Ilustrasi Gambar: Guru Pendidikan |
Pada suatu ketika datanglah sejenis makhluk yang suka bunyi-bunyian, hidupnya bercocok tanam, ada yang di tanah kering, dan ada yang di tanah basah. Di lereng-lereng bukit atau di tanah rendah. Makhluk ini bernama Sibunian dengan pimpinannya yang bernama Si Raja Jani. Makhluk-makhluk Sibunian ini, lelakinya berwajah tampan dan gagah. Perempuan-perempuannya cantik-cantik semuanya.
Sehabis bekerja mereka bersuka ria dengan aneka bunyi-bunyian mereka menari-nari riang gembira. Dan suara bunyi-bunyian serta senda gurau mereka didengar oleh sekalian makhluk.
Ketika mereka melihat dari jauh, seberkas cahaya titiek palito, timbullah hasrat mereka untuk menyelidikinya. Mana tahu, titiek palito itu adalah daratan yang subur dan bisa dimanfaatkan untuk bercocok tanam dan dapat pula dijadikan sebagai tempat senang-senang bersuka ria.
Mereka memohon kepada pimpinannya agar dapat pergi ke sana. Oleh Raja Jani, permintaan rakyatnya diterima dengan suka hati. Bahkan dia sendiri ikut mempelopori penyelidikan itu:
“Aku akan memimpin kalian, mari kita pergi bersama-sama menyelidiki tempat itu.” Ujar Raja Jani secara spontan setelah mendengar keterangan rakyatnya.
Betapa senangnya rakyat Raja Jani mendengar persetujuan itu. Raja Jani bertambah dihormati dan disegani rakyatnya, karena selalu memperhatikan dan mengabulkan permintaan rakyatnya. Raja Jani beristeri seorang bidadari yang namanya disebut sebagai Puti Silansari. Konon pada mulanya Puti Silansari tinggal di bumi dengan tubuh yang kasar, yang kemudian menjelma menjadi tanaman padi.
Pada suatu ketika adalah Tuangku Raja Kayangan yang menjadi raja di Kayangan, suatu tempat yang terletak tinggi di atas langit, dibalik awan yang menggejuju. Mangadakan perjanjian untuk menghormati kedatangan Raja Jani.
Kebiasaan ini, menjadi tradisi tersendiri yang dilakukan Tuanku Raja Kayangan terhadap siapa saja dari makhluk bumi yang senantiasa berbuat kebaikan. Dan senantiasa menegakkan hukum perdamaian dan keadilan. Serta selalu tetap berada dalam kebenaran.
Raja Jani, diundang datang ke Kayangan dan menjadi tamu kehormatan Tuanku Raja Kayangan. Semakin banyak berbuat keadilan dan kebaikan, semakin tinggi nilainya. Oleh karena itu semakin sering pula diundang datang ke Kayangan.
Raja Jani termasuk Sibunian yang sering diundang ke Kayangan. Bahkan dia telah menjadi kesayangan Tuanku Raja Kayangan. Tidak sedikit petunjuk-petunjuk Tuanku Raja Kayangan yang telah diterimanya dan dilaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Itulah yang membuat Tuanku Raja Kayangan sangat sayang kepada Raja Jani.
Seperti biasa, setiap bunyi-bunyian yang menawan, Raja Jani banyak belajar dari bidadari Kayangan tentang seni gerak yang indah-indah, diiringi seni memainkan bunyi-bunyian dengan berbagai alat bunyi. Kemudian dengan sabar dia mengajarkan kepandaiannya yang diperdapat itu kepada rakyatnya.
Berbagai tari-tarian dan irama bunyi-bunyian telah diciptakannya pula untuk rakyatnya. Di Kayangan Raja Jani terpikat dengan seorang bidadari manis dan cantik, bernama Puti Silansari. Dan ternyata Raja Jani tidak bertepuk sebelah tangan.
Ketika Raja Jani turun dari Kayangan kembali ke bumi, diam-diam kekasihnya itu mengikuti dari belakang. Gemparlah Kayangan.
Tuanku Raja Kayangan jadi marah, mendengar berita itu. Dikirimnya utusan ke bumi. Raja Kayangan menyuruh kembali bidadari yang pergi tanpa izin, bahkan Kayangan mendapatkan berita Puti Silansari berada di istana puri Raja Jani.
”Saya minta maaf kepada Raja Kayangan, sesungguhnya saya baru tahu kehadiran Puti Silansari, justru setelah saya sampai di bumi. Tolong disampaikan keterangan ini dengan sebenarnya kepada Tuanku Raja Kayangan.” Kata Raja Jani kepada utusan tersebut.
Sebenarnya Raja Jani betul-betul tidak tahu menahu kalau Puti Silansari mengikutinya turun ke bumi. Puti Silansari sendiri menolak untuk kembali ke Kayangan.
Bagaimanapun cara membujuknya ia tidak mau kembali ke Kayangan saking cintanya kepada Raja Jani. Tuanku Raja Kayangan tetap tidak membolehkan, bahkan bertambah marah.
“Hai Puti Silansari! Karena engkau telah melanggar ketentuanku, dan tidak mau menuruti perintahku, maka sejak saat ini kutuk berlaku atasmu di bumi. Tinggallah engkau di bumi itu selama tujuh musim dengan tubuh yang kasar, serta engkau tak dapat bergaul dengan makhluk-makhluk lain, terkecuali sesama makhluk kasar.”
