Foto: Wikipedia
BAB VIII
SEJARAH HIJRAHNYA PETUAN
GADIS NAN HALUS PUTI RENO SORI
APENYERAHAN KEKUASAAN RANTAU SINGINGI DARI DATUK BANDARO
KE 10 (DATUK KHALIFAH KE 8) KEPADA PETUAN GADIS NAN HALUS PUTI RENO SARI
Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori atau biasa juga dipanggil Yang Dipertuan
Gadis Nan Halus (Tuan Gadih Pagaruyung XII) adalah adik
kandung dari Raja Alam Pagaruyung Yang Dipertuan Sultan Tangkal Alam
Bagagarsyah atau juga dikenal dengan Yang Dipertuan Hitam.
Ia menikah dengan seorang laki-laki bernama Abdul Jalil yang
juga merupakan kemenakan ayahnya yang bernama Yang Dipertuan Patah.
Pada masa berkobarnya perang Padri (1803-1838 M) dibumi
Minangkabau antara kelompok ulama atau Kaum Padri dengan Kaum Adat,
membuat Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan suaminya harus
mengungsi dan menyelamatkan diri ke Sumpur Kudus (Kab. Sijunjung, Sumatra
Barat). Masa ini adalah masa yang paling kelam dalam sejarah Istana Pagaruyung.
Pembunuhan, pembantaian dan perburuan secara besar-besaran terus dilakukan
terhadap seluruh kerabat Diraja Pagaruyung oleh kaum paderi dibawah pimpinan
Tuanku Lelo.
Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II adalah pengganti Raja Alam Minangkabau Yang Dipertuan Sultan Tangkal Alam Bagagarsyah setelah Yang Dipertuan Sultan Tangkal Alam Bagagarsyah ditangkap dan diasingkan ke betawi pada Tanggal 2 Mei 1833 M dengan tuduhan melakukan pemberontakan dan pengkhianatan terhadap kekuasaan kolonial Belanda
Sebelum menduduki tahta Raja Alam Pagaruyung,
pada usia yang sangat muda yaitu pada tahun 1821 Sultan Abdul Jalil Yang
Dipertuan Sembahyang II telah dinobatkan sebagai Raja Ibadat di Sumpur Kudus,
Tak lama kemudian pada tahun 1825 diapun dinobatkan sebagai Raja Adat di Buo
dan jabatan raja ibadat tetap dipangkunya. Pada tahun 1833 Sultan Abdul Jalil
Yang Dipertuan Sembahyang II dikawinkan dengan Yang Dipertuan Gadih Puti Reno
Sori dengan status permaisuri dan pada tahun 1834 di Sumpur Kudus melahirkan
seorang anak perempuan yang bernama Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih
Pagaruyung XIII) atau dikenal juga dengan nama Yang Dipertuan
Gadis Bungkuak karena diusia tuanya bungkuk atau dikenal juga dengan
nama Yang Dipertuan Gadis Berbulu Lidah karena lidahnya
berbulu. Setelah Belanda menangkap dan mengasingkan Sultan Alam
Bagagarsyah Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyung pada tahun 1833, secara
otomatis Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan sembahyang II memegang kekuasaan
Raja Alam Pagaruyung. Dengan Demikian Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan
Sembahyang II adalah orang pertama dari kerabat Diraja Pagaruyung yang
menduduki tiga tahta dari Raja Nan Tigo Selo.
Pada tahun 1840 Belanda mengajak Sultan Abdul
Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II untuk berunding di Limo Kaum Batusangkar,
dalam perundingan itu Belanda mengusulkan agar Sultan Abdul Jalil kembali
bertahta di Pagaruyung dan akan dibangun istana yang megah dan diberi tunjangan
sebesar 2.000 gulden tiap bulannya. Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan
Sembahyang II mengajukan syarat, dia baru mau berunding membicarakan hal
tersebut setelah kakak sepupunya dikembalikan ke Pagaruyung. Belanda secara
tegas menolak persyaratan tersebut dan akhirnya perundingan itu bubar tanpa
hasil. Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II kembali ke tempat
pengungsiannya di Sumpur Kudus. Kemudian Beliau kembali didaulat oleh Basa
Ampek Balai dan Datuak Bandaro Kuniang Limo Kaum untuk
mempertimbangkan tawaran Belanda tersebut. Tapi secara tegas beliau menjawab
dengan ucapan “ Denai indak akan manjua Ranah Minang ko untuak
mandape’an kasanangan duniawi apo lai mengorbankan rakyat, memang gadang
tunjangan 2.000 gulden tio’ bulannyo yang diagiah dek Belando tapi katahuilah
akan jauah balipek gando yang dipunguik dek balando dari rakyat, oleh sebab itu
bialah denai malanjui’an palawananko terhadap Balando dari Sumpur Kudus”. Sebagai
sikap tegas Sultan Abdul jalil Yang Dipertuan Sembahyang II tersebut maka
Belanda mendirikan benteng dan pusat perlawanan di Buo, dari situlah Belanda
secara sistematis baik melalui serangan-serangan bersenjata maupun politik adu
domba menekan perlawanan Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II dari
Sumpur Kudus. Akibat tekanan terus menerus dari Belanda akhirnya Sultan Abdul jalil
Yang dipertuan Sembahyang II memindahkan pusat pemerintahan di pengungsian ke
Muara Lembu – Rantau Singingi (Kab. Kuantan Singingi).
