Asal-Usul Raja dan Rakyat Rokan Ampek Koto - Bagian III
Asal-Usul Raja dan Rakyat Luhak Rokan Ampek Koto merupakan naskah tunggal (codex unicus) koleksi Museum Nasional yang bernomor kode MI.441, berukuran 22 x 18,5 cm dan terdiri atas 19-28 baris setiap halaman. Naskah terdiri dari 85 halaman dan ditulis dengan tinta hitam dengan menggunakan kertas bergaris. Huruf yang dipakai adalah huruf Latin berbahasa Melayu dengan ejaan Melayu Lama. Tulisannya masih baik dan terbaca tetapi kertasnya sudah berwarna cokelat. Naskah ini tercatat dalam Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Jakarta, 1972:215, Yaarboek, 1933:247, dan Notulen Maret, 1924.
Naskah ini dibukukan kembali dengan judul Asal-Usul Raja dan Rakyat Rokan dan diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayan pada tahun 1996. Pengalihaksaraannya dilakukan oleh Dra. Putri Minerva Mutiara, sedangkan penyuntingannya oleh Drs. S. Amran Tasai, M.Hum.
Berikut ini ialah isi kitabnya (bagian III).
----------
Bagian I: https://www.facebook.com/.../permalink/1518152321701967/ atau [Bagian.1]
Bagian II: https://www.facebook.com/.../permalink/1520602568123609/ atau [Bagian.2]
----------
BAHAGIAN YANG KELIMA
Menyatakan raja yang kelima memerintah dalam Luhak Rokan Ampek Koto bergelar Sutan Gumentar Alam bersemayam di Koto Rokan Tinggi.
Syahdan, adalah kira-kira empat bulan di belakang Sutan Sepedas Padi telah mangkat, maka terbitlah pikiran pada Datuk Andiko yang berempat hendak mengangkat Sialam menjadi raja, serta hendak dinobatkan secara adat raja-raja memegang luhak dan negeri, supaya dipakaikan dalam negeri alat dan pakaian, supaya sempuma adat raja berdaulat, orang besar berandiko dalam Luhak Rokan Ampek Koto ini.
Permulaan Adat Beraja di Rokan
Maka dengan sebab itu berkumpullah datuk yang berempat di Koto Rokan Tinggi, serta segala penghulu yang di bawahnya, buat mufakat menobatkan Sialam menjadi raja, menggantikan mamaknya Sutan Sepedas Padi. Dalam hal yang demikian putuslah mufakat Datuk Andiko yang berempat, bahasa Sialam akan dinobatkan menjadi raja. Maka orang pun bersiaplah segala alat nobat itu. Pada ketika itu mufakat lagi Datuk Andiko yang berempat buat mencari kerbau 1 ekor 1 negeri, akan dipersembahkan pada raja. Maka dapatlah kerbau 4 ekor. Waktu persembahkan kerbau itu, raja mengadakan pula 3 ekor kerbau. Jadi, jumlah ada kerbau 7 ekor. Sehabis itu orang empat koto pun berhelat dengan memotong kerbau yang tujuh ekor itu, menobatkan Sutan Gementar Alam. Pada ketika itulah mulai tetap Sialam menjadi raja, dengan bergelar Sutan Gementar Alam.
Itulah permulaan raja dalam Luhak Rokan yang dinobatkan oleh orang besar-besar waktu mengangkat raja. Sebab itulah menjadi adat sampai sekarang menobatkan waktu raja diangkat dalam Luhak Rokan Ampek Koto. Begitu juga adat pusaka raja pada orang besar-besar dan adat pusaka orang besar-besar pada raja. Itulah yang jadi tuladan sampai sekarang.
Adapun waktu orang empat koto berhelat mengangkat Sutan Gementar Alam naik nobat, panggilannya sampai ke Tapung dan ke Kampar, ke Rau, Mandahiling, dan lain-lainnya.
Kemudian, selesai peralatan itu, Sutan Gementar Alam pun tetaplah memerintah dalam Luhak Rokan Ampek Koto dengan selamat hamba rakyatnya. Lama-kelamaan Sutan Gementar Alam pun dapat sakit lalu mangkat. Adapun Sutan Gementar Alam tiada meninggalkan anak atau kemenakan. Sebab itu, putuslah raja dalam Luhak Rokan, tinggallah negeri pada orang besar-besar sahaja.
