UNDANG UNDANG
NO. 11 TAHUN 2010
TENTANG CAGAR
BUDAYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
|
:
|
a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai
wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi
pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan
dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan
pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat;
b. bahwa untuk melestarikan cagar budaya, negara
bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan
cagar budaya;
c. bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur,
situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah
dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan,
dan memanfaatkan cagar budaya;
d. bahwa dengan adanya perubahan paradigma pelestarian
cagar budaya, diperlukan keseimbangan aspek ideologis, akademis, ekologis,
dan ekonomis guna meningkatkan kesejahteraan rakyat;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya
sudah tidak sesuai
dengan perkembangan,
tuntutan, dan kebutuhan
hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan pebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk
Undang-Undang tentang Cagar Budaya;
|
Mengingat
|
:
|
Pasal 20, Pasal 21,
Pasal 32 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
|
|
|
|
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG CAGAR BUDAYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam Undang-Undang ini
yang dimaksud dengan:
1.
Cagar Budaya adalah
warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di
darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan
melalui proses penetapan.
2.
Benda Cagar Budaya adalah
benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak
bergerak, berupa kesatuan atau
kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki
hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
3.
Bangunan Cagar
Budaya adalah susunan
binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk
memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding,
dan beratap.
4.
Struktur Cagar Budaya adalah susunan
binaan yang terbuat dari benda
alam dan/atau benda
buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan
ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung
kebutuhan manusia.
5.
Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang
berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar
Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
6.
Kawasan Cagar
Budaya adalah satuan
ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang
letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
7.
Kepemilikan adalah
hak terkuat dan
terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial
dan kewajiban untuk melestarikannya.
8.
Penguasaan adalah
pemberian wewenang dari pemilik kepada
Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya
dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.
9.
Dikuasai oleh Negara
adalah kewenangan tertinggi yang dimiliki oleh negara dalam menyelenggarakan
pengaturan perbuatan hukum
berkenaan dengan pelestarian
Cagar Budaya.
10. Pengalihan adalah proses pemindahan hak
kepemilikan dan/atau penguasaan
Cagar Budaya dari setiap
orang kepada setiap
orang lain atau kepada negara.
11. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau
bukan uang dari
Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
12. Insentif adalah dukungan berupa advokasi,
perbantuan, atau bentuk lain bersifat nondana untuk mendorong pelestarian
Cagar Budaya dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
13. Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok
ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat
kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan pemeringkatan, dan
penghapusan Cagar Budaya.
14. Tenaga Ahli Pelestarian adalah orang yang
karena kompetensi keahlian khususnya dan/atau memiliki sertifikat di bidang
Pelindungan, Pengembangan, atau Pemanfaatan Cagar Budaya.
15. Kurator adalah orang yang karena kompetensi
keahliannya bertanggung jawab dalam pengelolaan koleksi museum.
16. Pendaftaran adala upaya pencatatan benda,
bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan
sebagai Cagar Budaya kepada pemerintah kabupaten/kota atau perwakilan Indonesia
di luar negeri dan selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar Budaya.
17. Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya
terhadap benda, bangunan,
struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan
oleh pemerintah kabupaten/ kota berdasarkan rekomendasi
Tim Ahli Cagar Budaya.
18. Register Nasional Cagar Budaya adalah daftar
resmi kekayaan budaya bangsa berupa Cagar Budaya yang berada di dalam dan di
luar negeri.
19. Penghapusan adalah tindakan menghapus status
Cagar Budaya dari Register Nasional Cagar Budaya.
20. Cagar Budaya nasional adalah Cagar Budaya
peringkat nasional yang ditetapkan Menteri sebagai prioritas nasional.
21. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk
melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan
pengaturan perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
22. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk
mempertahankan keberadaan Cagar
Budaya dan nilainya dengan cara
melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkannya.
23. Pelindungan adalah upaya mencegah dan
menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara
Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.
24. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan
dan/atau menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau
kemusnahan.
25. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah
Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan.
26. Zonasi
adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar
Budaya dan Kawasan
Cagar Budaya sesuai dengan
kebutuhan.
27. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat
agar kondisi fisik Cagar Budaya tetap lestari.
28. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi
fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang
rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik
pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
29. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan
promosi Cagar Budaya
serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi
secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian.
30. Penelitian
adalah kegiatan ilmiah
yang dilakukan menurut kaidah dan
metode yang sistematis untuk memperoleh
informasi, data, dan
keterangan bagi kepentingan Pelestarian
Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, dan pengembangan
kebudayaan.
31. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang
ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan
penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip
pelestarian dan nilai budaya masyarakat.
32. Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar
Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan
melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai
pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.
33. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya
untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.
34. Perbanyakan adalah kegiatan duplikasi langsung
terhadap Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya,
baik seluruh maupun bagian-bagiannya.
35. Setiap orang adalah perseorangan, kelompok
orang, masyarakat, badan usaha
berbadan hukum, dan/atau badan
usaha bukan berbadan hukum.
36. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut
Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam
Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
37. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati,
atau wali kota, dan
perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kebudayaan.
BAB II
ASAS, TUJUAN,
DAN LINGKUP
PASAL 2
a.
Pancasila;
b. Bhinneka Tunggal Ika;
c. Kenusantaraan;
d. Keadilan;
e. ketertiban dan kepastian hukum;
f. kemanfaatan;
g. keberlanjutan;
h. partisipasi; dan
i.
transparansi dan
akuntabilitas.
PASAL 3
Pelestarian Cagar Budaya
bertujuan:
a.
melestarikan warisan
budaya bangsa dan warisan umat manusia;
b.
meningkatkan harkat dan
martabat bangsa melalui Cagar Budaya;
c.
memperkuat kepribadian
bangsa;
d.
meningkatkan
kesejahteraan rakyat; dan
e.
mempromosikan warisan
budaya bangsa kepada masyarakat internasional.
PASAL 4
Lingkup Pelestarian Cagar
Budaya meliputi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Cagar Budaya di
darat dan di air.
BAB III
KRITERIA CAGAR BUDAYA
BAGIAN KESATU
Benda, Bangunan, dan Struktur
PASAL 5
Benda, bangunan, atau
struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
a.
berusia 50 (lima puluh)
tahun atau lebih
b.
mewakili masa gaya paling
singkat berusia 50 (lima puluh)
tahun;
c.
memiliki arti khusus bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
d.
memiliki nilai budaya bagi
penguatan kepribadian bangsa.
PASAL 6
Benda
Cagar Budaya dapat;
a.
berupa benda alam dan/atau benda
buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat
dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau dapat dihubungkan dengan sejarah
manusia;
b.
bersifat bergerak atau tidak
bergerak; dan
c.
merupakan kesatuan atau kelompok.
PASAL 7
Bangunan Cagar Budaya dapat:
a. berunsur tunggal atau banyak; dan/atau
b. berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam.
PASAL 8
Struktur Cagar Budaya dapat:
a.
berunsur tunggal atau banyak;
dan/atau
b.
sebagian atau seluruhnya menyatu
dengan formasi alam.
BAGIAN KEDUA
Situs dan
Kawasan
PASAL 9
Lokasi dapat
ditetapkan sebagai Situs
Cagar Budaya apabila:
a.
mengandung Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya; dan
b.
menyimpan informasi kegiatan manusia
pada masa lalu.
PASAL 10
Satuan ruang
geografis dapat ditetapkan
sebagai Kawasan Cagar Budaya apabila;
a.
mengandung 2 (dua) Situs Cagar Budaya
atau lebih yang letaknya berdekatan;
b.
berupa lanskap budaya hasil bentukan
manusia berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun;
c.
memiliki pola yang memperlihatkan
fungsi ruang pada masa lalu berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun;
d.
memperlihatkan pengaruh manusia masa
lalu pada proses pemanfaatan ruang berskala luas;
e.
memperlihatkan bukti pembentukan
lanskap budaya; dan
f.
memiliki lapisan tanah terbenam yang
mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil.
PASAL 11
Benda, bangunan, struktur, lokasi,
atau satuan ruang geografis yang atas dasar penelitian memiliki arti khusus
bagi masyarakat atau bangsa Indonesia, tetapi tidak memenuhi kriteria Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10 dapat
diusulkan sebagai Cagar Budaya.
BAB IV
PEMILIKAN DAN PENGUASAAN
PASAL 12
(1)
Setiap orang dapat memiliki dan/atau
menguasai Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar
Budaya, dan/atau Situs
Cagar Budaya dengan tetap
memperhatikan fungsi
sosialnya sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan
Undang-Undang ini.
(2)
Setiap orang dapat memiliki dan/atau
menguasai Cagar Budaya apabila
jumlah dan jenis
Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya,
dan/atau Situs Cagar
Budaya tersebut telah memenuhi kebutuhan negara.
(3)
Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2)
dapat diperoleh melalui
pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan
atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh
Negara.
