Catatan: Konteks foto ini adalah: New Delhi, India, 8 Agustus 1949, yaitu ketika Bung Hatta berjumpa dengan Pandit Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri India, pertemuan dua sahabat setelah 24 tahun sebelumnya kedua sahabat itu untuk pertama kalinya bertemu di Brussel dalam Kongres Anti Penjajahan yang diadakan oleh para mahasiswa/intelektual dari negara-negara terjajah.
Sebagaimana dilaporkan oleh Madjalah Merdeka No.35, Tahun ke II, 27 Agustus 1949 halaman 3 dan 4, Bung Hatta bertemu dengan Nehru dalam persinggahannya di New Delhi dalam perjalanan menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Rute penerbangan Bung Hatta dan rombongan adalah sebagai berikut:
Bung Hatta dan rombongan meninggalkan Bandara Kemayoran Jakarta pada tanggal 6 Agustus pagi, dilepas oleh publik dan para pembesar dengan rasa haru. Di antara yang melepas “antara lain terlihat pula konsol djenderal Amerika, Perantjis dan India. Banyak djuga keluarga Bung Hatta, teman2nja, dan handai taulan jang datang untuk mengantar. Suasana di Kemajoran adalah suasana persaudaraan dan persahabatan.”(hlm.3).
Selanjutnya Madjalah Merdeka melaporkan (hlm.3): “Pada ketika pesawat hampir berangkat, maka suasana ditempat itu tiba2 berobah. Seakan2 bagi semua jang hadir disitu terasa bahwa saat jang penting didalam sedjarah bangsa Indonesia akan dimulai. Seolah2 deruan empat mesin pesawat Constellation [milik KLM] jang sudah mendengung-dengung itu adalah tanda pembukaan babak baru dari pedjuangan bangsa Indonesia untuk mendapat kemerdekaannja. Dan ketika pesawat terbang melepaskan diri dari bumi Tanah Air untuk naik ke angkasa, maka sangat terharulah kamu semua, karena terpengaruh oleh peristiwa jang terdjadi itu. Tangan dilambai-lambaikan, do’a selamat diiringkan kepada pemimpin Pemerintah dan Delegasi Republik Indonesia jang terbang menudju medan perdjuangan baru konperensi Medja Bundar” (hlm.3)
Pesawat yang ditumpangi Bung Hatta dan rombongan sampai di Bangkok pada hari yang sama (6 Agustus). Di ibukota Negeri Siam (Thailand), Bung Hatta “disambut setjara resmi oleh perwakilan Republik [Indonesia] di sana. Bung Hatta disambut oleh warga Indonesia yang berjumlah kurang lebih 500 orang. Pekik ‘merdeka’ terdengar setjara ramai dan hebat ketika Bung Hatta mengangkat tangannja untuk memberi salam nasional. Orang2 Thailand jg menjaksikan penjambutan Wakil Presiden itu, mengatakan bahwa belum pernah seorang pemimpin negara datang disitu disambut setjara begitu hebat” (hlm. 3)
Dalam persinggahan yang singkat di Thailand itu, selain “didjamu setjara ramah tamah oleh Perwakilan Republik Indonesia di Bangkok”, Bung Hatta juga “berkesempatan berdjumpa dengan Perdana Menteri Thailand, Phibul Songram. Pertemuan itu dianggap penting kalau dipandang dari sudut politik luar negeri ” (hlm. 3).
Dari Bangkok Bung Hatta dan rombongan meneruskan perjalanan ke Calcutta pada 7 Agustus (sic). “Di Calcutta beliau dengan Mr. Maramis, ‘ambassador at large’ Republik jang baru [Indonesia], meninggalkan pesawat KLM, karena pesawat terbang pemerintah India jang dikirim oleh Pandit [Jawaharlal] Nehru telah tersedia untuk membawa beliau [Bung Hatta] dan Mr. Maramis ke New Delhi. Di New Delhi, Pandit Nehru datang sendiri kelapangan terbang untuk mendjemput Bung Hatta. Duta Belanda [untuk India] pun datang untuk turut serta dalam pendjemputan resmi itu. Selama dua hari Bung Hatta mendjadi tamu agung Pemerintah India, dan bersinggah ditempat kediaman P.M. Nehru” (hm. 3).
