Gambar Ilustrasi: Antara |
"Jangat Salah Niat"
Disalin dari kiriman FB Buya Gusrizal Gazahar
A. Bangunlah dia untuk mengharapkan ridhâ Allah swt.
Fungsi masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, merupakan suatu yang telah disepakati (Mujma' 'alaih). Allah swt berfirman :
{فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ} [النور : 36]
"Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang". (QS. al-Nur 24:36)
Ayat di atas merupakan salah satu sandaran ijma' tersebut. Karena itu, membangun sebuah masjid dan menyiapkan fasilitasnya untuk beribadah bagi umat Islam adalah tujuan utama yang diperintahkan oleh Allah swt sebagaimana sebelumnya telah diperintah Allah swt kepada Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as terkait al-Masjid al-Haram. Ini bisa dilihat dalam firman Allah swt ayat 125 surat Al-Abaqarah.
Fungsi utama bangunan masjid ini selama dia ditetapkan sebagai "Masjid", tidak boleh bergeser karena tujuan-tujuan lain. Keberadaannya di lokasi wisata, tentu tidak boleh menghilangkan fungsi tersebut.
Membangun masjid dengan tujuan sebagai objek komersil pariwisata adalah kekeliruan dalam niat semula (apabila memang demikian adanya) bahkan dengan tujuan pariwisata tanpa komersil pun, sangat harus diwaspadai karena adanya peringatan Rasulullah saw:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِي الْمَسَاجِدِ
"dari Anas sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda, "Tidak terjadi hari kiamat sehingga orang membanggakan diri di masjid." (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Waspadalah !
Jangan sampai keindahan bangunan masjid hanya sebatas kebanggaan semata sedangkan dia terjauh dari fungsi utamanya!
Bagi siapa saja yang terlanjur bertujuan demikian baik pribadi maupun institusi, bertaubatlah kepada Allah swt !!!
Jangan sampai terjatuh kedalam tindakan yang paling zhalim dalam kehidupan dunia ini sebagaimana firman Allah swt:
{وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن مَّنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَن يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَىٰ فِي خَرَابِهَا ۚ أُولَٰئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَن يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ ۚ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ} [البقرة : 114]
"Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya ? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat. (QS. al-Baqarah 2:114)
Kembalilah kepada tujuan utama yang tersurat dalam hadits Rasulullah swt:
نْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ
"dari Utsman bin Affan dia berkata, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, " Siapa membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangunkan untuknya rumah yang semisalnya di surga." (HR. Ahmad)
Di samping untuk pihak-pihak yang membangun masjid, juga sangatlah penting untuk diingatkan kepada seluruh kaum muslimin agar memperbaiki niat ketika hendak berkunjung ke Masjid yang merupakan rumah Allah swt. Tujuan utamanya adalah untuk mengagungkan Allah swt dengan beribadah di dalamnya bukanlah dengan berwisata. Perlu juga diingat bahwa beribadah di masjid manapun walau seindah apapun, tidaklah akan melebihi nilai tiga masjid di dunia ini (al-Masjid al-Harâm, al-Masjid al-Nabawî dan al-Masjid al-Aqshá). Karena itu, peu sekali untuk menjaga niat agar jangan terjatuh ke dalam apa yang telah diperingatkan oleh Rasulullah saw.
B. Masjid Objek atau Fasilitas ?
Keberadaan masjid di tempat pariwisata, merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Apalagi bagi daerah-daerah wisata dikunjugi oleh kaum muslimin. Khususnya Sumbar yang sudah bertahun-tahun berbicara tentang wisata syari'ah, wisata halal dan wisata keluarga.
Semestinya pemerintah manapun di provinsi ini, hendaklah berlomba untuk memfasilitasi para wisatawan agar tetap menjalankan kewajiban beragama mereka. Apalagi sering terdengar keluhan sebagian mereka yang sadar akan kemerosotan akhlaq, peristiwa-peristiwa kemaksiatan sering terjadi di tempat-tempat wisata.
Kekhawatiran seperti itu semestinya diantisipasi dengan tetap menghadirkan suasana kedekatan dengan Allah swt dalam area wisata.
Mengabaikan fasilitas tempat beribadah bahkan sampai memungut bayaran untuk sekedar beribadah di rumah Allah swt, sangatlah bertolak belakang dengan teriakan kecemasan selama ini.
Dari peristiwa yang terjadi akhir-akhit ini (berita pungutan beribadah di Masjid dalam area pariwisata), tampaknya penyelenggara kegiatan periwisata harus kembali memahami peran dan fungsi masjid yang telah diuraikam di atas.
