Foto: Siar Minang |
BAKAJANG TRADISI UNIK GUNUNG MALINTANG JUARA SATU PADA AJANG ANUGERAH PESONA INDONESIA (API) AWARD 2021
Carito Luhak Nan Bungsu- Kemarin teman saya Akhmad Ansori dari Palembang mengucapkan selamat atas dianugerahi sebagai atraksi budaya terbaik I tingkat Nasional 2021 dalam ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) Award 2021, atraksi budaya (Cultural Attraction) bakajang tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat Nagari Gunuang Malintang, Kecamatan Pangkalan Koto Baru , Kabupaten Lima PuluhKota dalam memeriahkan Hari Raya Idul Fitri atau menyambut bulan syawal.
“ Selamat ya Limapuluh Kota menjadi terbaik I tingkat Nasional 2021 Ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) Award 2021 yang dilaksanakan di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan pada 30 November 2021, dan mohon kirimkan tulisan apa itu tradisi Bakajang “ tulis Akhmad Ansori dari Sekayu-Banyuasin Palembang.
Ingatan saya kembali kepada tahun 1989-1996 karena pernah bertugas di Nagari Gunuang Malintang Kecamatan Pangkalan Koto Baru sebagai Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan sebagai guru honorer di SMP 3 Gunuang Malintang mata pelajaran Budaya Alam Minang Kabau (BAM), Keterampilan Pertanian (Ketper) dan Biologi dan acara Bakajang dilaksanakan setiap habis Idul Fitri.
Selama 6 tahun bertugas di Nagari Gunung Malintang , saya bersama keluarga selalu mengikuti sebuah kegiatan tradisi yang sampai saat sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat Gunuang Malintang yang dinamakan “Alek Bakajang” yang dilaksanakan setelah 4 hari lebaran Idul fitri yang lamanya 4-5 hari.
Gunuang Malintang adalah sebuah nagari yang berada di Kecamatan Pangkalan Koto Baru yang terdiri dari 8 Jorong dengan 5 Jorong penduduk asli ( Batu Balah, Koto Lamo, Koto Masjid, Baliak Bukik dan Bancah Lumpue) dan 3 jorong penduduk transmigrasi (Jawa (70 % + lokal 30 %), wilayahnya menjadi bagian dari Kabupaten 50 Kota dengan berbagai penduduk yang mempunyai karakteristik dan budaya yang demikian unik dan mempesona. Beraneka ragam suku, bahasa, dan budaya yang berbeda yang datang dari luar masuk kedalam nagari Gunuang Malintang melalui masyarakat transmigrasi tidak lantas menjadikan nagari ini terpecah belah, namun semakin memperkuat jati diri nagari yang beradab dalam tatanan Adat-istiadat.
Menurut bahasa melayu kuno Kajang berarti perahu / sampan, dan Kajang ini digunakan sebagai alat transportasi atau jalang-manjalang mengarungi dan melintasi aliran Batang Maek. Terutama saat hari raya Idulfitri datang. Seiring kemajuan zaman pemakaian sampan atau perahu untuk transportasi di aliran Batang Maek sudah tidak begitu efektif lagi.
Walau demikian ada satu tradisi di Nagari Gunuang Malintang Kecamatan Pangkalan Limapuluh Kota setiap bulan Syawal atau lebaran Idulfitri datang yaitu “BAKAJANG”. Yang mana sampan-sampan dengan beragam hiasan hadir di Batang Maek.
Bakajang adalah salah satu tradisi Nagari Gunuang Malintang yang sudah turun-temurun dari nenek moyang. Kajang merupakan alat transportasi di masa lalu yang digunakan oleh niniak mamak 4 suku dari Candi Muara Takus menuju Nagari Gunuang Malintang yang melintasi perairan sungai Batang Mahat. Pada zaman dahulu Bakajang hanya menggunakan sampan yang dihiasi oleh kain berwarna warni , namun dengan seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, maka kajang sekarang sudah mengalami perubahan, baik dari segi bentuk, ukuran, dan bahan yang digunakan. Sekarang Bakajang menggunakan sampan yang dihias menggunakan papan triplek yang telah dicat diidentik menyerupai kapal pesiar yang megah.
Bakajang sebagai salah satu tradisi, dalam pelaksanaan dan dalam proses pembuatannya melibatkan semua lapisan masyarakat yang berasal dari berbagai status sosial yang beragam. Mereka secara bergotong royong mempersiapkan semua yang berhubungan dengan pembuatannya,mulai dari mencari dan menentukan kayu untuk menopang kajang, pembuatan pola, membuat kajang seperti sebuah kapal yang megah, penyempurnaan kajang sampai pada proses berlayar kajang di sungai dan memulai perlombaan antar kajang 5 jorong.