(4)
Pemilik Benda
Cagar Budaya, Bangunan
Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan /atau Situs Cagar Budaya yang
tidak ada ahli warisnya atau tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan
wasiat, hibah, atau hadiah setelah pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil
alih oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PASAL 13
Kawasan Cagar Budaya hanya dapat
dimiliki dan/atau dikuasai oleh Negara, kecuali yang secara turun-temurun
dimiliki oleh masyarakat hukum adat.
PASAL 14
(1)
Warga negara asing
dan/atau badan hukum asing tidak dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar
Budaya, kecuali warga
negara asing dan/atau badan hukum asing yang tinggal dan
menetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)
Warga negara asing
dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang membawa
Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, ke luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
PASAL
15
Cagar Budaya yang tidak diketahui kepemilikannya dikuasai oleh
Negara.
PASAL
16
(1)
Cagar Budaya yang dimiliki setiap orang dapat
dialihkan kepemilikannya kepada negara atau setiap orang lain.
(2)
Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didahulukan atas pengalihan kepemilikan Cagar Budaya.
(3) Pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara diwariskan, dihibahkan, ditukarkan,
dihadiahkan, dijual, diganti rugi, dan/atau penetapan atau putusan pengadilan.
(4)
Cagar Budaya yang telah dimiliki oleh Negara
tidak dapat dialihkan kepemilikannya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan
kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PASAL
17
(1) Setiap
orang dilarang mengalihkan
kepemilikan Cagar Budaya peringkat
nasional, peringkat
provinsi, atau peringkat
kabupaten/kota, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai
pemberian izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PASAL
18
(1) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak yang dimiliki oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang dapat disimpan dan/atau dirawat di
museum.
(2)
Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan
koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai
Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengomunikasikannya kepada
masyarakat.
(3) Pelindungan,
Pengembangan, dan Pemanfaatan koleksi museum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berada di bawah tanggung jawab pengelola museum.
(4) Dalam pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), museum wajib memiliki Kurator.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai museum diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
PASAL
19
(1)
Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai
Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Cagar Budaya
yang dimiliki dan/atau dikuasainya rusak, hilang, atau musnah wajib
melaporkannya kepada instansi yang berwenang di bidang Kebudayaan, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait.
(2)
Setiap orang yang tidak melapor rusaknya Cagar
Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya kepada instansi yang berwenang di
bidang Kebudayaan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi
terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Cagar Budaya yang
dimiliki dan/atau dikuasainya tersebut rusak dapat diambil alih pengelolaannya
oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
PASAL
20
Pengembalian Cagar Budaya asal Indonesia yang ada di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan perjanjian
internasional yang sudah diratifikasi, perjanjian bilateral, atau diserahkan
langsung oleh pemiliknya, kecuali diperjanjikan lain sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PASAL
21
(1)
Cagar
Budaya atau benda,
bangunan, struktur, lokasi, atau
satuan ruang geografis yang diduga sebagai Cagar Budaya
yang disita oleh aparat penegak hukum dilarang dimusnahkan atau
dilelang.
(2)
Cagar
Budaya atau benda,
bangunan, struktur, lokasi, atau
satuan ruang geografis yang diduga sebagai
Cagar Budaya yang
disita sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilindungi
oleh aparat penegak hukum sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(3)
Dalam melakukan pelindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2), aparat penegak hukum dapat meminta bantuan kepada
instansi yang berwenang di bidang kebudayaan.
PASAL
22
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai
Cagar Budaya berhak memperoleh kompensasi apabila telah melakukan kewajibannya
melindungi Cagar Budaya.
(2) Insentif berupa pengurangan pajak bumi dan
bangunan dan/atau pajak penghasilan dapat diberikan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah kepada pemilik Cagar Budaya yang telah melakukan pelindungan
Cagar Budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
kompensasi dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB
V
PENEMUAN
& PENCARIAN
BAGIAN
KESATU
PENEMUAN
PASAL
23
(1) Setiap orang yang menemukan benda yang diduga
Benda Cagar Budaya,
bangunan yang diduga Bangunan Cagar
Budaya, struktur yang
diduga Struktur Cagar Budaya,
dan/atau lokasi yang diduga Situs Cagar Budaya wajib
melaporkannya kepada instansi yang berwenang di
bidang kebudayaan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau
instansi terkait paling lama
30 (tiga puluh) hari sejak ditemukannya.
(2) Temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak
dilaporkan oleh penemunya dapat diambil alih oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
instansi yang berwenang di bidang kebudayaan melakukan pengkajian terhadap
temuan.
PASAL
24
(1) Setiap orang berhak memperoleh kompensasi apabila benda,
bangunan, struktur, atau lokasi yang ditemukannya ditetapkan sebagai Cagar
Budaya.
