Rubrik Minang saisuak kali ini menurunkan foto seorang jurnalis Minangkabau di tahun 1920an. Namanya Djamain Abdul Moerad. Beliau adalah Redaktur Pewarta Islam, sebuah bulanan (monthly) yang diterbitkan dengan maksud ‘Oentoek keperloeanOemoem’. Haluan PewartaIslam adalah ‘Agama Islam dan tafsir Quran’. Di sampul dalam belakang buku Djamin (lihat keretangan di bawah) disebutkan: Warta Islamadalah “soerat chabar boelanan jang mementingkan Islam”. Merujuk kepada catatan Ahmad Adam dalam bukunya Suara Minangkabau: Sejarah dan Bibliografi Akhbar dan Majalah di Sumatera Barat, 1900-1941 (Kuala Lumpur: Penerbit Universiti Malaya, 2012:167), Pewarta Islam mungkin terbit pada 1923 dan bertahan sampai sekitar tahun 1926.
Selain menjadi Redaktur Pewarta Islam, Djamin juga menjadi Redaktur dwi mingguan Al–Bajan yang beraksara Jawi dan terbit di Parabek (Fort de Kock) sejak 5 September 1919 sampai 1921 (Adam 2012:152-3).
Pewarta Islam diterbitkan dan dicetak oleh penerbit Tsamaratoelichwan, Fort de Kock. Djamain Abdul Moerad menjabat sebagai Redacteur, juga seorang lainnya yang bernama H.A. Lathief Sjakoer (1886-1963), yang menurut peneliti surau-surau tua Minangkabau, Apria Putra, adalah salah seorang murid Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang kaum muda yang moderat, dan Redaktur majalah untuk perempuan Al–Jauharah, dan pendiri sekolah Tarbiyatul Hasanah di Balai Gurah. Sedangkan administratornya dipegang oleh H.M. Sidik (kakek dari Azizah Etek, penulis buku Demang Loetan [2016] dan Jahja Datoek Kajo [2008]) dan S. Palindih. Pewarta Islam dicetak dalam huruf Latin, tapi kutipan-kutipan Quran dicetak dalam huruf Arab. Harga Pewarta Islam: ‘f. 1,50 untuk 6 bulan; f.3,- setahun; 30 sen senaskah’ (Adam, 2012:167).
Djamain Abdul Murad adalah anggota ‘the Rasul camp’ (kamp [Haji] Rasul’) – meminjam istilah Jeffrey Hadler dalam disertasinya, ‘Places like home: Islam, matriliny, and the history of family in Minangkabau’ (2000:82). Maksudnya adalah bahwa Djamin adalah salah seorang pengikut pemikiran Haji Rasul alias Inyiak Dotor, ayah HAMKA. Dalam bukunya yang berjudul agak provokatif, Pertjatoeran politik sjaitan iblis memperdajakan manoesia (Fort de Kock: MODJTSAN (Tsamaratoelichwan),1924; lihat gambar), Djamain mengingatkan godaan setan iblis yang tak lelah-lelahnya memperdaya manusia. Jeffrey menyebutkan, ini terkait dengan polemik tentang suara wanita yang kemudian diperdengarkan di mikrofon yang menimbulkan polemik antara Kaum Tua dan Kaum Muda, karena menurut Kaum Tua, dengan Haji Rasul sebagai salah seorang pemimpinya, mendengarkan suara wanita yang bukan muhrim adalah dosa.
Foto ini direproduksi dari buku Djamin yang disebutkan di atas yang selesai karang pada “hari Djoema’at 29 Augustus 1924 atau 28 Moeharram 1343” (hlm.90). Disebutkan bahwa foto ini dibuat pada “Tahoen 1924 [ketika Djamain] dalam oesia 24 tahoen.” Djami lahir 1900 di Sungai Puar. Belum diperoleh keterangan kapan Djamin meninggal.
Demikianlah tambahan informasi mengenai seorang jurnalis dan intelektual Minangkabau di awal abad ke-20. Semoga informasi ini bermanfaat bagi pembaca dan kaum sejarawan. (Sumber foto: Djamain Abdul Moerad, Pertjatoeran politik sjaitan iblis memperdajakan manoesia (Fort de Kock: MODJTSAN (Tsamaratoelichwan),1924: front piece).
Suryadi – Leiden University, Belanda / Singgalang, Minggu 1 Oktober 2017
Catatan: Disalin dari blog Engku Suryadi Sunuri https://niadilova.wordpress.com