Proses pembuatan kajang itu adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan iuran pemuda. Dalam pembuatan kajang ini pemuda Gunuang Malintang tidak hanya berperan sebagai penyelenggara dan panitia, melainkan mereka juga bertindak sebagai donatur untuk pembuatan kajang. Setiap pemuda wajib membayar iuran yang dinamakan iuran pemuda, yang setiap jorong iuran nya berbeda tergantung seberapa banyak pemuda yang ada di jorong tersebut.
2. Mencari sampan, biasanya sampan yang dipakai adalah yang berukuran besar.
3. Mencari kayu ke hutan,biasanya pencarian kayu ini dilakukan 1 hari menjelang lebaran idul fitri.
4. Merakit sampan menjadi seperti sebuah kapal yang disebut dengan kajang. Ini dilakukan selama 3 hari.
5. Pada hari ke 4 kajang diturunkan ke sungai batang Mahat dan siap untuk di layarkan menuju istano dt. Bandaro. Setelah sampai di sana seluruh awak kajang berkumpul di istano Dt. Bandaro untuk mengadakan acara pembukaan. Acara ini di hadiri oleh masing-masing niniak mamak antar jorong, wali nagari,alim ulama,cadiak pandai,dan ketua pemuda masing-masing jorong.
Pelaksanaan acara “alek bakajang” yang dilaksanakan sampai sekarang, merupakan warisan nenek moyang orang Gunuang Malintang, diawal pertama kali memasuki daerah ini kemenakan menjalang, menjanguak niniak mamak dengan sarana sampan kajang (perahu yang dihiasi) dari Suku Domo Dt Bandaro, Suku Melayu Dt Sati, Suku Pagar Cancang Dt Panduko Rajo, Suku Piliang Dt Gindo Simarajo dan Istano Alim Ulama jo Pemerintah Nagari (dari jorong yang satu ke jorong yang lain melalui sungai Batang Mahat dan membawa satu carano dan lengkap dengan isinya dimasa itu, karena dulu belum adanya jalan raya seperti sekarang ini dan sebagian besar wilayah ini baru hutan rimba. Maka Sungai Batang Mahat inilah sebagai sarana untuk mempersatukan suatu suku, satu golongan, satu kemenakan dengan kemenakan lainnya sebagai mana yang telah diwarisi oleh anak nagari Gunuang malintang sampai saat ini dikenal dengan nama “Alek Bakajang” yang dimulai pada hari ke 4 (empat) di bulan Syawal (hari raya ke 4) selama 5 (lima ) hari secara berturut turut yang dilaksanakan pada :
1. Istano Suku Domo Dt Bandaro di Jorong Koto Lamo
2. Istano Suku Melayu Dt Sati di Jorong Batu Balah
3. Istano Suku Pagar Cancang Dt Paduko Rajo di Jorong Baliak Bukik/Jorong Boncah Lumpue
4. Istano Suku Piliang Dt Gindo Simarajo di Jorong Koto Masjid
5. Istano Petinggi adat Nagari (Tungku Tigo Sajarangan) serta bundo kanduang dengan Pemerintah Kabupaten di Istano (surau / balai) Nagari Gunuag Malintang.
Pada hari acara Bakajang ini menampilkan sampan yang telah dihias oleh setiap anak nagari di suku atau jorongnya masing-masing, sehingga menjadi sebuah bentuk lain yang disebut dengan Kajang. Kajang dibuat dari kayu, papan, papan triplet, dan sebagainya sehingga menyerupai kapal laut.
Di setiap jorong terdapat surau yang akan menjadi tempat perkumpulan niniak mamak, bundo kanduang, dan cadiak pandai. Oleh sebab itu, surau tersebut juga dihiasi sedemikian rupa supaya menjadi suatu tempat yang indah dilihat. Di dalam surau itu dibuat sebuah ruangan yang dikhususkan untuk bundo kanduang yang disebut dengan Baleghong.
Dalam acara inilah seluruh niniak mamak serta bundo kanduang berkumpul dalam suatu tempat yaitu surau. Sebelum memasuki surau, niniak mamak dan bundo kanduang terlebih dahulu berarak sekitar 1 km dari surau. Setelah sampai di depan surau, mereka disambut dengan tari persembahan dan barulah kemudian mereka memasuki surau yang di dalamnya telah tersedia tempat masing-masing bagi mereka.