Hijrahnya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori
atau Yang Dipertuan Gadis Nan Halus (Tuan Gadih Pagaruyung XII) dan suaminya Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II beserta
keluarga dan rombongannya dari Sumpur Kudus ke Muaralembu - Rantau Singingi
terjadi sekitar tahun 1841 M. Sesampainya di Muaralembu - Rantau Singingi Yang
Dipertuan Gadis Puti Reno Sori beserta rombongan langsung disambut
oleh MAZMUR DATUK BANDARO 10 (DATUK KHALIFAH 8) (yang juga merupakan
kerabatnya) dan DATUK JALO SUTAN serta DATUK NAN BATUJUH, dan dengan demikian
secara otomatis pimpinan Pemerintahan Adat Rantau Singingi langsung diserahkan
kepada Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan saat itu juga gelar DATUK
KHALIFAH 8 dilepaskan oleh MAZMUR DATUK BANDARO 10, selain itu suami Yang
Dipertuan Gadis Puti Reno Sori yaitu Sultan
Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II tetap bertahta sebagai
Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat serta memegang pucuk pimpinan Dinasti
Kerajaan Pagaruyung.
Selang beberapa waktu, akhirnya putri mahkota
satu-satunya yang bernama Yang Dipertuan Gadis Puti Reno
Sumpu menikah dengan Tuanku Ismail bergelar Yang
Dipertuan Gunung Hijau seorang raja dari kerajaan Gunung Sahilan
Darussalam. Dari perkawinan ini lahirlah seorang anak perempuan yang
bernama Puti Reno Sultan Abdul Majid, dan nama ini ternyata sudah
disediakan jauh-jauh hari sebelumnya karena mereka sangat mengharapkan seorang
anak laki-laki.
B. RENCANA PEREBUTAN KEKUASAAN OLEH
RAJA BUJANG DAN PENGKHIANATAN DATUK GODANG
Dalam masa kepemimpinan Yang Dipertuan Gadis
Puti Reno Sori, sekitar tahun 1860 M seseorang yang berasal dari Minangkabau
yang bernama Raja Bujang datang ke Rantau Singingi dengan maksud menggulingkan
Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori. Jalur kedatangan Raja Bujang ini
dari Minangkabau adalah melalui Rantau Subayang dan terus kearah hilir hingga
sampai di muara sungai Singingi tepatnya di Tanjung Pauh. Disitu beliau bertemu
dengan Orang Godang Duo Sakoto Tanjung Pauh yaitu Datuk Jalo Sutan dan Datuk
Temenggung. Dalam pertemuan tersebut Raja Bujang berusaha membujuk, merayu,
mempengaruhi dan mengadu domba mereka dan mengatakan bahwasanya Yang Dipertuan
Gadis Puti Reno Sori tidak pantas menjadi Raja atau Pemimpin Adat Rantau
Singingi, tetapi yang tepat dan yang pantas itu adalah dirinya. Setelah
mendengarkan perkataan Raja Bujang yang seperti itu, Orang Godang Duo Sakoto
Tanjung Pauh yaitu Datuk Jalo Sutan dan Datuk Temenggung serta yang lainnya
menolak dengan tegas semua perkataan Raja Bujang Tersebut, dan kemudian
melaporkannya kepada Datuk Bandaro di Tanah Kerajaan Muaralembu dan juga
memberitahukan kepada Orang Godang yang ada disetiap koto di Rantau Singingi,
dan merekapun menolak keberadaan Raja Bujang di Tanjung Pauh.
Karena kehadirannya tidak diterima oleh Orang
Godang Duo Sakoto Tanjung Pauh, maka kemudian Raja Bujang meneruskan
perjalanannya kearah hulu sungai Singingi dan kemudian singgah di Koto Baru,
Disinipun beliau tidak diizinkan singgah oleh Orang Godang Duo Sakoto dan
penghulu yang ada di Koto Baru. Mendapat penolakan seperti itu akhirnya Raja
Bujang pun melanjutkan perjalanannya menuju Tanah Kerajaan Muaralembu.
