Mempersoalkan “Agama” Sisingamangaraja XII

Paduko Basa
By -
0

  

Posting tentang “Sisingamangaraja XII (1845-1907) Pejuang Islam Yang Gigih” cukup mendapatkan respon yang “mencerahkan” terkhusus dalam mempersoalkan masalah “Agama” Sisingamangaradja XII.

Dr. phil. Ichwan Azhari, MS dalam seminar ‘Peringatan 100 Tahun Gugurnya Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII, Deli Room Hotel Danau Toba Internasional Medan 26 Mei 2007 dalam pengantarnya menuliskan : “Sekalipun tersedia relatif banyak literatur membahas tokoh yang kita seminarkan hari ini, tapi riwayat hidupnya, perjuanganya, spritualitasnya termasuk keterbukaanya dengan dunia luar tetap menimbulkan kontroversi yang menantang sejarawan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam. Benarkah dia beragama Islam sebagaimana ada sumber Belanda dan Jerman mengatakannya yang menyebabkan Mohammad Said menguatkan indikasi itu sementara WB. Sijabat membantahnya? Mengapakah dia disatu sisi dekat dengan Aceh yang muslim dan panglima-panglima Aceh rela membantu perjuangannya sampai mati di tanah Batak sementara dipihak lain, dia tidak memusuhi bahkan bertemu dan berkorespondensi dengan Nommensen missionaris Kristen Batak yang terkenal itu? Jika kakeknya (Sisingamangaradja X) tewas dibunuh pasukan Islam dari arah Selatan yang ingin melakukan Islamisasi Tapanuli, mengapakah ayahnya (Sisingamangaradja XI) tidak memusuhi Islam (bahkan mengirim Sisingamangaradja XII ke dunia Islam yang lain di Aceh) dan elemen Islam diterima masuk dalam serangkaian ritus-ritus kepercayaan Sisingamangaradja XII ? Benarkah dia di satu era perjuangannya tidak mendapat banyak dukungan orang-orang Batak sendiri sehingga dia harus mempertanahkan diri sampai ke Dairi sebagaimana sumber kontroversial (Mangaradja Parlindungan) menyebutnya? Bagaimana cara dia mati, ditembak oleh Christoffel sebagaimana berbagai sumber menyebut ataukah ditembak oleh seorang Maluku bernama Hamisi sebagaimana yang ditemukan Sijabat?”


Dari berbagai tanggapan terutama sahabat-sahabat yang berasal dari Sumatra Utara atawa Batak menyangkal bahwa Sisingamangaradja XII beragama Islam diantaranya, Soe Medan “Sejak kapan pulak Sisingamangaraja Beragama Islam? Seharusnya anda itu malu menyebut2 agama islam itu pada raja sisingamangaraja.memang negara kita ini negara islam, tapi kita sendiri juga tau bagaimana islam itu sebenarnya”.reogjhatilan ” mengapa tiba2 sisingamangaraja itu harus dijadikan islam? nama/gelar mangaraja adalah gelar hindu“. Rudi Siahaan “Jangan gitu dong bang… jangan sembarangan nulis kalau gak ada bukti yang konkrit… boleh menebak, tapi pake bukti, jangan cuma katanya…. katanya aja..sertain juga sumbernya ya… wasalammuaalaikum… Rudy siahaan, manado, sulawesi”

Komentar yang paling “mencerahkan” datang dari Bang syariffuddin Hutabarat yang saya tanggapi langsung dalam halaman sang pembelajar karena tidak hanya menyangkut masalah Sisingamangaradja XII tapi masalah pribadi pemilik blog.

Komentar dan respon yang lain dan bernada sama diantaranya datang dari sangkakala ” blog ini 100% bohong, baca sejarah makannya tolol sejak kapan sisingamangaraja orang silomo dasar lo orang mandailing asal bacot dah kebanyakan ngerokok shisa arab sih makannya begitu”. Umumnya beliau-beliau tidak menunjukan secara argumentatif bahwa Sisingamangaradja XII bukan “Agama Islam” seperti yang disampaikan oleh Mas Tommy wong Madura “sebuah artikel bernas dan mencerahkan…..saya salut dengan usaha anda……..
apapun tanggapan dari pembaca… maka kalo memakai bahasa Bang Hutabarat…ada satu kepercayaan (terutama bagi saya pribadi) …. bahwa apapun itu pasti akan mendapat respon yang baik pro maupun kontra……. bukankah tak pernah kita temui…sesuatu itu disetujui semua atau ditolak semua…. semua mendukung dan semua menolak…gak ada ituh……. bagi saya setiap usaha untuk menelusuri “kebenaran” sejarah adalah sesuatu yang patut kit hargai…..jika ada “ketidakserasian” dengan data kita jangan asal menyalahkan juga….bang Hutabarat juga tidak memberikan referensi terkait usaha menolak argumen bang Kopral Cepot yang di bebrapa bagian tulisannya sudah menyebut data dan referensi…..Ingatlah tak ada “kebenaran tunggal” dalam sejarah……..yang ada adalah tingkat validitas yang lebih dari yang lain yang mana hal itu berdasarkan data dan bukti referensi yang lebih kuat……semoga…. Semangat bang Kopral……saya mendukung anda….