Pada lima hari itu, setiap remaja perempuan atau pemudi akan memakai baju kurung dan menjujung Jamba yang berisi makanan. Jamba tersebut diletakkan di dalam surau yang isinya akan dimakan oleh niniak mamak dan bundo kanduang yang berada di dalamnya. Yang bertugas menyambut dan menyusun Jamba di dalam surau adalah remaja laki-laki atau pemuda dari masing-masing jorong. Pemuda itu harus mamakai baju kemeja berlengan panjang, peci, dan kain sarung. Sedangkan pemuda yang lain bertugas membawa Kajang dari jorongnya masing-masing ke jorong tuan rumah di mana acara dilaksanakan pada hari itu.
Maksud diadakannya alek bakajang ini yaitu meningkatkan silahturahmi antara anak nagari, ninik mamak, alim ulama dan Pemerintah, dengan tujuan mempererat persatuan, melestarikan adat budaya nagari, membangkitkan kreatifitas pemuda nagari, dan sarana menyampaikan informasi adat istiadat, agama, peraturan nagari dan informasi pemerintah serta menambah pendapatan masyarakat. Peserta dan pelaku alek bakajang adalah pemuda, ninik mamak, alim ulama, Pemerintahan Nagari, Tokoh masyarakat, PKK dan Bundo kanduang, perantau dan donatur serta masyarakat Nagari Gunung Malintang.
Tata Cara Tradisi Alek Bakajang
1. Acara Pembukaan
Dalam acara Bakajang proses acara yang paling utama dan diutamakan adalah acara pembukaan. Acara pembukaan ini diadakan setelah shalat dzuhur sekitar jam 13.00 WIB. Pada acara pembukaan diisi tari-tarian oleh anak Nagari Gunuang Malintang. Proses acara pembukaan ini yaitu pertama-tama niniak mamak beserta rombongan diarak sekitar 10 km dari surau kemudian disambut dengan tari pasambahan
2. Acara Inti
Acara inti dari acara bakajang ini adalah terletak di surau/ istano Niniak-mamak. Dalam surau ini seluruh niniak mamak dari ke 4 suku berkumpul, yang mana caranya yaitu pidato-pidato adat yang berisi pengajaran-pengajaran bagi anak kemenakan, dan saling bersilaturrahmi. Dalam acara inti juga pemerintah nagari membahas atau mensosialisasikan peraturan-peraturan nagari pada tahun berikutnya. Acara dalam surau ini berlangsung sekitar 4 jam yaitu dimulai dari jam 1 sampai jam 4 sore.
Pertama memasuki surau/ istano para Niniak Mamak, Bundo Kanduang, Alim-ulama, Cadiak Pandai, dan seluruh aparat Nagari di persilahkan memasuki istano tuan rumah, misalnya pada hari pertama acara bakajang bertempat di Jorong Koto Lamo yaitu di Istano DT. Bandaro. Setelah seluruh tamu memasuki istano dipersilahkan duduk dan memulai pidato adat dengan menggunakan pantun adat.
3.Acara Hiburan
Setelah acara inti didalam surau/istano selesai, Ketua Pemuda mengajak Niniak Mamaknya masing-masing melihat kajangnya berlayar mengelilingi sungai dan unjuk kebolehan dan acara hiburanpun dimulai. Acara hiburan yang diadakan dalam acara Bakajang ini adalah panjat pinang dan selaju sampan.
Untuk panjat pinang biasanya diikuti oleh pelajar yang ada di Kenegarian Gunuang Malintang, tanpa ada pendaftaran. Siapa yang bisa naik itulah yang mendapatkan hadiah di puncaknya. Panjat pinang ini tidak mudah, karena pohon pinang dikasih pelicin atau gomok.
Setelah acara panjat pinang dilanjutkan dengan selaju sampan. Untuk selaju sampan diikuti oleh pemuda Gunuang Malintang. Biasanya untuk selaju sampan dikenakan biaya pendaftaran. Untuk satu tim biaya pendaftarannya 50.000. Anggota dalam satu tim 3 orang. Untuk satu kali main biasanya diadu 2 tim dan begitu selanjutnya sampai didapatkan pemenangnya.
Masyarakat Nagari Gunuang Malintang semuanya akan tumpah ruah menyaksikan yang biasanya di laksanakan dalam Batang Mahek di lokasi antara Jorong Baliak Bukik dan Jorong Bancah Lumpue. Perempuan yang telah bersuami memakai pakaian yang indah dan memakai emas gelang ditangannya dan kalung emas yang besar-besar sesuai dengan tingkat kekayaan mereka.
Pulutan 1 Desember 2021
Saiful Guci
Disalin dari FB Saiful Guci