Suara Tuanku Kayangan menggetarkan Kayangan dan sampai ke bumi bagaikan guntur di siang bolong. Puti Silansari kena kutuk Raja Kayangan, ia tak dapat bergaul sesamanya, kecuali dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, batu, air dan makhluk-makhluk bertubuh kasar lainnya. Raja Jani tidak bisa berbuat apa-apa.
Sehabis tujuh musim datanglah hulubalang Kayangan menjeputnya dan membawa kembali pulang. Tetapi hulubalang itu tidak bisa merubah tubuh kasarnya menjadi tubuh halus kembali, ia dibawa dengan tubuh kasarnya ke Kayangan.
Sesampai di Kayangan, Puti Silansari tidak mau berpisah dengan tubuh kasarnya di kayangan. Hari ke hari ia menyebut nama kekasihnya dan memohon untuk dikembalikan ke bumi. Perempuan itu jatuh sakit.
Penghuni istana Kayangan jadi susah. Mereka memohon dengan sangat agar Tuanku Raja Kayangan mengampuni Puti Silansari.
Tuanku Raja Kayangan tidak sampai hati, kemudian mengampuni Puti Silansari. Raja mengambil tubuh kasar perempuan bidadari itu.
Oleh penduduk Kayangan ditanamkan tubuh kasar itu di dekat pekarangan istana, yang kemudian tumbuh menjadi tanaman padi. Puti Silansari kembali ke bumi menemui Raja Jani. Mereka menikah dengan pesta perhelatan yang ramai.
Berbagai atraksi kesenian seperti tari-tarian dan bunyi-bunyian ditampilkan untuk memeriahkan perhelatan besar yang sebelumnya tak pernah terjadi itu. Atraksi juga diselingi dengan berbagai permaian menarik.
Puti Silansari dari Kayangan membawa buah padi yang tumbuh dari badan kasarnya itu ke bumi. Setiap Sibunian dihadiahi bibit padi itu, dan menjadi makanan para Sibunian.
Dengan rajinnya Sibunian memelihara tanaman padi mereka dari musim ke musim, sehingga padi itu akhirnya menjadi makanan pokok mereka.
Kemudian Tuanku Raja Kayangan dengan gegasnya yang cemerlang menghadiahi pula pada manusia bumi tanaman padi itu untuk makan pokok mereka, tetapi dalam bentuk, rupa, rasa dan proses pertanaman yang berbeda. Tanaman padi yang berasal dari benih yang dibawa Puti Silansari tidak kelihatan oleh manusia. Buah padi ini terselubung oleh sesuatu yang menyelubunginya, selubung itu bagaikan kulit padi yang memancarkan cahaya amat terang. Mata manusia bisa terbakar bila memandangnya. Itulah sebabnya manusia tidak bisa melihatnya. Kadang-kadang Ia tampak bagaikan butir-butir intan yang berkilauan, dengan pancaran cahaya yang amat kuat. Manusia menyebutnya intan podi.
Tetapi tanaman yang diberikan langsung kepada manusia sebagai hadiah dari dari Kayangan, hasilnya berupa biji-bijian padi. Apabila kulitnya dilepas akan didapat butir-butir isi yang menjadi makanan pokok manusia. Dengan bebagai cara dan kepandaian, manusia dapat mengolah padi menjadi berbagai makanan yang enak. Tentu saja setelah kulit-kulit padi itu dipisahkan lebih dahulu, dengan cara menumbuk-numbuknya di sebuah lesung padi, sehingga kemudian kulitnya terpisah dari isinya.
Kepandaian bercocok tanam padi, dari mengolah tanah tempat bertanam, sampai ke pada mengolah hasilnya, dari menyabit, mengeringkan lalu menumbuknya jadi beras untuk makanan disebut Ilmu Padi.
Manusia berlomba-lomba menuntut ilmu padi, karena pengetahuan itu merupakan berkah dan hidayah dari Kayangan. Manusia tidak mau menyia-nyiakannya. Seluruh tanah yang subur diteruka menjadi lahan persawahan. Berpetak-petak sawah dibuat manusia untuk bertanam padi. Manusia yang tadi berkehidupan liar, berburu, dan berpindah-pindah untuk mencari dan mendapatkan kebutuhan makanan, sekarang tidak lagi liar, karena mereka memiliki, memelihara dan mengolah lahan persawahan yang subur. Mereka menjadi manusia yang menetap, manusia yang teratur memelihara kehidupan dan memelihara tanaman padinya di sawah. Apabila padinya telah berbuah masak, mereka melihat keagungan cahaya dari kayangan memancarkan sinarnya lewat buah padi mereka. Berbidang-bidang sawah mereka jadi menguning keemas-emasan, bersinar seperti sinar-sinar emas memancarkan kilauannya. Mereka gembira sekali menyambut musim panen, mereka menari-nari, mereka bercengkerama ria, sambil bergotong royong menyabit padi, lalu mengumpulkan padi itu pada sebuah lumbung padi yang telah mereka persiapkan di halaman rumah mereka masing-masing.
Puti Silansari menjaga tanaman padi, sejak dari cara bercocok tanamnya sampai kepada cara-cara mengolahnya sehingga bermanfaat, baik yang ditanam Sibunian maupun yang ditanam manusia. Puti Silansari sangat dihormati oleh penduduk bumi, terutama Sibunian dan Manusia. Rakyat Sibunian dan Manusia bumi mengenalnya dengan nama Dewi Sri. Tetapi Dewi Sri lebih terkenal dengan panggilan Induak Padi oleh masyarakat manusia di sekitar daratan Gunung Marapi.
Disalin dari: marewai