Sepanjang ceritera orang yang menceriterakan, Sutan Gementar Alam lamanya memerintah ada kira-kira 31 tahun baru mangkat. Demikianlah hal pada masa Sultan Gementar Alam memerintah dalam Luhak IV Kota.
BAHAGIAN YANG KEENAM [Raja yang dijemput ke pagaruyuang]
Menyatakan perihal Sutan Mahyudin, raja yang keenam memerintah Luhak Rokan Ampek Koto, yaitu raja yang dijemput ke Pagaruyung. Inilah raja di Luhak Rokan yang mula-mula diangkat bergelar Yang Dipertuan Sakti.
Maka tersebutlah perihal Sutan Mahyudin menjadi raja dalam Luhak Ampek Koto, mengganti Marhum Sutan Gementar Alam yang tersebut pada bahagian yang kelima di atas ini.
Menjemput Raja ke Pagaruyuang
Arkian, maka adalah di belakang Sutan Gementar Alam telah mangkat di Kota Rokan Tinggi, adalah orang Ampek Koto pada masa itu seperti ayam tiada berinduk lagi, karena rajanya telah mangkat dengan tiada meninggalkan warisan seorang juga. Hanyalah yang tinggal orang besar-besar sahaja. Oleh sebab itu, mufakatlah segala orang besar-besar di Koto Rokan Tinggi dengan segala orang besar-besar di Luhak Rokan serta imam, khatib, bilal, dan hamba rakyat sekaliannya, yaitu hendak pergi menghadap raja di Pagarruyung. Waktu hendak meminta seorang ahli raja di Pagarruyung itu, akan dibawa ke Koto Rokan Tinggi, serta akan dijadikannya raja, menggantikan raja di Rokan Tinggi, yang telah tenggang-bertenggang tersebut di atas, dari dahulu sampai zaman itu. Kesudahannya putuslah mufakat mereka itu bahasa akan menjemput dan mencari ganti raja ke Pagarruyung. Pada ketika itu dicarilah orangnya yang akan pergi membawa utusan ke Pagarruyung itu. Maka dapatlah orang yang akan pergi, yaitu
- 1 orang dari suku Melayu Pekomo di Koto Rokan Tinggi,
- 1 orang dari suku Mais di Koto Rokan Tinggi,
- 1 orang dari suku Bendang di Koto Rokan Tinggi,
- 1 orang dari suku Ceniago di Koto Rokan Tinggi,
- 1 orang dari suku Patapang di Koto Rokan Tinggi.
Setelah tetap dan siap orang yang akan pergi membawa utusan itu ke Negeri Pagarruyung, maka sekalian orang besar-besar pun carikan belanja mereka yang akan berjalan itu. Akan belanja-belanja ialah diminta iyuran pada anak buah dalam negeri yang empat.
Alur ke Pagaruyuang
Setelah cukup uang belanja mereka yang akan berjalan itu, maka orang yang lima yang tersebut di atas lalu berjalan menuju ke Negeri Pagarruyung.
Adapun jalan utusan yang akan pergi ke Negeri Pagarruyung itu ialah berjalan melalui Luhak Rau, berhenti di Koto Benio Tinggi, pada negeri yang asalnya raja yang dahulu. Di situ mereka itu berhenti 2 atau 3 hari lamanya. Dari situ mereka itu melalui Negeri Bonjol yang sekarang dan Bukittinggi sekarang, dan Payakumbuh sekarang dan Batusangkar sekarang dan lalu ke Sungai Tarab. Di situ mereka itu menghadap Bendahara di situ, dengan menerangkan maksudnya itu yang dibawanya dari Koto Rokan Tinggi. Dan Bendahara itu pun adalah menerima baik dan suka sebagaimana maksud yang dikhabarkan oleh segala utusan dari Koto Rokan Tinggi itu.
Syahdan pada keesokan harinya Bendahara Sutan Tarab pun lalu membawa utusan dari Kota Rokan Tinggi itu menghadap raja di Pagarruyung, serta mempersembahkan sekalian maksudnya utusan orang Koto Rokan Tinggi itu. Sehabis Bendahara Sungai Tarab mempersembahkan itu, raja pun memperkenankan apa-apa maksud utusan orang dari Koto Rokan Tinggi itu. Oleh sebab itu, Raja Pagarruyung suruh seorang kemenakannya yang bernama Mayudin berangkat ke Koto Rokan Tinggi bersama dengan utusan yang tersebut itu.
