Disalin dari kiriman FB
Herlina Hasan BasriBundo Kanduang Limpapeh Rumah Nan Gadang
Bundo kanduang adalah panggilan terhadap golongan perempuan di Minangkabau, artinya Bundo adalah Ibu dan Kanduang artinya Sejati. Jadi, ibu sejati yang memiliki sifat-sifat keibuan dan kepemimpinan.[1]
Adat Minangkabau yang memiliki sistem matrilineal, artinya garis keturunan diambil berdasarkan silsilah ibu,[2] diungkapkan dalam gurindam adat Minang berikut: Bundo kanduang limpapeh rumah nan gadang
Umbun puruak pagangan kunci
Umbun puruak aluang bunian
Pusek jalo kumpulan tali
Sumarak dalam kampuang
Hiasan dalam nagari
Nan gadang basa batuah
Kok hiduik tampek banasa
Kok mati tampek baniak
Kaundang-undang ka Madinah
Kapayuang panji ka sarugo
[Bahasa]
Pusat jala kumpulan tali
Semarak dalam kampung
Hiasan dalam negeri
Yang besar basa bertuah
Kalau hidup tempat bernazar
Kalau mati tempat berniat
Sebagai Undang Undang ke Madinah
Sebagai Payung Panji ke Syurga
Maksud gurindam diatas, adat Minangkabu memberikan beberapa keutamaan dan pengecualian terhadap perempuan, sebagai tanda kemuliaan dan kehormatan yang diberikan kepada Bundo Kanduang, yang berguna untuk menjaga kemuliaan dan agar martabat Bundo Kanduang tidak jatuh. Adapun keutamaan bundo kanduang di Minangkabau adalah:
Keturunan ditarik dari garis ibu, garis keturunan ditarik dari garis ibu (matrilineal), sehingga seorang anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan Minang dari suku (misalnya Malayu) baik laki-laki atau perempuan akan bersuku Malayu pula. Tujuannya adalah agar manusia dapat menghormati dan memuliakan kaum ibu yang telah melahirkannya. Dan juga, menurut adat Minangkabau seorang ibu akan lebih banyak menentukan watak dari manusia yang dilahirkannya,seperti kata pepatah:
Kalau karuah aie di hulu
Sampai ka muaro karuah juo
Kalau kuriak induknyo
Rintiak anaknyo
Turunan atok ka palambahan
[Bahasa]
Kalau keruh air di hulu
Sampai ke muara keruh pula
Kalau kurik induknya
Rintik anaknya
Turun dari atap ke perambanan
Rumah tempat kediaman Menurut adat Minangkabau, rumah diperuntukkan untuk kaum perempuan dan bukan untuk laki-laki. Hal ini dikarenakan laki-laki secara kodrat lebih kuat dibandingkan perempuan. Mengingat pentingnya peranan perempuan dalam kehidupan dan juga kodratnya yang lemah, maka Adat Minangkabau lebih mengutamakan perlindungan terhadap kaum
wanita. Sesuai dengan pepatah adat:
Nan lamah ditueh
Nan condong ditungkek
Ayam barinduak
Sirieh bajunjuang
[Bahasa]
Yang lemah ditopang
Yang condong diberi tongkat
Ayam berinduk
Sirih berjunjungan
Sumber Ekonomi
"Sawah ladang banda buatan" yang merupakan sumber ekonomi menurut adat Minangkabau, untuk pemanfaatannya lebih diperuntukkan untuk kaum perempuan. Walaupun begitu, bukan berarti kaum laki-laki tidak dapat memanfaatkannya sama sekali.
Penyimpanan Hasil Ekonomi
"Umbun puruak pagangan kunci, umbun puruak aluang bunian"
Maksudnya bahwa sebagai pemegang kunci hasil ekonomi adalah bundo kanduang. Rangkiang sebagai lambang tempat penyimpanan diletakkan di depan rumah gadang yang ditempati oleh bundo kanduang. Sesuai dengan kodrat perempuan yang lebih ekonomis dibandingkan dengan kaumpria, maka hukum adat mempercayakan kepada perempuan untuk memegang dan menyimpan hasil sawah dan ladang.
Hak Suara dalam musyawarah
Di dalam adat Minangkabau, perempuan mempunyai hak yang sama dalam musyawarah. Setiap ada sesuatu hal yang akan dilaksanakan dalam kaum atau persukuan, maka suara dan pendapat wanita juga ikut menentukan.
Adapun fungsi bundo kanduang menurut adat Minangkabau
adalah:
Limpapeh rumah gadang, Limpapeh adalah tiang tengah dalam sebuah bangunan, pusat kekuatan dari tiang-tiang lainnya. Apabila tiang tengah ambruk, maka tiang yang lainnya akan berantakan.
Pengertian limpapeh disini sendiri menurut adat Minangkabau adalah seorang Bundo Kanduang yang telah meningkat menjadi seorang ibu.[3] Jadi, ibu sebagai seorang limpapeh rumah gadang
adalah tempat meniru, teladan. "Kasuri tuladan kain, kacupak tuladan batuang, satitiak namuah jadi lawik, sakapa buliah jadi gunuang."
Seorang ibu bertugas membimbing dan mendidik anak yang dilahirkan dan semua anggota keluarga lainnya di dalam rumah tangga.