(2) Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sangat langka jenisnya, unik rancangannya,
dan sedikit jumlahnya di Indonesia, dikuasai oleh Negara.
(3) Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak langka jenisnya,
tidak unik rancangannya,
dan jumlahnya telah memenuhi
kebutuhan negara, dapat dimiliki
oleh penemu.
PASAL
25
Ketentuan lebih lanjut
mengenai penemuan Cagar Budaya
dan kompensasinya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAGIAN
KEDUA
PENCARIAN
PASAL
26
(1) Pemerintah berkewajiban melakukan pencarian
benda, bangunan, struktur, dan/atau lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya.
(2) Pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar
Budaya dapat dilakukan oleh setiap orang dengan penggalian, penyelaman,
dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air.
(3) Pencarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) hanya dapat dilakukan melalui penelitian dengan tetap
memperhatikan hak kepemilikan dan/atau penguasaan lokasi.
(4) Setiap orang dilarang melakukan pencarian
Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya dengan penggalian, penyelaman,
dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), kecuali dengan izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai
pemberian izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB
VI
REGISTRASI
NASIONAL CAGAR BUDAYA
BAGIAN
KESATU
PENDAFTARAN
PASAL
28
Pemerintah
kabupaten/kota bekerja sama dengan setiap orang dalam melakukan Pendaftaran.
PASAL
29
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya
wajib mendaftarkannya kepada pemerintah kabupaten/kota tanpa dipungut biaya.
(2) Setiap orang dapat berpartisipasi dalam melakukan
pendaftaran terhadap benda, bangunan, struktur, dan lokasi yang diduga sebagai
Cagar Budaya meskipun tidak memiliki atau menguasainya.
(3) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan pendaftaran Cagar
Budaya yang dikuasai oleh Negara atau yang tidak diketahui pemiliknya sesuai
dengan tingkat kewenangannya.
(4) Pendaftaran
Cagar Budaya di
luar negeri dilaksanakan oleh
perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(5) Hasil pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat
(4) harus dilengkapi dengan deskripsi dan dokumentasinya.
(6) Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang tidak didaftarkan oleh pemiliknya dapat diambil alih oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah.
PASAL
30
Pemerintah
memfasilitasi pembentukan sistem dan jejaring Pendaftaran Cagar Budaya secara
digital dan/atau nondigital.
BAGIAN
KEDUA
PENGKAJIAN
PASAL 31
(1) Hasil pendaftaran diserahkan kepada Tim Ahli Cagar Budaya
untuk dikaji kelayakannya sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya.
(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur,
lokasi, dan satuan ruang geografis yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai
Cagar Budaya.
(3) Tim Ahli Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan:
a. Keputusan Menteri untuk tingkat nasional;
b. Keputusan Gubernur untuk tingkat provinsi; dan
c. Keputusan Bupati/Wali Kota untuk tingkat kabupaten/kota.
(4) Dalam melakukan kajian, Tim Ahli Cagar Budaya
dapat dibantu oleh
unit pelaksana teknis
atau satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang
Cagar Budaya.
(5) Selama proses pengkajian, benda, bangunan,
struktur, atau lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan
diperlakukan sebagai Cagar Budaya.
PASAL
32
Pengkajian
terhadap koleksi museum yang didaftarkan dilakukan oleh Kurator dan selanjutnya
diserahkan kepada Tim Ahli Cagar Budaya.
BAGIAN
KETIGA
PENETAPAN
PASAL
33
(1) Bupati/wali kota mengeluarkan penetapan status Cagar
Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah rekomendasi diterima dari Tim
Ahli Cagar Budaya yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau
satuan ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai Cagar Budaya.
(2) Setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya,
pemilik Cagar Budaya berhak memperoleh jaminan hukum berupa:
a.
surat keterangan status Cagar Budaya;
dan
b.
surat keterangan kepemilikan
berdasarkan bukti yang sah.
(3) Penemu benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah
ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur
Cagar Budaya berhak mendapat kompensasi.
PASAL
34
(1) Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya
yang berada di 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih ditetapkan sebagai Cagar
Budaya provinsi.
(2) Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya
yang berada di
2 (dua) provinsi
atau lebih ditetapkan sebagai
Cagar Budaya nasional.
PASAL
35
Pemerintah kabupaten/kota menyampaikan hasil penetapan kepada
pemerintah provinsi dan selanjutnya diteruskan kepada Pemerintah.