Pusaka yang dibawa dari Pagaruyuang
Kemudian, kira-kira delapan hari lamanya utusan itu di Pagarruyung. Maka mereka itupun hendak bermohon kembali serta membawa kemenakan Raja Pagarruyung nama Mahyudin akan pergi bersama dengan utusan yang datang dari Koto Rokan Tinggi, dengan dibekalkan harta pusaka, supaya menjadi tanda bagi belahan raja Kerajaan Pagarruyung. Adapun tanda dan harta pusaka itu, yaitu 1 buah cap dari dahulunya sampai sekarang, yang ada juga disimpan di istana Kerajaan Rokan sekarang. Dan 1 buah pontoh dari emas. Dan hamba setangga artinya 1 kelamin. Dan 1 buah buku tambo. Inilah asal orang Nan Seratus dahulunya. Maka harta inilah yang tanda asal keturunan Sutan Iskandar Zulkarnain.
Serta pula raja itu beramanat kepada kemenakannya dan utusan, "Apabila sampai kamu ke Koto Rokan Tinggi, diangkatlah Mahyudin bergelar Yang Dipertuan Sakti. Dan, pangkatnya diturunkan kepada kemenakannya. Karena Mahyudin dapat pangkat dari aku; dan Mahyudin itu kemenakanku. Apalagi adat pusaka kita asal dari Perpatih Nan Sebatang. Dan adalah Mahyudin itu pihak raja di Kampung Tengah."
Raja Naik Nobat di Rokan Tinggi
Syahdan, sehabis Mahyudin dan utusan itu menerima harta pusaka dan amanat itu, maka mereka itu pun berjalanlah kembali menuju ke Koto Rokan Tinggi. Syahdan, maka tiada berapa lamanya Mahyudin dan utusan itu pun sampailah ke Koto Rokan Tinggi. Maka orang Koto Rokan Tinggipun menyambut Mahyudin dengan bunyi-bunyian, serta dengan beberapa suka hati, sebab kedatangan raja. Demikianlah hal perjalanan utusan itu, selamatlah sampai kembali ke Koto Rokan Tinggi.
Hatta, maka tiada berapa lamanya Sutan Mahyudin tiba di Koto Rokan Tinggi, maka datuk yang berempat dan orang Koto Rokan Tinggi pun mufakat serta bersiap hendak mengangkat Sutan Mahyudin naik nobat bergelar Yang Dipertuan Sakti di Koto Rokan Tinggi. Adapun pada ketika peralatan itu datuk-datuk yang berempat mempersembahkan tiap-tiap seorang seekor kerbau cukup dengan perkakasnya. Dari raja sendiri 1 ekor kerbau. Dan lagi persembahan lain-lain orang 2 ekor. Jadi, pada ketika itu orang memotong 7 ekor kerbau.
Syahdan setelah lengkap sekalian perkakas peralatan itu, maka orang negeri yang empat pun berkumpullah di Kota Rokan Tinggi, serta melangsungkan peralatan itu lamanya 3 x 7 hari. Maka pada hari yang keempat belas Sutan Mahyudin pun diangkatlah bergelar Yang Dipertuan Sakti, menjadi raja negeri yang empat, serta daerah takluknya di Koto Rokan Tinggi.
Memperbaharui Perangkat Kerajaan
Arkian tatkala Sutan Mahyudin sudah diangkat jadi Yang Dipertuan Sakti di Koto Rokan Tinggi, maka pada ketika itu Yang Dipertuan itu menetapkan dan memperbaiki segala aturan pangkat orang besar-besar dan hulubalang dan pegawai. Dan, ditetapkanlah oleh Yang Dipertuan, datuk yang berempat menjadi Besar Yang Berempat di Balai, seperti aturan di Pagarruyung; atau Datuk Andiko yang berempat yang di bawah raja. Serta mendirikan penghulu-penghulu pucuk serta menteri bertaranya, dan hulubalang dengan pegawainya dalam negeri yang empat. Oleh sebab itu, Datuk Andiko yang berempat disamakan hak dan kuasanya masing-masing. Demikian lagi berkuasa raja akan mendirikan seorang menteri, gunanya akan pengulas dan penyambung raja. Pangkatnya sepanjang adat pada masa itu, ialah adik raja, kakak Andiko. Artinya akan menyambung dan membantu kewajiban raja di atas orang besar-besar.