Pada tanggal 8 Agustus, Bung Hatta berpidato “di muka ‘Constituent Assembly’ (Dewan Perantjang Undang2 Dasar) di New Delhi kurang lebih 15 menit lamanja. Rupanja orang2 India sangat pandjang lebar dalam pidato2nja, sehingga Pandit Nehru jang mengetahui [mengetuai?] rapat itu berkata: ‘I have no doubt that many of you have been rather taken off balance by Dr. Hatta’s brevity to which you are not used here. Nevertheless it shows that Dr. Hatta and his colleagues do not waste too much time in long discourses”, (Saja pertjaja bahwa banjak diantara tuan2 agak digontjangkan oleh kesingkatan pidato Drs. Hatta jang tuan2 tidak biasa mendengarkannja disini. Walaupun demikian, itu membuktikan bahwa Drs. Hatta dan kawan2nja tidak membuang terlampau banjak waktu dengan pidato2 jang panjang lebar).
Dalam pidatonja itu Wakil Presiden mengutarakan politik Republik [Indonesia] sampai saat Republik [Indonesia] menghadapi K.M.B. di Den Haag dan mengutjapkan beberapa pernjataan tentang persaudaraan antara India dan Indonesia” (hlm.3).
Pidato Bung Hatta itu “disambut oleh Pandit Nehru antara lain dengan pernjataan persaudaraan pula, sbb.: The people and the leaders of Indonesia have always looked upon India with warm hearted affection. Therefore, it is of a very particular pleasure to us to welcome a great leader of the Indonesian Republic, a great fighter for freedom, and I hope, a statesman who will lead the future independent States of Indonesia to prosperity and contentment, and help in bringing about greater unity in Asia” (hlm. 3-4)
Begitulah sambutan Nehru kepada Hatta. Persahabatan mereka berdua sudah “dimulai 24 tahun jang lalu ketika kedua pemimpin itu berdjumpa buat pertama kali di Brussel ketika diadakan kongres Anti Pendjadjahan oleh bangsa2 jang didjadjah dan ditindas. Diwaktu jang singkat itu Bung Hatta sempat djuga Ziarah ke makam Gandhi” (lihat foto(hlm. 4).
Dari New Delhi Bung Hatta dan rombongan melanjutkan penerbangan ke Pakistan tanggal 9 Agustus, dijemput dengan pesawat istimewa kiriman Pemerintah Pakistan. “Pesawat jang ditumpangi oleh Bung Hatta didjemput dilapangan terbang militer di Karachi oleh Menteri Luar Negeri Zafrullah Khan [lihat foto; Suryadi]. Kehormatan jg diberikan kepada W.P. [Wakil Presiden] Republik Indonesia di New Delhi tidak kurang demikian di Karachi. Beliau bersinggah ditempat kediaman Gupernur Djenderal Pakistan. Walaupun waktu sedikit di Karachi, Bung Hatta berkesempatan djuga meletakkan karangan bunga ditempat pemakakam Ali Jinnah. Kundjungan Wakil Presiden kita di Pakistan adalah djuga untuk lebih kenal mengenali satu sama lain, dan ternjata dapat mengeratkan perhubungan baik antara Pakistan dan Indonesia” (hlm.)
Dari Karachi, Bung Hatta dan rombongan meneruskan perjalanan ke Damascus (Syiria/Suriah) melalui Basra (Irak). “’Chief protocol’ dari Irak datang ke lapangan terbang di Basra untuk memberi hormat kepada Wakil Presiden Republik Indonesia. Djuga disini orang2 Indonesia jang sudah lama tidak kembali ketanah airnja, berdjalan 16 hari dari bagdad, hanja untuk menemui pemimpin Republik Indonesia jang sudah lama ditunggu itu.
Di Damascus (Siria), Bung Hatta singga djuga. Baginja diadakan suatu barisan kehormatan dari tentera Siria. Dalam dua djam Bung Hatta berada di Damascus, beliau melihat mesdjid dan mengelilingi kota. Dengan pesawat terbang beliau pada hari itu juga [10 Agustus] meneruskan perdjalanan ke Cairo dimana pesawat KLM sudah menanti untuk membawa Bung Hatta ke Schiphol”(hlm.4).
Demikian laporan Madjalah Merdeka tentang perjalanan Bung Hatta dan rombongan mengadiri K.M.B. yang telah menjadi salah satu tonggak dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia itu.
Sumber: Madjallah Merdeka, No.35, Tahun ke II, 27 Agustus 1949: 3-4.
_______________________
Tulisan ini disalin dari blog Engku Suryadi Sunuri: https://niadilova.wordpress.com/2018