PASAL 36
Benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis
yang memiliki arti khusus bagi masyarakat atau bangsa Indonesia sebagaimana
dalam Pasal 11 dapat ditetapkan sebagai Cagar Budaya dengan Keputusan Menteri
atau Keputusan Gubernur setelah memperoleh rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya
sesuai dengan tingkatannya.
BAGIAN
KEEMPAT
PENCATATAN
PASAL
37
(1) Pemerintah membentuk sistem Register Nasional Cagar Budaya
untuk mencatat data Cagar Budaya.
(2) Benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang
geografis yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya harus dicatat di dalam
Register Nasional Cagar Budaya.
PASAL
38
Koleksi museum yang memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya dicatat di dalam Register Nasional Cagar
Budaya.
PASAL 39
Pemerintah
dan Pemerintah Daerah melakukan upaya aktif mencatat dan menyebarluaskan
informasi tentang Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan keamanan dan
kerahasiaan data yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PASAL 40
(1) Pengelolaan Register Nasional Cagar Budaya yang datanya
berasal dari instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan luar negeri menjadi
tanggung jawab Menteri.
(2) Pengelolaan Register Nasional Cagar Budaya di daerah
sesuai dengan tingkatannya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota.
(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap
Register Nasional Cagar Budaya yang dikelola oleh pemerintah provinsi.
(4) Pemerintah provinsi melakukan pengawasan dan pembinaan
terhadap Register Nasional Cagar Budaya yang dikelola oleh pemerintah
kabupaten/kota.
BAGIAN
KELIMA
PEMERINGKATAN
PASAL 41
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melakukan pemeringkatan
Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya
menjadi peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat
kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar
Budaya.
PASAL
42
Cagar
Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat nasional apabila
memenuhi syarat sebagai:
a. wujud kesatuan dan persatuan bangsa;
b. karya adiluhung yang mencerminkan kekhasan kebudayaan
bangsa Indonesia;
c. Cagar Budaya yang sangat langka jenisnya, unik
rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia;
d. bukti evolusi peradaban bangsa serta pertukaran budaya
lintas negara dan lintas daerah, baik yang telah punah maupun yang masih hidup
di masyarakat; dan/atau
e. contoh penting kawasan permukiman tradisional, lanskap
budaya, dan/atau pemanfaatan ruang bersifat khas yang terancam punah.
PASAL
43
Cagar
Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat provinsi apabila
memenuhi syarat:
a. mewakili kepentingan pelestarian Kawasan Cagar Budaya
lintas kabupaten/kota;
b. mewakili karya kreatif yang khas dalam wilayah provinsi;
c. langka
jenisnya, unik rancangannya,
dan sedikit jumlahnya di
provinsi;
d. sebagai
bukti evolusi peradaban
bangsa dan pertukaran budaya
lintas wilayah kabupaten/kota, baik yang telah punah maupun yang masih hidup di
masyarakat; dan/atau
e. berasosiasi dengan tradisi yang masih
berlangsung.
PASAL
44
Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat
kabupaten/kota apabila memenuhi syarat;
a. sebagai Cagar Budaya yang diutamakan untuk
dilestarikan dalam wilayah kabupaten/kota;
b. mewakili masa gaya yang khas;
c. tingkat keterancamannya tinggi;
d. jenisnya sedikit; dan/atau
e. jumlahnya terbatas.
PASAL
45
Pemeringkatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
untuk tingkat nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri, tingkat provinsi
dengan Keputusan Gubernur, atau tingkat kabupaten/kota dengan Keputusan
Bupati/Wali Kota.
PASAL
46
Cagar Budaya peringkat nasional yang telah ditetapkan sebagai
Cagar Budaya Nasional dapat diusulkan oleh Pemerintah menjadi warisan budaya
dunia.
PASAL
37
Cagar Budaya yang tidak lagi memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai peringkat
nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota dapat
dikoreksi peringkatnya berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya di setiap
tingkatan.
PASAL
48
Peringkat Cagar Budaya dapat dicabut apabila Cagar Budaya:
a. musnah;
b. kehilangan wujud dan bentuk aslinya;
c. kehilangan sebagian besar unsurnya; atau
d. tidak lagi sesuai dengan syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, atau Pasal 44.
PASAL
49
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pemeringkatan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAGIAN
KEENAM
PENGHAPUSAN
PASAL
50
(1) Cagar Budaya yang sudah tercatat dalam Register Nasional
hanya dapat dihapus dengan Keputusan Menteri atas rekomendasi Tim Ahli Cagar
Budaya di tingkat Pemerintah.
(2) Keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah.
