Ilisutrasi gambar: News Detik |
Ada orang yang berkeyakinan demikian berdalil dengan ayat:
وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا
"Siapa yang masuk ke sana, ia akan aman" (QS. Ali Imran: 97).
Jadi menurut mereka, masuk masjid pasti otomatis aman. Dan mereka mengatakan mencegah wabah corona tidak perlu pakai masker, cukup yakin dengan doa.
Pertama, ayat ini bicara tentang kota Makkah, bukan tentang masjid. Lengkapnya ayat:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ (96) فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
"Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imran: 96 - 97).
Maka berdalil dengan ayat ini untuk melarang orang menggunakan masker masuk masjid adalah pendalilan yang tidak nyambung sama sekali.
Kedua, ayat ini juga tidak berarti orang yang masuk Makkah otomatis langsung aman tanpa sebab. Namun tentu ada sebabnya. Disebutkan oleh Ibnu Katsir :
حرم مكة إذا دخله الخائف يأمن من كل سوء ، وكذلك كان الأمر في حال الجاهلية ، كما قال الحسن البصري وغيره : كان الرجل يقتل فيضع في عنقه صوفة ويدخل الحرم فيلقاه ابن المقتول فلا يهيجه حتى يخرج
"Ayat ini bicara tentang kemuliaan Makkah. Jika orang yang ketakutan memasuki Makkah, maka ia akan aman dari segala keburukan. Demikianlah yang terjadi di zaman Jahiliyah. Sebagaimana disebutkan oleh Al Hasan Al Bashri dan lainnya: "dahulu ketika ada orang yang pernah membunuh orang lain, ia menggunakan kain wol di lehernya. Kemudian ketika ia memasuki Makkah dan bertemu dengan anak dari korban yang dibunuhnya, maka anak tersebut tidak akan menyerangnya sampai ia keluar dari Makkah" (Tafsir Ibnu Katsir).
Jadi, karena sebab kemuliaan kota Makkah maka orang tidak mau membuat pertikaian dan peperangan di dalamnya.
Maka adanya keamanan itu dikarenakan ada sebabnya. Dan orang yang ingin aman pun wajib mengusahakan sebab-sebab.
Ketiga, demikian juga orang yang masuk masjid, jika ia ingin aman dari gangguan dan keburukan maka harus mengusahakan sebab-sebabnya.
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu'anhu, ia berkata:
كان أهل اليمن يحجون ولا يتزودون، ويقولون: نحن المتوكلون، فإذا قدموا مكة سألوا الناس، فأنزل اللّه تعالى: {وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوى}
"Dulu penduduk Yaman jika berhaji mereka tidak bawa bekal. Mereka berkata: kami bertawakal. Namun ketika mereka sampai Makkah, mereka meminta-minta kepada orang lain. Maka turunlah ayat {Berbekallah! Dan sebaik-baik bekal adalah taqwa}" (HR. Bukhari).
Dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu, ia berkata:
قال رجل: يا رسول اللّه أعقلها وأتوكّل، أو أطلقها وأتوكّل؟ -لناقته- فقال صلى الله عليه وسلم: «اعقلها وتوكّل»
"Berkata seseorang kepada Nabi: wahai Rasulullah saya ikat unta saya kemudian tawakal ataukah saya biarkan lalu saya tawakal? Nabi bersabda: ikat untamu lalu tawakal" (HR. Tirmidzi. Hadits ini dha'if, namun maknanya shahih).
Tawakal menurut Ahlussunnah harus disertai mengambil sebab dan usaha. Namun hati tetap bergantung pada Allah semata, bukan pada sebab. Adapun tawakal tanpa mengambil sebab dan usaha ini tawakal ala kaum sufi.
Keempat, orang yang berkeyakinan bahwa jika masuk masjid pasti aman secara otomatis tanpa perlu mengambil sebab, hendaknya konsisten dengan pendapatnya, sehingga:
* jika bawa barang berharga tidak perlu diamankan
* masjid tidak perlu pasang CCTV
* pintu ruang sound system dan peralatan tidak perlu dikunci
* kotak amal tidak perlu diamankan, tidak perlu digembok juga
* jika ada kabel listrik terbuka, tidak perlu diperbaiki
* sandal-sepatu tidak perlu dititipkan
* dan seterusnya.
Kira-kira bisakah konsisten dengan keyakinan di atas?
Kelima, adapun larangan shalat memakai masker memang ada khilaf di antara ulama.
Wallahu a'lam.