Sesuai dengan janji saya kepada Bang Charlie M. Sianipar atas kometarnya “Keturunan Raja Si Sisingamangaraja dan keluarganya masih banyak yang hidup, salah satunya Raja Tonggo Sinambela. Yang bisa bertutur banyak tentang keluarganya. Begitu juga dengan kerabat mereka yang lainnya di Laguboti. Membaca posting diatas, saya jadi tersenyum. Mau ngapain ini si Kopral. Masih Kopral saja sudah begini, bagaimana dia bila sudah jadi perwira. Cerita apa lagi yang mau disuguhkan 🙂 untuk memberikan tambahan argumentasi yang saya peroleh dari studi literatur dari buku API SEJARAH atas posting yang membuat beliau tersenyum 🙂 bahwa Sisingamangaradja XII adalah beragama Islam.

Berikut cuplikan saya dari buku API SEJARAH mengenai “Agama” Sisingamangaradja XII dan secara jujur tanpa harus merubah judul posting Sisingamangaraja XII yang disarankan oleh Ahu “Semestinya, kalau masih banyak hal yang perlu distudi mengenai keagamaan Raja Sisingamangaraja, jangan menulis dengan judul yang sudah definit seperti tulisan anda ini”. Karena “sementara” ini saya berpegang pada “mazhab Mansyuriah”, dan meyakini bahwa Sisingamangaradja XII beragama Islam.

Perang Batak dipimpin oleh Si Singamangardja XII pada, 1289-1325 H atau 1872-1907 M. Dalam Sejarah Indonesia ditulis Si Singamangaradja XII sebagai penganut agama Perpegu. Dalam realitas sejarahnya, Si Singamangaradja XII seorang Muslim yang sangat taat kepada ajaran Rasulullah saw.

Dapat dibaca pada stempelnya. Tidak hanya menyebutkan dirinya sebagai Raja di Bakara. Namun juga, menuliskan Tahun Hijrah Nabi pada 1304. Pada umumnya, dala penulisan Tahun Hijrah, cukup dengan angka tahun diikuti tahun hijrahnya dengan disingkat dengan huruf H saja. Tanpa Nabi.

Tidaklah demikian halnya dengan Si Singamangaradja XII. Dituliskan dengan lengkap penyebutan Hijrah Nabi. Benderanya Merah Putih. Di dalamnya terdapat gambar Pedang Rosulullah saw yang bercabang dua (sekarang lambang Pedang Si Singamangaraja XII dibalikan posisinya, dan dijadikan lambang lembaga pendidikan Kristen di Medan karena pada batas antara bagian pegangan dengan pedang yang terbelah, terdapat penghalang genggaman tangan yang melintang sehingga bentuknya mirip salib. Buku Perang Batak ditulis oleh seorang penulis Kristen, memuat Stempel Si Singamangaraja XII, namun tidak menjelaskan mengapa Si Singaangaraja XII menggunakan Huruf Arab Melayu dan tahun 1304 Hijrah Nabi). Di kanan kirinya terdapat pula lambang Bulan dan Matahari.

Bulannya merupakan bulan sabit seperti pada umumnya lambang Islam. Namun, disertakan pula garis lengkung di depannya sehingga membentuk bulan purnama. Mataharinya pun bukan seperti lambang Muhammadiyah dan Persatuan Islam, melainkan matahari dengan sinar delapan yang berarti melambangkan cahaya kejayaan kearah delapan penjuru angin. Dapat juga diartikan sebagai lambang empat sahabat Rasulullah saw atau Khulafaur Rasyidin dan empat Mazhab Fikih.