PASAL
51
(1) Penghapusan Cagar Budaya dari Register
Nasional Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 dilakukan
apabila Cagar Budaya:
a. musnah;
b. hilang dan dalam jangka waktu 6 (enam) tahun
tidak ditemukan;
c. mengalami perubahan wujud dan gaya sehingga
kehilangan keasliannya; atau
d. di kemudian hari diketahui statusnya bukan
Cagar Budaya.
(2) Penghapusan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan tidak menghilangkan data dalam Register Nasional
Cagar Budaya dan dokumen yang menyertainya.
(3) Dalam hal Cagar Budaya yang hilang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b ditemukan kembali, Cagar Budaya wajib dicatat
ulang ke dalam Register Nasional Cagar Budaya.
PASAL
52
Ketentuan lebih lanjut mengenai Register Nasional Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PASAL
VII
PELESTARIAN
BAGIAN
KESATU
UMUM
PASAL
53
(1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi
kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan
administratif.
(2) Kegiatan
Pelestarian Cagar Budaya
harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli Pelestarian
dengan memperhatikan etika pelestarian.
(3) Tata
cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan
dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian.
(4) Pelestarian
Cagar Budaya harus
didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum
dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keasliannya.
PASAL
54
Setiap
orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah atau
Pemerintah Daerah atas upaya Pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau
yang dikuasai.
PASAL
55
Setiap
orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan
upaya Pelestarian Cagar Budaya.
BAGIAN
KEDUA
PERLINDUNGAN
PASAL
56
Setiap
orang dapat berperan
serta melakukan Pelindungan
Cagar Budaya.
PASAL
57
Setiap orang berhak
melakukan Penyelamatan Cagar Budaya
yang dimiliki atau
yang dikuasainya dalam keadaan darurat atau yang memaksa untuk
dilakukan tindakan penyelamatan.
PASAL
58
(1) Penyelamatan Cagar Budaya dilakukan untuk:
a.
mencegah kerusakan
karena faktor manusia dan/atau alam yang mengakibatkan
berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya; dan
b.
mencegah pemindahan dan beralihnya
pemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya yang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan dalam keadaan darurat dan keadaan biasa.
PASAL
59
(1) Cagar Budaya yang terancam rusak, hancur, atau musnah
dapat dipindahkan ke tempat lain yang aman.
(2) Pemindahan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tata cara yang menjamin keutuhan dan keselamatannya di bawah
koodinasi Tenaga Ahli Pelestarian.
(3) Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap orang yang
melakukan Penyelamatan wajib menjaga dan merawat Cagar Budaya dari pencurian,
pelapukan, atau kerusakan baru.
PASAL
60
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelamatan Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
PARAGRAF
2
PENGAMANAN
PASAL
61
(1) Pengamanan dilakukan untuk menjaga dan mencegah Cagar
Budaya agar tidak hilang, rusak, hancur, atau musnah.
(2) Pengamanan Cagar Budaya merupakan kewajiban pemilik
dan/atau yang menguasainya.
PASAL
62
(1) Pengamanan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
61 dapat dilakukan oleh juru pelihara dan/atau polisi khusus.
(2) Polisi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. melakukan patroli di dalam Kawasan Cagar Budaya sesuai
dengan wilayah hukumnya;
b. memeriksa surat atau dokumen yang berkaitan dengan
pengembangan dan pemanfaatan Cagar Budaya;
c. menerima dan membuat laporan tentang telah terjadinya
tindak pidana terkait dengan Cagar Budaya serta meneruskannya kepada instansi
yang berwenang di bidang kebudayaan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau
instansi terkait; dan
d. menangkap tersangka untuk diserahkan kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
PASAL
63
Pengamanan
Cagar Budaya dapat dilakukan dengan memberi pelindung, menyimpan, dan/atau
menempatkannya pada tempat yang terhindar dari gangguan alam dan manusia.
PASAL
66
(1) Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.
(2) Setiap orang dilarang mencuri Cagar Budaya, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.
PASAL
67
(1) Setiap orang dilarang memindahkan Cagar Budaya peringkat
nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya.
(2) Setiap orang dilarang memisahkan Cagar Budaya
peringkat nasional, peringkat
provinsi, atau peringkat
kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
PASAL
68
(1) Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, hanya
dapat dibawa ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk
kepentingan penelitian, promosi kebudayaan, dan/atau pameran.
(2) Setiap orang dilarang membawa Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kecuali dengan izin Menteri.
PASAL
69
(1) Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, hanya
dapat dibawa ke luar wilayah provinsi atau kabupaten/kota untuk kepentingan
penelitian, promosi kebudayaan, dan/atau pameran.