Sesampainya di Tanah Kerajaan Muaralembu, kehadirannya pun langsung ditolak
oleh Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori. Setelah mendapatkan penolakan dari
Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori akhirnya Raja Bujang pun meninggalkan Tanah
Kerajaan Muaralembu dan melanjutkan perjalan kearah hulu sungai lembu yaitu ke
Koto Rambahan.
Sesampainya di Koto Rambahan Raja Bujang pun
mejumpai Datuk Godang yang merupakan pimpinan adat di luak tersebut. Setelah
bertemu dengan Datuk Godang, Raja Bujang berusaha membujuk dan meyakinkannya
agar diberi izin untuk tinggal di koto Rambahan dan beliaupun menyampaikan
bahwasanya kalau beliau diberi izin untuk tinggal beliau akan mengajarkan ilmu
agama islam dan akan membangun surau di koto Rambahan ini. Setelah mendengarkan
penjelasan dan bujuk rayu dari Raja Bujang ini maka akhirnya Datuk Godang pun
mengizinkan Raja Bujang untuk tinggal dan menetap di Koto Rambahan.
Akhirnya berita inipun sampai kepada Yang
Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan DATUK NAN BADUO. Kemudian Yang Dipertuan
Gadis Puti Reno Sori menitahkankan kepada DATUK NAN BADUO, dan DATUK NAN BADUO
memerintahkan DATUK MAJO GARANG (JOGANG) sebagai pimpinan Dubalang Rantau
Singingi untuk menyampaikan pesan kepada DATUK BESAR Subayang bahwasanya Raja
Bujang ingin menggulingkan kekuasaan Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori, dan
oleh karena itu mohon bantuan dari DATUK BESAR Subayang.
Mendapatkan kabar dan penjelasan seperti itu,
akhirnya DATUK BESAR Subayang mengirimkan Dubalang dan pasukannya kemudian
berkumpul di Tanah Kerajaan Muaralembu Rantau Singingi. Setelah menunggu waktu
yang tepat, akhirnya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori beserta DATUK NAN
BADUO pun memerintahkan penyerangan. Waktu penyerangan itupun dipilih sesaat
sebelum pelaksaan prosesi pengangkatan Raja Bujang Sebagai Guru dan sebagai
pimpinan pemerintahan di Koto Rambahan. Dan pada saat itulah rombongan Dubalang
dari Tanah Kerajaan yang dipimpin oleh DATUK MAJO GARANG (JOGANG) dan SUTAN
LARANGAN tiba-tiba muncul ditengah acara tersebut. Ditempat dan disaat itulah
SUTAN LARANGAN menyampaikan kepada Raja Bujang bahwasanya Raja Bujang tidak
dizinkan atau dilarang untuk tinggal di Koto Rambahan yang merupakan bagian
dari wilayah Rantau Singingi dibawah kekuasaan Yang Dipertuan Gadis Puti Reno
Sori dan DATUK NAN BADUO. Setelah mendengarkan perkataan dari SUTAN LARANGAN
akhirnya Raja Bujang pun melarikan diri kewilayah hulu sungai Lembu dan
kemudian diikuti oleh Datuk Godang beserta anak cucu kemenakannya yang
melarikan diri ke daerah Kuantan.
Beberapa waktu kemudian Yang Dipertuan Gadis
Puti Reno Sori bertitah kepada DATUK NAN BADUO agar DATUK NAN BADUO menyampaikan
kepada DATUK MANGKUTO SINARO supaya DATUK MANGKUTO SINARO segera menjemput
kemenakannya yaitu Datuk Godang beserta anak cucu kemenakannya supaya kembali
ke Koto Rambahan dan agar dapat menyusun kembali pemerintahan dan segera
menyampaikan permohonan maaf kepada Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan
DATUK NAN BADUO.
C. PENYERAHAN KEMBALI KEKUASAAN RANTAU SINGINGI DARI PETUAN
GADIS NAN HALUS PUTI RENO SARI KEPADA DATUK DATUK BANDARO
KE 11 (DATUK KHALIFAH KE 9)
Setelah berakhirnya masa perang Paderi, dan
seiring perjalanan waktu, pada tahun 1869 M Basa Ampek Balai serta Niniak Mamak
Nan Batujuah dari Pagaruyung dengan persetujuan residen Belanda di Padang
akhirnya bersefakaat untuk menjemput Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan
suaminya Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan
Sembahyang II beserta anaknya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu
di Muaralembu – Rantau Singingi untuk kembali ke Pagaruyung. Sesampainya
rombongan tersebut di Tanah Kerajaan Muaralembu – Rantau Singingi dan bertemu
dengan Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan suaminya Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II serta
anaknya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu kemudian
menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk menjemput mereka agar kembali ke
Pagaruyung untuk membangun dan menata kembali pusat kerajaan yang sudah hancur
lebur akibat perang saudara atau perang Paderi.
