Orang Minangkabau mengetahui dan mempelajari bahwa sebelum Islam datang, kehidupan pendahulu mereka jauh dan tidak bersesuaian dengan Syari'at Islam. Falsafah mereka dahulunyapun bukan; Adat Bersendi Syarak - Syarak Bersendi Kitabullah. Namun rangkaian sejarah tersebut tidak disembunyikan melainkan terus disampaikan. Sehingga dampak negatif dari pengungkapan masa lalu itu tidak begitu terasa. Dalam Syari'at sudah dijelaskan "Dan apakah engkau akan kembali menjadi kafir setelah Allah menjadikan engkau beriman"[6]
Minangkabau telah menerima Islam dan Syari'atnya dan menjadikannya sebagai Hukum Azali dalam Hukum Adat mereka.[7] Segala jenis hukum, adat, kebiasaan, dan lain sebagainya yang bertentangan dengan Hukum Syari'at dibuang dan tak dipakai lagi. Sedangkan yang bersesuaian dipertahankan hingga masa kini.
Segala adat kebiasaan lama tersebut masih kita dapati dalam hikayat-hikayat lama, sebut sahaja Hikayat Cindua Mato, Rancak Dilabuah, dan lain sebagainya. Orang Minangkabau dengan dialektikanya dapat membandingkan dan mencari tahu. Bahwa sesungguhnya hukum adat mereka merupakan konsesus bersama. Dan konsesus terakhir bersifat final dan tidak boleh diubah hingga akhir masa.[8]
Maka dari itu orang Minangkabau tidak begitu peduli dengan cemoohan para penganut budaya jahiliyah (nusantara) tentang tiadanya tulisan asli mereka. Justeru lebih baik dan bagus sekali apabila tidak diketemukan tulisan ataupun berbagai peninggalan masa pra Islam di Minangkabau. Karena dapat menjadi fitnah bagi anak kamanakan dikemudian hari. Fitnah mana tengah berlaku di pulau seberang pada masa sekarang ini.
Hal mana pernah berlaku dimasa kolonial, disaat Comendur Westeneck (Si Teneng)[9] menggelar Pakan Malam di Bukittinggi. Dengan dalih mengangkat kesenian Anak Negeri, ia menggelar judi dan membebaskan minum tuak. Tatkala diprotes oleh orang Minangkabau ia menjawab "Saya hanya mengangkat kesenian Anak Negeri" Serupa tapi tak sama dengan yang berlaku pada masa ini.
Banyak orang, baik itu orang luar, para peneliti, bahkan yang mengaku keturunan Minangkabau berteriak-teriak "Agama orang Minangkabau dahulu itu Hindu-Budha!!"[10]
Pernyataan yang penuh dengan keputus asaan, mereka marah kenapa orang Minangkabau di kampung halaman itu begitu keras kepala. Mereka kesal kenapa Islam begitu kuat di Minangkabau, kenapa Islam begitu mendominasi, kenapa ulama yang telah dinyatakan radikal oleh pusat kekuasan justeru dipuja-puja di kampung halaman mereka.
Tidak ada agama yang bernama Hindu Budha, yang ada ialah agama Hindu dan Budha. Di Sumatera Barat, berdasarkan termuan dan kajian 'para ahli' Budha merupakan agama yang pernah singgah di Minangkabau. Konon kabarnya Adityawarman - yang dinyatakan para ahli pendiri Pagaruyuang - merupakan penganut Mahayana atau ada juga yang menyebutnya dengan Tantrayana.[11]
Di Luhak Agam juga ditemukan sebuah nagari yang bernama Biaro Gadang, namun sayangnya tak diketemukan tinggalan arkeologis yang mengarah ke tinggalan vihara. Kalaupun ada, tentulah telah bertepuk tangan dan diviralkan oleh para SEPILIS guna mengukuhkankan ke kafiran nenek moyang orang Minangkabau dahulunya. Sehingga menjatuhkan mental dan ghirah keislaman orang Minangkabau.
Kini Sumatera Barat dan Minangkabau menjadi objek yang sangat seksi sekali untuk dibully, dicaci-maki, dicemooh, singkat kata dieksploitasi setiap seginya. Berpulang kepada orang Melayu di Minangkabau ini apakah kuat atau tidak mental dan iman mereka dalam menghadapi orang-orang jahiliyah ini.
------------------
Catatan Kaki:
[1] Sebenarnya berbagai tulisan tersebut sesungguhnya merupakan turunan atau varian lain dari aksara yang dikembangkan di India. Selengkapnya silahkan baca DISINI
[2] Silahkan klik DISINI
[3] Untuk lebih jelasnya silahkan baca DISINI
[4] Bahasa Melayu tidak seragam dan tidak mesti merujuk ke Bahasa Melayu Riau. Bahasa Melayu itu beragam dan bermacam-macam dialeknya. Termasuk Bahasa yang dipakai di Indonesia sekarang, sesungguhnya ialah Bahasa Melayu.Di Minangkabau orang Minang apabila bercakap mereka menggunakan Bahasa Minangkabau yang bermacam-macam dialeknya sedangkan apabila menulis mereka menggunakan Bahasa Melayu.
