G30S/PKI merupakan gerakan pembantaian yang terjadi pada 30 September hingga 1 Oktober 1965. Ketika itu, tujuh perwira tinggi TNI dibunuh dalam upaya kudeta yang dimotori PKI.
Peristiwa berdarah itu kembali jadi perhatian publik setelah mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo mengaku dipecat Presiden Jokowi gara-gara mengizinkan nonton film G30S/PKI. Gara-gara pengakuannya itu, Gatot jadi bulan-bulanan di media sosia. Ia diserang dan dicaci maki warganet.
Bukan cuma Gatot yang difitnah, beberapa tokoh nasional juga pernah dihujat dan difitnah gara-gara berseberangan dengan ideologi PKI.
Bahkan mantan Presiden RI, Soeharto dan mantan Wakil Presiden Muhammad Hatta atau Bung Hatta juga dituduh sebagai dalang di balik pembantaian PKI di tanah air.
“Wakil Presiden Pertama Muhammad Hatta difitnah oleh DN Aidit gembong PKI, sebagai “dalang” masalah PKI Madiun 1948. Pak Harto difitnah anak cucu PKI sebagai “dalang” G30S/PKI 1965. Kaum Muslimin sudah faham polanya PKI? Cerdaslah wahai kaum ku,” kata Wasekjen MUI Ustaz Tengku Zulkarnain di akun Twitternya, Kamis (24/9).
Anggota DPR yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon meretweet cuitan Tengku Zulkarnain. Ia sependapat dengan pernyataan ulama asal Sumatera tersebut.
“Bung Hatta target utama PKI karena kudeta mereka gagal di thn 1948. PKI menyebut “Teror Putih Hatta”. Makanya hampir tak ada orang PKI yang suka dengan Hatta. Pak Harto juga diframe dengan istilah “Kudeta Merangkak”. PKI tak suka karena Pak Harto gagalkan kudeta PKI 1965 dan bubarkan PKI 1966,” kata Fadli Zon di akun Twitternya.
Seperti diketahui, pada 18 September 1948 malam menjelang 19 September 1948, sejumlah pimpinan FDR/PKI ditangkap.
Mereka adalah Tan Ling Djie, Maruto Darusman, dan Ngadiman. Bahkan, Ny Surjadarma dari Lembaga Persahabatan Indonesia-Uni Soviet ikut ditangkap. Mereka ditangkap karena hendak membentuk negara komunis.
Sejak itu, operasi penumpasan PKI di Madiun mulai dilakukan. Situasi semakin gawat ketika Presiden Soekarno berpidato di depan moncong radio RRI, pada 19 September 1948. Dalam pidatonya, rakyat disuruh memilih ikut PKI yang akan membawa hancurnya republik atau ikut Soekarno-Hatta yang membawa Indonesia merdeka.
Kontan, rakyat langsung menjawab bahwa mereka akan mengikuti Soekarno-Hatta yang memimpin Indonesia.
Sejak itu, pilihan aktivis PKI dan tentara maupun rakyat di Madiun hanya dua, yakni membunuh atau dibunuh. Perang saudara pun pecah menjadi amuk massa.
Mendapat ancaman seperti itu, tokoh PKI, Muso Manowar atau Munawar Muso naik darah. Tidak lama setelah Soekarno pidato, dia balas melakukan serangan. Dengan sengit, di hadapan corong radio Madiun, Musso meradang.
Musso balik menuding Soekarno-Hatta sebagai kolabolator Jepang yang menjual rakyat menjadi romusha.
Belakangan, tokoh PKI, DN Aidit membela Soekarno dan menyebut Bung Hatta sebagai dalang perstiwa Madiun 1948 yang menewaskan 8.000 komunis dan kaum progresif, serta rakyat dan TNI.
“Saya katakan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah Hatta, karena Hatta lah yang menjadi Perdana Menteri ketika itu. Tapi karena Hatta tahu bahwa pengaruhnya sangat kecil di kalangan Angkatan Perang dan alat-alat negara lainnya. Apalagi di kalangan masyarakat, maka Hatta menggunakan mulut Soekarno,” ujar Aidit, di Sidang DPR, pada 11 Februari 1957.
Sebagai Perdana Menteri, Hatta dinilai telah dengan secara gegabah mengerahkan alat-alat kekuasaan negara untuk menculik, membunuh, dan mengobarkan perang saudara. Langkah itu dia lakukan untuk melapangkan Konferensi Meja Bundar dengan Belanda yang langsung diawasi oleh Amerika Serikat.
Tindakan lain Hatta yang membuat geram sayap kiri adalah, ucapannya saat berpidato. Dia mempercayai desas-desus berdirinya negara Madiun dengan Musso sebagai Presiden Republik dan Mr. Amir Syarifuddin sebagai perdana menteri.
(one/pojoksatu)
- Pengakuan Mantan Panglima TNI Jend. Gatot Nurmantyo - Youtube
- Tangan Mohammad Hatta Berlumuran Darah dalam Peristiwa Madiun - Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-66
- Sejarah PKI yang Tak Sempat Tua - Historia.id