(2) Setiap orang dilarang membawa Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kecuali dengan izin gubernur atau bupati/wali kota
sesuai dengan kewenangannya.
PASAL
70
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dan
Pasal 69 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PASAL
71
Ketentuan lebih lanjut
mengenai Pengamanan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
PARAGRAF
3
ZONASI
PASAL
72
(1) Pelindungan Cagar Budaya dilakukan dengan
menetapkan batas-batas keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem Zonasi
berdasarkan hasil kajian.
(2) Sistem Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh:
a.
Menteri apabila telah
ditetapkan sebagai Cagar Budaya nasional atau mencakup 2 (dua) provinsi atau
lebih;
b.
gubernur apabila telah
ditetapkan sebagai Cagar Budaya provinsi atau mencakup 2 (dua) kabupaten/kota
atau lebih; atau
c.
bupati/wali kota sesuai
dengan keluasan Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya di wilayah
kabupaten/kota.
(3) Pemanfaatan zona pada Cagar Budaya dapat
dilakukan untuk tujuan rekreatif, edukatif, apresiatif, dan/atau religi.
PASAL
73
(1) Sistem Zonasi mengatur fungsi ruang pada Cagar
Budaya, baik vertikal maupun horizontal.
(2) Pengaturan Zonasi secara vertikal dapat dilakukan
terhadap lingkungan alam di atas Cagar Budaya di darat dan/atau di air.
(3) Sistem Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat terdiri atas:
a.
zona inti;
b.
zona penyangga;
c.
zona pengembangan;
dan/atau
d.
zona penunjang.
(4) Penetapan luas, tata letak, dan fungsi zona
ditentukan berdasarkan hasil kajian dengan mengutamakan peluang peningkatan
kesejahteraan rakyat.
PASAL
74
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan sistem Zonasi
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PARAGRAF 4
PEMELIHARAAN
PASAL 75
(1) Setiap orang wajib memelihara Cagar Budaya
yang dimiliki dan/atau dikuasainya.
(2)
Cagar Budaya yang ditelantarkan oleh pemilik
dan/atau yang menguasainya dapat dikuasai oleh Negara.
PASAL
76
(1) Pemeliharaan
dilakukan dengan cara merawat
Cagar Budaya untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan akibat pengaruh alam dan
atau perbuatan manusia.
(2) Pemeliharaan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan di lokasi asli atau di tempat lain, setelah lebih
dahulu didokumentasikan secara lengkap.
(3) Perawatan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan pembersihan,
pengawetan, dan perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk,
tata letak, gaya, bahan, dan/atau teknologi Cagar Budaya.
(4) Perawatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari air
harus dilakukan sejak proses pengangkatan
sampai ke tempat penyimpanannya dengan tata cara
khusus.
(5) Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dapat
mengangkat atau menempatkan juru pelihara untuk melakukan
perawatan Cagar Budaya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemeliharaan Cagar Budaya diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
PARAGRAF
5
PEMUGARAN
PASAL
77
(1) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur
Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara
memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui pekerjaan
rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.
(2) Pemugaran Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memperhatikan:
a.
Keaslian bahan, bentuk,
tata, letak, gaya, dan/atau teknologi
pengerjaan;
b.
kondisi semula dengan
tingkat perubahan sekecil mungkin;
c.
penggunaan teknik,
metode, dan bahan
yang tidak bersifat merusak; dan
d.
kompetensi pelaksana di
bidang pemugaran.
(3) Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya
penyesuaian pada masa mendatang dengan tetap mempertimbangkan keamanan
masyarakat dan keselamatan Cagar Budaya.
(4) Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus
didahului analisis mengenai
dampak lingkungan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur
Cagar Budaya wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemugaran
Cagar Budaya diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAGIAN
KETIGA
PENGEMBANGAN
PARAGRAF
1
UMUM
PASAL
78
(1) Pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan
prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang
melekat padanya.
(2) Setiap orang dapat melakukan Pengembangan
Cagar Budaya setelah memperoleh:
a. izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
b. izin
pemilik dan/atau yang
menguasai Cagar Budaya.
(3) Pengembangan
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan
ayat (2) dapat diarahkan untuk memacu pengembangan
ekonomi yang hasilnya digunakan untuk Pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
(4) Setiap kegiatan pengembangan Cagar Budaya
harus disertai dengan pendokumentasian.
