Penaklukan Sultan Iskandar Muda (1607-1636)
Penaklukan Sultan Iskandar Muda didasarkan pada kekuatan militernya. Angkatan bersenjatanya terdiri dari satu angkatan laut yang terdiri dari galeon-galeon buatan para ahli dari Turki Utsmani. Masing-masing terdiri dari 600-800 orang kru, sebuah pasukan kavaleri yang menggunakan kuda-kuda Persia, korps gajah, pasukan infanteri wajib militer dan lebih dari 2000 pucuk meriam buatan Sumatera dan Eropa.
Segera setalah naik tahta di tahun 1607, ia mulai mengkonsolidasikan kendali atas Sumatera bagian utara. Pada 1612 dia menaklukkan Deli, dan pada 1613 Aru dan Johor . Setelah Johor ditaklukkan, sultannya, Alauddin Riayat Shah III dibawa ke Aceh untuk dihukum mati. Anggota keluarga kerajaan lainnya ditawan bersama dengan sekelompok orang dari Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC) Belanda. Akan tetapi Johor berhasil mengusir garnisun Aceh pada akhir tahun itu. Sultan Iskandar Muda tidak pernah bisa memegang kendali permanen atas daerah tersebut.
Johor selanjutnya memperkuat konsolidasi internal di Pahang, Inderagiri dan Siak, Inderagiri , Kampar dan Siak serta membangun aliansi dengan Pagaruyung, Jambi, Palembang, Inderapura dan Banten untuk melawan Aceh. Kampanye Iskandar Muda terus berlanjut, dan ia berhasil mengalahkan armada Portugis di Bintan pada tahun 1614. Pada tahun 1617 ia menaklukkan Pahang dan membawa Temenggong Ahmad Syah ke Aceh, dan dengan demikian mencapai pijakan di semenanjung Malaya.
Kemudian pada tahun 1619, ia merampas Kedah dari Siam. Ibu kota Kuala Kedah dibongkar dan penduduk yang selamat dibawa ke Aceh. Hal serupa di Perak terjadi pada 1620, dimana 5.000 orang ditangkap dan dibiarkan mati di Aceh. Ia kembali menjarah Johor pada 1623 dan merebut Nias pada 1625. Pada titik ini kekuatan Aceh sangat mengancam penguasaan Portugis atas Melaka.
Pada 1629, ia mengirim beberapa ratus kapal untuk menyerang Melaka, tetapi misinya gagal total. Menurut sumber Portugis, semua kapalnya hancur bersama 19.000 orang. Setelah kekalahan ini, Iskandar Muda hanya meluncurkan dua ekspedisi laut lagi, pada tahun 1630 dan 1634, keduanya untuk menekan pemberontakan di Pahang.
Kesultanannya berhasil mempertahankan kendali atas Sumatra bagian utara. Tetapi tidak pernah bisa mendapatkan supremasi di Selat Malaka atau memperluas pengaruh ke Lampung, daerah kaya penghasil lada. Daerah pada bagian selatan pulau Sumatera itu berada di bawah kendali Kesultanan Banten.
Disalin dari kiriman Riff ben Dahl
Foto: republika.co.id