Mendengarkan penjelasan
tersebut dan setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, akhirnya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan suaminya Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II pun
bertitah :
1. Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II menyerahkan
kekuasaannya sebagai Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat
Pagaruyung kepada anaknya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih
Pagaruyung XIII).
2. Yang
Dipertuan Gadis Puti Reno Sori atau Yang Dipertuan Gadis Nan Halus (Tuan Gadih
Pagaruyung XII) menyerahkan
kekuasaannya sebagai pimpinan adat Rantau Singingi kepada
ABDUL RAHMAN DATUK BANDARO 11 dan melekatkan kembali gelar DATUK KHALIFAH
9 kepadanya.
3. Memerintahkan
anaknya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih Pagaruyung XIII)
beserta suaminya Tuanku Ismail bergelar Yang Dipertuan Gunung Hijau untuk
kembali ke Pagaruyung dan membangun kembali Istana Kerajaan dan menata kembali
sistem pemerintahan.
Mendapatkan titah seperti itu, maka
berangkatlah Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih Pagaruyung XIII)
dan suaminya Tuanku Ismail bergelar Yang Dipertuan Gunung Hijau beserta juga
dengan anaknya seorang puteri yang bernama
Puti Sutan Abdul Majid dan juga beserta rombongan lainnya menuju
Pagaruyung. Dalam perjalanan pulang menuju Pagaruyung tersebut, terjadi
pengkhianatan yang dilakukan seorang bernama Umar Atuak Kancia dengan maksud
menggagalkan upaya penjemputan Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih
Pagaruyung XIII) tersebut, namun pengkhianat itu berhasil dibunuh oleh Datuak
Bijayo dan Datuak Rajo Aceh. Setelah kembali ke Pagaruyung Yang Dipertuan Gadis
Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih Pagaruyung XIII) membangun kembali istananya di
Balai Janggo di bekas Istana Silinduang Bulan yang dibumihanguskan oleh pasukan
Padri pada tahun 1821 M. Untuk menunjang kehidupan keluarga Yang Dipertuan
Gadis Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih Pagaruyung XIII) Belanda memberinya tunjangan
Onderstand. Disebabkan suaminya Tuanku Ismail bergelar Yang Dipertuan Gunung
Hijau, adalah Raja kerajaan Gunung Sahilan tidak dapat berlama-lama
meninggalkan kerajaannya dan akhirnya ia kembali ke Gunung Sahilan dan
merekapun akhirnya bercerai. Setelah bercerai kemudian Yang Dipertuan Gadis
Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih Pagaruyung XIII) menikah dengan perdana
Mentrinya yaitu Sultan Mangun gelar Datuak Bandaro
Putiah Tuanku Penitahan Sungai Tarab. Sultan Mangun adalah anak dari Daulat
Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyung Sultan Alam Bagagarsyah (mamak kanduang
dari Yang Dipertuan Gadih Puti Reno Sumpu) dan kemudian melahirkan anak yang
bernama Puti Reno Saiyah gelar Yang Dipertuan Gadih Mudo. Yang Dipertuan Gadis
Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih Pagaruyung XIII) akhirnya meninggal dunia di
Pagaruyung pada tahun 1912 dalam usia 76 tahun.
Seiring dengan kepulangan anak dan menantunya
ke Pagaruyung, Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan
suaminya Sultan Abdul Jalil Yang
Dipertuan Sembahyang II yang
memilih tetap tinggal di Tanah Kerajaan Muaralembu – Rantau Singingi juga
menyerahkan kekuasaannya sebagai pimpinan adat Rantau
Singingi kepada ABDUL RAHMAN DATUK BANDARO 11 dan
melekatkan kembali gelar DATUK KHALIFAH 9 kepadanya. Dan pada
tahun 1898 M Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori atau Yang
Dipertuan Gadis Nan Halus (Tuan Gadih Pagaruyung XII) meninggal
dunia, dan dikebumikan disamping “Rumah Dalam” Tanah Kerajaan Muaralembu –
Rantau Singingi.
Makam
Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori atau Yang Dipertuan Gadis Nan Halus (Tuan
Gadih Pagaruyung XII) di Muaralembu – Singingi.
Dan sebelumnya, yaitu pada tahun 1869
suaminya Sultan Abdul Jalil Yamtuan
Garang Yang Dipertuan Sembahyang II berangkat menuju
Singapura guna meneruskan perjalanan ke tanah suci untuk menunaikan
ibadah haji, akan tetapi dalam perjalanannya yang ia tempuh melalui sungai
Kuantan kearah hilir itu beliau mengalami sakit dan pada akhirnya beliau
meniggal dunia kemudian dimakamkan di negeri Cerenti.
Disalin dari: yandrasingingi.blogspot.com