Membandingkan keberadaan masjid di daerah kita dengan masjid di tempat pariwisata lain, bukanlah justifikasi karena tidak memenuhi kriteria qiyas syar'i dan bisa juga berbeda secara faktual.
Keberadaan masjid sebagai fasilitas dari sekian fasilitas pariwisata yang tidak bisa dipisahkan dari masjid yang ada, ditambah lagi dengan kondisi Masjid yang tidak bisa diakses langsung oleh umat tanpa melewati objek-objek wisata tersebut, bisa diposisikan bahwa biaya yang dipungut di gerbang masuk area pariwisata itu sebagai bayaran objek-objek pariwisata bukan pungutan untuk beribadah di Masjid yang menjadi faislitas di dalamnya.
Namun apabila objek kunjungan utama adalah masjid tersebut dan kunjungan ke tempat lainnya bisa dipisahkan dan juga bisa diakses tanpa melewati objek-objek wisata, maka alasan memungut biaya untuk kunjungan wisata terhadap umat yang hendak beribadah, sangatlah mencari-cari alasan. Apalagi bagi siapa yang pernah berkunjung ke masjid Samudera IIlahi (Pantai Carocok-Pessel) akan menemukan bahwa masjid tersebut berada di bagian depan objek wisata itu setelah tempat parkir dan kios-kios pedagang.
Penyelenggara sebenarnya tidaklah sulit untuk membuat loket pembayaran ticket terbatas untuk pengunjung yang hanya hendak menuju ke pulau dan pantai wisata saja.
Namun melihat banyaknya pengunjung masjid, sepertinya menggoda penyelenggara untuk meningkatkan pemasukan sehinga terjatuh kepada "komersialisai Masjid/Rumah Allah".
C. Surutlah ke Pangkal Jalan
Ketika suatu rumah Allah swt didirikan, siapa saja muslim yang terlibat dalam pembangunan itu tentu menyadari bahwa yang ia infakkan adalah sebagian rezki dari Allah swt. Bahkan sumber dana pembangunan itu, sangat banyak berasal dari umat. Tidak terkecuali dari itu APBD yang dialokasikan karena ia adalah uang rakyat yang mayoritas kaum muslimin.
Bukanlah suatu yang terlarang untuk memberikan nilai ekonomis dalam suatu pembangunan. Namun harus sangat bijak dalam melihat hubungannya langsung dan tidak langsung sehingga tidak terjatuh kepada komersialisasi pembangunan yang mutlak harus difasilitasi sebagai kebutuhan mendasar umat.
Tentu ini tidak begitu saja mudah dipahami. Mungkin juga kalangan ulama terlalai dalam menyampaikan. Tanpa harus mencari siapa yang salah, melalui tulisan singkat dalam perjalanan ke Solok Selatan ini, kami menghimbau agar kita bisa mengamalkan firman Allah swt:
{وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ} [آل عمران : 135]
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui". (QS. Âli 'Imrân 3:135)
Bagi masyarakat Minangkabau, implementasi petunjuk ayat itu telah dijabarkan dalam banyak petuah nasehat. Di antaranya adalah:
"Kok sasek di tangah jalan, suruiklah ka pangka jalan"
Karena itu, kepada seluruh pihak pengelola Masjid Samudera Ilahi - Pesisir Selatan kami menghimbau, "mari kita kembali kepada niat membangun Masjid/Rumah Allah dan tak usah cemas dengan kurangnya pemasukan pendapatan daerah karena punya Allah swt Yang Maha Kaya. Kalau pengembangan objek Pariwisata Pantai Carocok itu nanti telah berkembang sehingga menempatkan Masjid Samudera Ilahi berada di tengah lokasi pariwisata, nanti kita bicarakan bersama dan para ulama tak akan enggan meberikan pandangan mereka menurut tinjuan syari'at Islam dalam mengimplentasikan "Syara' Mangato, Adaik Mamakai".
Hanya saja untuk kondisi sekarang dengan berbagai pertimbangan di atas, kami harus mengatakan bahwa pungutan bagi kaum muslimin untuk beribadah di Masjid itu adalah komersialisasi rumah Allah dan hukumnya HARAM.
Akhirul kalam, kami kutipkan firman Allah swt sebagai dorongan untuk merangkai kalimat- kalimat ini yaitu:
ۚ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
"Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) ishlah/perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. (QS. Hud 11:88)
Wallâhu a’lam.
(Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa)