Gambar: Wikipedia |
Kerajaan Riau-Lingga. (1784-1911).
Kesultanan Riau-Lingga merupakan sebuah Kerajaan yang dikenal dengan sebutan 'bunda tanah melayu'. Kerajaan ini berpusat di Pulau Lingga, Kepulauan Riau. Pada awalnya Riau-Lingga merupakan bagian dari Kesultanan Malaka kemudian Kesultanan Johor-Riau dan kemudian Kesultanan Siak Sri Indrapura. Berdasarkan Tuhfat al-Nafis, Sultan Lingga merupakan kelanjutan daripada Kesultanan Johor-Riau. Wilayahnya mencakup Kepulauan Riau, Johor, Singapura dan sebagian kawasan pesisir Indragiri dan Jambi. Kesultanan Riau-Lingga diakui keberadaannya oleh Inggris dan Belanda.
Pada 10 November 1784, Kawasan Kepulauan Riau diserahkan oleh Sultan Siak, Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah yang masih dalam perwalian kepada VOC. Isi perjanjian ini tidak diakui oleh Sultan Mahmud, penguasa Johor dan Pahang ini juga menuntut hak keatas kawasan itu. Bintan adalah tanah kelahirannya, sebagaimana nenek moyangnya yang menjadi Sultan dan berkuasa atas wilayah tersebut.
Pada 13 Mei 1787 Sultan Mahmud Ri'ayat Shah berhasil menghalau Belanda dari perairan Bintan. Ia kemudian memutuskan berhijrah dan memindahkan pusat pemerintahan kesultanan ke Daik, Lingga pada 24 Juli 1787. Dalam sebuah laporan arsip catatan rapat VOC di Malaka 1790 disebutkan bahwa keberadaan Sultan Mahmud dan pengikutnya ke Kepulauan Riau sangat membahayakan kedudukan Belanda di kawasan Kepulauan Riau. Laporan VOC itu juga membuktikan bahwa Sultan Mahmud menggunakan kekuasaan dan kekuatannya mengendalikan para bajak laut untuk kemudian menyerang atau merompak musuh-musuhnya.
Menurut pengakuan Letnan Gubernur Jenderal VOC di Melaka, de Bruijn, kekuatan armada VOC tak mampu menandingi kekuatan armada laut Sultan Mahmud di 'belantara lautan' Kepulauan Riau.Berdasarkan surat tertanggal 29 Mei 1795 Gubernur Jenderal VOC di Batavia mengakui kedaulatan Kesultanan Riau-Lingga-Johor. Surat itu menyatakan penyerahan Bintan kepada Sultan Mahmud, penguasa Johor dan Pahang, yang ditandatangani oleh Gubernur Couperus atas nama Gubernur Jenderal VOC serta Henry Newcome dan A. Brown sebagai perwakilan Kantor Pusat Angkatan Perang Kerajaan Inggris di Malaka atas nama Ratu Inggris. Surat pengakuan kembali Sultan Mahmud Riayat Shah sebagai Sultan Johor- Riau-Lingga. Adapun Pahang diperintah oleh Raja-Bendahara Tun Abdul Majid.
Mahmud Ri'ayat Shah mangkat di Benteng Tanna, Bukit Chengah, Lingga pada 12 Januari 1811. Ia dimakamkan di Masjid Jamie Daik, Lingga tanpa mewasiatkan ada nama penerus. Ia meninggalkan dua putra dan dua putri. Perselisihan suksesi muncul di antara kedua putranya. Tengku Abdul Rahman, putra keduanya atas dukungan Yang Dipertuan Muda Bugis, ditabalkan menjadi Sultan Johor-Riau- Lingga dengan gelar Sultan Abdul Rahman Muazzam Shah dan berkedudukan di Daik-Lingga, Kepulauan Riau.
Pada tanggal 29 Januari 1819 Reffles mendarat di Singapura dan Tanggal 30 Januari 1819 membuat perjanjian dengan Temenggong Johor, Daeng Abdul Rahman. Penguasa de facto Johor ini mengizinkan Inggris untuk membangun Loji disana. Pada 6 Februari 1819 Inggris juga menobatkan Tengku Husein menjadi Sultan Johor-Singapura. Isi perjanjian antara Reffles dengan Tengku Husein ditentang oleh Belanda karena Johor dan Singapura adalah adalah Wilayah Kesultanan Melayu Riau-Lingga.
Pada 17 Maret 1824, Inggris dan Belanda menyepakati Perjanjian London. Melalui isi perjanjian tersebut kemudian mereka sepakat membagi bekas wilayah Kesultanan Johor-Riau . Hal ini menyebabkan wilayah bekas Kesultanan Johor-Riau terbagi menjadi dua: Johor-Singapura berada di bawah pengaruh Inggris sedangkan Riau-Lingga berada di dalam pengaruh Belanda.
Pada tanggal 7 Oktober 1857 pemerintah Hindia-Belanda memakzulkan Sultan Mahmud IV dari tahtanya. Pada saat itu Sultan sedang berada di Singapura. Sebagai penggantinya diangkat pamannya, Yang Dipertuan Muda Bugis dengan gelar Sultan Sulaiman Badarul Alam Shah II. Dengan demikian Jabatan raja muda disatukan dengan jabatan raja oleh Sultan Abdul Rahman Muazzam Shah II pada 1899.
Pada 3 Februari 1911 Pemerintah Hindia-Belanda memakzulkan Sultan Abdul Rahman Muazzam Shah II. Belanda juga mengusirnya ke Singapura dan menghapus kerajaannya usai upaya pembaruan kontrak Politik gagal. Menurut Sultan Abdul Rahman II sendiri, kontrak tersebut melucuti kewenangan dan pendapatan Istana. Ia mangkat pada 28 Disember 1930 dan dimakamkan di Tanah Perkuburan Islam Bukit Raden Mas, Teluk Belangah, Singapura. Dengan demikian berakhirlah riwayat Kesultanan Riau-Linga.
Disalin dari kiriman FB Riff ben Dahl