Ilustrasi Gambar: Human Rights |
Oleh Hasril Chaniago
Tiba-tiba saja saya ingin mengetahui (lagi) bagaimana penjajah Belanda memperlakukan tokoh-tokoh Indonesia yang angkat senjata melawan penjajah Belanda. Saya baca ulang buku "Perang Paderi" karya Muhamad Radjab yang diterbitkan Balai Pustaka tahun 1964. Satu-satunya buku yang mengisahkan Perang Paderi secara lengkap dan rinci sampai hitungan tanggal, hari bahkan sampai jam kejadiannya, dan mengisahkan setiap peristiwa secara detail.
Sekitar 15 tahun terakhir Perang Paderi tentara Belanda berusaha keras hanya untuk merebut benteng Bonjol (Bukit Tajadi) dan untuk menangkap Tuanku Imam Bonjol. Usaha tersebut tak pernah berhasil bahkan setelah korban di pihak Belanda jatuh sangat banyak. Imam Bonjol baru bisa ditangkap melalui tipu muslihat berupa ajakan perundingan yang ternyata jebakan.
Setelah Tuanku Imam Bonjol ditangkap, ditawan, dibawa ke Padang, lalu diasingkan ke Batavia dan selanjutnya ke Cianjur (sebelum akhirnya ke Ambon dan ke Lotak di dekat Manado). Pengasingan Tuanku Imam Bonjol diatur dengan sebuah besluit (surat keputusan) Pemerintah Hindia Belanda No. 3 tanggal 23 Januari 1838, di mana ditetapkan:
1. Tuanku Imam Bonjol harus diam di satu tempat di Keresidenan Priangan, tepatnya ke Tjiandjoer (Jawa Barat sekarang) dan tidak boleh lagi tinggal di tengah rakyat bangsanya (Minangkabau)
2. Tuanku Imam Bonjol diberi tunjangan hidup sebesar Rp50 (50 gulden) sebulan (jumlah yang cukup besar mengingat gaji seorang guru kepala masa itu hanya lk. 20-30 gulden sebulan).
3. Memerintahkan kepada Residen Priangan, bila tunjangan itu tidak cukup, maka boleh dimintakan tambahan sepantasnya (kepada pemerintah pusat).
Kalau dipikir-pikir sekarang, pemerintah kolonial Belanda memperlakukan Tuanku Imam Bonjol secara cukup berkemanusiaan (tidak ada dilaporkan beliau diborgol). Hanya saja beliau memang tidak dibolehkan lagi tinggal di tengah (suku) bangsanya karena pengaruhnya sangat besar dalam menentang Belanda. Malah dilaporkan, bila ada anggota keluarga atau pengikut Imam Bonjol yang mau mengiringkan beliau di pengasingan, seluruh biaya hidup mereka ditanggung oleh pemerintah.
Nah itulah antara lain yang saya temukan dari membaca ulang "Perang Paderi" Muhammad Radjab. Rupanya masih ada juga baiknya pemerintah penjajah itu dalam memperlakukan para pemimpin bangsa Indonesia yang menentangnya.
Disalin dari kiriman FB Hasril Chaniago