[5] Beberapa orang dari Lembaga Pemerintah yang menangani Peninggalan Purbakala ini mengeluhkan atas sikap acuhnya orang Minang tersebut. Padahal kalau di Pulau Seberang, sebuah penemuan yang berasal dari masa Pra Islam akan menjadi viral dan mendapat banyak perhatian. Mereka menghubungkan dengan kuatnya orang Minangkabau terhadap Islam sehingga memandang remeh dan rendah temuan arkeologi masa Pra Islam.
[6] Ų§ِŁَّ Ų§ŁَّŲ°ِŁْŁَ Ų§ٰŁ َŁُŁْŲ§ Ų«ُŁ َّ ŁَŁَŲ±ُŁْŲ§ Ų«ُŁ َّ Ų§ٰŁ َŁُŁْŲ§ Ų«ُŁ َّ ŁَŁَŲ±ُŁْŲ§ Ų«ُŁ َّ Ų§Ų²ْŲÆَŲ§ŲÆُŁْŲ§ ŁُŁْŲ±ًŲ§ ŁَّŁ ْ ŁَŁُŁِ Ų§ŁŁّٰŁُ ŁِŁَŲŗْŁِŲ±َ ŁَŁُŁ ْ ŁَŁَŲ§ ŁِŁَŁْŲÆِŁَŁُŁ ْ Ų³َŲØِŁْŁًŲ§ۗ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman lalu kafir, kemudian beriman (lagi), kemudian kafir lagi, lalu bertambah kekafirannya, maka Allah tidak akan mengampuni mereka, dan tidak (pula) menunjukkan kepada mereka jalan (yang lurus). (QS An Nisa: 137)
[7] Terdapat empat jenis Adat (Hukum) di Minangkabau; 1) Adat Nan Sabana Adat, 2) Adat Nan Diadatkan, 3) Adat Nan Teradat, 4) Adat Istiadat. Adat Nan Tiga (No.2-4) sifatnya dapat berubah sesuai dengan keadaan zaman, seperti yang diungkapkan "Sakali aia gadang, sakali tapian barubah". Namun Perubahan tersebut tidak bertentangan dengan Adat Nan Partamu yakni Adat Nan Sabana Adat. Adapun yang dimaksud dengan adat yang pertama tadi ialah "Adat Bersendi Syara' - Syara' Bersendi Kitabullah" singkat kata Hukum Syari'at. Segala perubahan yang terjadi dalam adat tidak boleh bertentangan dengan adat yang pertama. Karena adat yang pertama bersifat tetap, tidak berubah. Kalau ada yang mengubahnya maka kafirlah ia, bukan lagi orang Minangkabau.
[8] Sebelum Gerakan Kaum Putih atau lebih dikenal dengan Paderi, sisa-sisa adat jahiliyah pra Islam masih belum tuntas ditinggalkan. Dan sebagiana golongan orang Minangkabau merasa berat untuk meninggalkannya. Hal sama juga pernah berlaku di masa Rasulullah dahulu, Pakcik beliau Abu Thalib mengakui kebenaran Islam namun merasa berat meninggalkan adat kebiasaan lama peninggalan orang dahulu yang bertentangan dengan Hukum Syari'at. Paderi yang kemudian mengubah dan mempertegas batasan antara Haq dan Bathil hingga akhirnya tercapailah konsesus final tersebut.
[9] Lois Constant Westenenck biasa disingkat L.C. Westenenck merupakan seorang Controleur yang dalam lidah orang Melayu di Minangkabau menjadi Kemendur sedangkan Westenenck dipanggil Si Teneng. Controleur merupakan nama jabatan yang mengepalai Afdeeling di masa Kolonial Belanda. Si Teneng menjadi Kemendur di Oud Agam atau Agam Tuo yang ibu kotanya ialah Bukit Tinggi. Tangan Si Teneng berlumuran darah orang Minangkabau, ialah yang membantai orang Kamang pada saat Perang Pajak 1908. Pada tahun yang sama ia menggelar Pakan Malam di Bukit Tinggi dimana berbagai kesenian dan budaya daerah ditampilkan disana. Tidak hanya kesenian dan budaya dari Minangkabau melainkan dari luar Minangkabau ditampilkan juga. Seperti dari Jawa, Batak, dan Mentawai.
[10] Terkait hal ini, para pemuka adat di Minangkabau telah menjelaskan asal usul orang Minangkabau, silahkan klik DISINI dan DISINI
[11] Tentang Adityawarman akan diteliti ulang oleh beberapa orang ahli, selengkapnya silahkan klik DISINI