Umbun puruak pagangan kunci. [4]
Apabila seorang wanita sudah menikah, maka tugasnya akan bertambah. Kalau tugas itu dijalankan dengan ikhlas serta hati yang tulus, akan mendatangkan kebahagian dalam rumah tangga.
Pusek jalo kumpulan tali.
Sebagai pengatur rumah tangga, Bundo Kanduang sangat menentukan baik atau buruknya anggota keluarga. Untuk itu diperlukan:[5]
Ilmu pengetahuan
Sebagai pengatur rumah tangga, seorang bundo kanduang haruslah memiliki ilmu pengetahuan yang cukup, seperti ilmu dalam mengatur ekonomi keluarga, etiket [adab/sopan-santun] dan hal lainnya. [Lihat Catatan Kaki No.[1]]
Sifat dan sikap terbuka
Sifat dan sikap seorang bundo kanduang haruslah ramah, "tahu tinggi jo randah, budi baiek baso katuju", sopan dan santun, riang gembira, "capek kaki indak panaruang, ringan tangan indak pamacah."
Sumarak dalam nagari, hiasan dalam kampuang
Sebagai anggota masyarakat, bundo kanduang haruslah memiliki rasa malu baik didalam berpakaian, bertutur kata, bergaul dan hal lainnya. Bundo kanduang haruslah menghilangkan sifat-sifat "bak katidiang tangga bingkai, bak payuang tabukak kasau, alun diimbau alah datang, alun dijujai alah galak,bak kacang diabuih ciek, bak lonjak labu dibanam."
Nan gadang basa batuah, ka undang-undang ka Madinah,
ka payuang panji ka sarugo
Sebagai lambang kebanggaan dan kemuliaan yang dibesarkan dan dihormati serta diutamakan dan
dipelihara, perempuan Minang juga harus memelihara diri serta menundukkan diri dengan aturan agama [Syari'at] Islam.
Lah bauriak bak sipasin
Kok bakik alah bajajak
Abih tahun baganti musim
Sandi adat nan dianjak
Batang aua paantak tungku
Pangkanyo sarang limpasan
Ligundi di sawah ladang
Sariak indak baguno lai
Mambuhua kalau mambuku
Maukia jokok mangasan
Budi kok kalihatan dek urang
Iduik indak paguno lai
"Aku Bangga Menjadi Anak Minangkabau"
* Kata dalam tanda [] ditambahkan admin
**Dalam tulisan asli digunakan istilah wanita, kami menukarnya ke istilah asli orang Minangkabau dan Melayu yakni Parampuan = Perempuan. Wanita berasal dari Bahasa Jawa yakni 'Wani' Ditoto" yang berarti 'manusia yang diatur'. Sedangkan parampuan berasal dari kata 'para' dan 'ampu'. Ampu berarti Ibu dan ada yang menafsirkan 'pemilik'. Namun dalam laman wikipedia mereka menyatakan bahwa kata ini berasal dari Jawa yang diserap ke Bahasa Melayu. apabila tuan ketik k'wanita' maka mereka akan mengalihkan pada 'perempuan' dan menyebutkan bahwa asal kata ini iala per dan empu, empu berarti pemilik.
Catatan Kaki oleh Admin:
[1] Bundo Kanduang dari segi bahasa berarti Kata Bundo yang berarti Bunda/Ibu/Amak/Emak, Mandeh sedangkan Kanduang berarti Kandung. Bararti Bundo Kanduang ialah 'Ibu Kandung'. Sedangkan dari segi istilah Bundo Kanduang merupakan panggilan yang disematkan pada seorang perempuan yang memahami, mengetahui, dan menguasai adat dan syari'at. Panggilan ini tidak dinobatkan melainkan diberikan karena keahlian, pengetahuan, dan wibawa yang dimilikinya. Berlainan dengan penghulu yang dinobatkan gelar yang disandangnya itu. Dalam keseharian ia merupakan Konselor Agung atau salah seorang dari para Tetua. Kekuasaan Bundo Kanduang tidak resmi namun besar, seorang penghulu berada dibawah bimbingan dan arahannya. Menjadi tempat bertanya dan meminta persetujuan terkait hal ihwal keputusan yang akan diambil oleh anaknya yang menjadi penghulu di Balai dalam Kerapatan Penghulu. Seorang Bundo Kanduang terlihat dari setiap gerak kehidupannya yang tak lepas dari Adat dan Syari'at.
[2] Keturunan dari fihak ayah dan keturunan dari fihak ibu, silsilah yang dipakai 2 (dua) yakni patrilineal dan matrilineal. Namun dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi di Minangkabau yang digunakan ialah ranji Matrilineal. Banyak yang memperdebatkan hal ini, terutama bagi orang Minangkabau yang baru belajar agama (hijrah). Hendaknya dipelajari apa itu 'Nasab' dan apa itu 'Suku' dan yang mana yang diperintahkan secara tegas dalam Syari'at.
[3] Kami kurang faham dengan kalimat ini, bukannya Ibu yang telah menjadi Bundo Kanduang?
[4] Oleh karena itu perempuan yang sudah menikah dipanggil dengan panggilan "Urang Kayo" atau biasa disingkat "Rangkayo". Selengkapnya lihat DISINI
[5] Lihat kembali Catatan Kaki No.[1]
Baca juga:
Menelaah Sebutan Bundo Kanduang di Minangkabau
Perihal Ratu Bundo Kanduang