Kemudian sehabis selesai peralatan menobatkan Yang Dipertuan Sakti Mahyudin, dan selesai pula Yang Dipertuan itu dari mengatak dan mengatur ketetapan pangkat orang besar-besar yang tersebut di atas ini, maka sekalian datuk-datuk dan penghulu-penghulu yang tersebut pun kembalilah kepada negeri masing-masing serta dengan hati-hati mengikuti perintah Yang Dipertuan yang baru diangkat itu.
Setelah dua tahun lamanya Yang Dipertuan memerintahkan Ampek Koto, maka pada suatu hari timbullah ingatan dalam hati Yang Dipertuan hendak beristeri. Sebab itu, dikumpulkanlah oleh Yang Dipertuan sekalian penghulu. Setelah berhimpunlah sekaliannya dikatakanlah niatnya itu. Sekaliannya itu pun sukalah hatinya mendengarkan titah Yang Dipertuan itu.
"Tetapi yang kami sembahkan kepada Duli, jikalau sekiranya Tuanku hendak mengambil kemenakan dari patik-patik ini, patik harap hendaknya jadi ganti ke bawah Duli turun-temurun sampai kepada hari kemudian. Tetapi, kalau kita buat seperti itu tentulah dilarang oleh adat kita Perpatih Nan Sebatang karena nan sepanjang adat kita itu, soko turun kepada kemenakan. Di dalam pada itu tuanku lebih maklum."
Maka titah Yang Dipertuan, "Hal itu tidak jadi sangkutan, sebab dahulunya ada kaum kita juga dari Pagarruyung yang datang kemari bersama dengan orang suku Bendang."
Dalam pihak itu ada yang dinamakan Bendang Sebelah Raja, sebab pihak itu berkaum dengan raja waktu di Pagarruyung. Adapun di Pagarruyung, raja terbahagi atas 3 pihak. No. 1 Kampung Gudam, no. 2 raja di Kampung Tengah, no. 3 raja di Balai Jangga. Maka raja yang tiga pihak ini biasa ambil-mengambil. Sebab menurut aturan itu maka boleh pulalah diambil perempuan yang di dalam Bendang yang dinamakan Bendang Sebelah Raja. Maka ketika itu segala wazir-wazir dan orang besar-besar di Kota Tinggi menerima suka.
Pada ketika itu perempuan suku Bendang Sebelah Raja itu pun dijemput oleh Kerapatan Penghulu di Kota Rokan Tinggi dengan adat pakaian raja mengambil istri. Maka sesampai mereka itu di istana Yang Dipertuan, maka diperbuatlah ikatan oleh raja dan orang besar-besar, demikian bunyinya, "Pada hari ini kemenakan Temenggung sudah aku ambil jadi istriku. Bila aku beranak dengan dia, boleh ia menjadi ganti karena perempuan yang aku ambil ini, bukan semata-mata kemenakan Temenggung, karena asalnya kaum keluarga dari kami juga, tatkala di Pagarruyung. Oleh sebab itu, maka tetaplah anakku itu, menggantikan jadi raja dalam Luhak IV Kota ini, serta turun-temurun sebelah kemenakannya juga; karena istriku ini kaum dari aku juga."
Demikianlah yang akan dipegang dan digenggam oleh wazir dalam negeri yang empat ini. Sehabis itu sekalian orang besar-besar pun terus menghadap Yang Dipertuan, serta dikawinkanlah perempuan itu dengan Yang Dipertuan dengan adatnya.
Maka dalam yang demikian, Yang Dipertuan pun tetaplah di atas tahta kerajaan dua laki istri. Lama kelamaan Yang Dipertuan dengan istrinya itu berputra 3 orang, yaitu 1 laki-Iaki dan 2 perempuan. Maka yang tuanya laki-Iaki bernama Lahit, dan kedua perempuan bernama lntan Semata, dan yang ketiga perempuan lagi bernama Intan Sudi. Maka segala anak itu pun telah besar-besar, yang tuanya berumur kira-kira 28 tahun, datanglah takdir Allah Subhanahu wataala. Maka Yang Dipertuan itu pun mangkatlah. Maka tinggallah segala anaknya itu di Kota Rokan Tinggi, dengan segala orang besar-besar. Adapun Yang Dipertuan itu memerintah ada kira-kira 42 tahun sampai waktu mangkatnya.
----------
Disalin dari kiriman FB: Ammar Syarif