Dampak dari upaya deislamisasi dalam penulisan Sejarah Si Singamangaradja XII, meragukan Si Singamangaradja XII memeluk agama Islam. Namun, kalau kita ikuti karya Sukatulis yang terbit 1907, menyatakan :

Volgens berichten van de bevolking moet de tegen, woordige titlaris een 5 tak jaren geleden tot den Islam zijn bekeerd, doch hij werd geen fanatiek Islamiet en oefende geen druk op zijn ongeving uit om zich te bekeren – Menurut kabar dari penduduk, raja yang sekarang (aksud Titularis adalah Si Singamangaradja XII), sejak lima tahun yang lalu telah memeluk agama Islam yang fanatik. Namun dia (Raja Sisingamangaradja XII) tidak memaksa supaya orang-orang disekitarnya menukar agamanya, menjadi Islam.

Perang Batak, pada 1289-1235 H atau 1872-1907 M berlangsung bersamaan dengan perang Atjeh, pada 1290 – 1332 H atau 1873-1914 M. Kedua perang ini tidak dapat dilepaskan hubungan dengan provokasi Imperialis Kerajaan Protestan Belanda. Provokasi ini sangat dipengaruhi oleh perolehan keuntungan Tanam Paksa yang sangat besar. Melalui kedekatan kedua wilayah tersebut, tidak mungkin salah satu diantara keduanya, dalam tinjauan teori pelumpuhan sumber kekuasaan ;awan tanpa diserangnya.

Perang dimulai dengan serbuan Zending terutama yang dipimpin oleh Rijnsche Zending, berhasil memasuki wilayah subur Danau Toba. Wilayah ini sebagai salah satu sumber potensi dari Si Singamangaradja XII. Invasi serdadu Belanda membuat Si Singamangaradja XII mengadakan kontak dengan Aceh dan Sumatra Barat. Dalam melancarkan perlawanan bersenjata, Si Singamangaradja XII didampingi dua panglima yaitu Panglima Nali dari Sumatra Barat dan Panglima Teoekoe Mohammad dari Aceh. Mungkinkah Si Singamangaradja XII mau menerima tawaran untuk menyerah dalam perundingan, bila ayahnya, Si Sisingamangaradja XI, dibunuh oleh Belanda.

Perang terjadi selama 35 tahun, pada 1289 – 1325 H. selama itu, Si Singamangaradja XII mempertahankan negerinya dari penjajahan Keradjaan Protestan Belanda. Tiga puluh lima tahun bukanlah waktu yang pendek. Invasi serdadu Belanda, sebenarnya tidak cukup untuk menguasai wilayah Sumatra Utara seluas 3.69 % luas wilayah Nusantara.

Sisingamangaradja XII memang tidak berdaya bila ditinjau dari jumlah senjata yang dimilikinya. Apalagi tidak memiliki armada perang dan juga tidak memiliki organisasi persenjataan dalam menghadapi kerjasama serangan dari imperialisme Keradjaan Protestan Belanda yang dibantu oleh Keradjaan Protestan Anglikan Inggris. Namun perjuangannya melawan upaya imperialisme, di dunia saja dapat dipastikan memperoleh bintang kehormatan penegak perikemanusiaan dan perikeadilan dari segenap pencinta kemerdekaan dan kedamaian. Jauh lebih terhormat dan mulia dari Bintang Officier van Oranje Nassau dari penjajah. Apalagi, di Yaumil Akhir nanti Insya Allah tergolong Syuhada.

(Dicuplik dari “API SEJARAH Buku yang akan Mengubah Drastis Pendangan Anda tentang Sejarah Indonesia, Ahmad Mansur Suryanegara, Salamadani Pustaka Semesta, Bandung, Juli 2009. sub Perang Batak hal 237-241)

Catatan : Perdebatan tentang agama Sisingamangaradja XII juga saya temukan di blog tetangga dan sesuai saran Wawan “Bagi para komentator, untuk menyanggah suatu pendapat haruslah didukung data yg valid dari permasalahan yg hendak disanggah/digugat. Barulah akan lahir dialog yg mencerdaskan. Dan para pembaca dapat menilai pendapat mana yg benar. marilah kita diskusi dengan argumentasi … 🙂

Disalin dari blog: serbasejarah.wordpress.com


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

Featured Post

Mengurai Jejak Kolonialisme: Peranan Belanda dalam Merusak Tatanan Adat Minangkabau

Mengurai Jejak Kolonialisme: Peranan Belanda dalam Merusak Tatanan Adat Minangkabau

Oleh: Muhammad Jamil, S.Ag. Lb. Sampono    Studi Kasus Perjanjian Plakat Panjang 1833 dan Perjanjian Bukittinggi 1865 -…

By -