PARAGRAF
2
PENELITIAN
PASAL
79
(1) Penelitian dilakukan pada setiap rencana
pengembangan Cagar Budaya untuk menghimpun informasi serta mengungkap,
memperdalam, dan menjelaskan nilai-nilai budaya.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap Cagar Budaya melalui:
a.
penelitian dasar untuk
pengembangan ilmu pengetahuan; dan
b.
penelitian terapan untuk
pengembangan teknologi atau tujuan praktis yang bersifat aplikatif.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan sebagai bagian dari analisis mengenai dampak lingkungan atau
berdiri sendiri.
(4) Proses
dan hasil Penelitian
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
dilakukan untuk kepentingan
meningkatkan informasi dan promosi Cagar Budaya.
(5) Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, atau penyelenggara penelitian menginformasikan dan
mempublikasikan hasil penelitian kepada masyarakat.
PARAGRAF
3
REVITALISASI
PASAL
80
(1) Revitalisasi potensi Situs Cagar Budaya atau
Kawasan Cagar Budaya memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial,
dan/atau lanskap budaya asli berdasarkan kajian.
(2) Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan penguatan
informasi tentang Cagar Budaya.
PASAL
81
(1) Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang
Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya peringkat nasional, peringkat
provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya,
kecuali dengan izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan
tingkatannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PASAL
82
Revitalisasi Cagar Budaya harus memberi manfaat untuk
meningkatkan kualitas hidup
masyarakat dan mempertahankan ciri budaya lokal.
PARAGRAF
4
ADAPTASI
PASAL
83
(1) Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar
Budaya dapat dilakukan adaptasi untuk memenuhi kebutuhan masa kini dengan tetap
mempertahankan:
a.
ciri asli dan/atau muka
Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya; dan/atau
b.
ciri asli lanskap budaya
dan/atau permukaan tanah Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya sebelum
dilakukan adaptasi.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan:
a. mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada
Cagar Budaya;
b. menambah fasilitas sesuai dengan kebutuhan;
c. mengubah susunan ruang secara terbatas;
dan/atau
d. mempertahankan gaya arsitektur, konstruksi
asli, dan keharmonisan estetika lingkungan di sekitarnya.
PASAL
84
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengembangan Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAGIAN
KEEMPAT
PEMANFAATAN
PASAL
85
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap
orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya
untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan,
ilmu pengetahuan, teknologi,
kebudayaan, dan pariwisata.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi
pemanfaatan dan promosi Cagar
Budaya yang dilakukan oleh setiap
orang.
(3) Fasilitasi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berupa izin pemanfaatan,
dukungan Tenaga Ahli Pelestarian, dukungan dana, dan/atau pelatihan.
(4) Promosi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan
untuk memperkuat identitas
budaya serta meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan masyarakat.
PASAL
86
Pemanfaatan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan wajib
didahului dengan kajian, penelitian, dan/atau analisis mengenai dampak
lingkungan.
PASAL 87
(1) Cagar Budaya yang pada saat ditemukan sudah
tidak berfungsi seperti semula dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
(2) Pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan peringkat Cagar Budaya dan/atau masyarakat hukum adat yang memiliki
dan/atau menguasainya.
PASAL
88
(1) Pemanfaatan lokasi temuan yang telah
ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya wajib memperhatikan fungsi ruang dan
pelindungannya.
(2) Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah dapat
menghentikan pemanfaatan atau membatalkan izin pemanfaatan Cagar
Budaya apabila pemilik dan/atau yang
menguasai terbukti melakukan perusakan atau
menyebabkan rusaknya Cagar Budaya.
(3) Cagar Budaya yang tidak lagi dimanfaatkan
harus dikembalikan seperti keadaan
semula sebelum dimanfaatkan.
(4) Biaya
pengembalian seperti keadaan semula dibebankan kepada
yang memanfaatkan Cagar Budaya.
PASAL
89
Pemanfaatan dengan cara perbanyakan Benda Cagar Budaya yang
tercatat sebagai peringkat nasional, peringkat provinsi, peringkat
kabupaten/kota hanya dapat dilakukan atas izin Menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya.
PASAL
90
Pemanfaatan dengan cara perbanyakan Benda Cagar Budaya yang
dimiliki dan/atau dikuasai setiap orang atau dikuasai negara dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PASAL
91
Pemanfaatan koleksi berupa Cagar Budaya di museum dilakukan untuk
sebesar-besarnya pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, sosial,
dan/atau pariwisata.
PASAL
92
Setiap orang dilarang
mendokumentasikan Cagar Budaya
baik seluruh maupun bagian-bagiannya untuk kepentingan komersial
tanpa seizin pemilik
dan/atau yang menguasainya.
PASAL
93
(1) Setiap orang dilarang memanfaatkan Cagar Budaya peringkat
nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya, dengan cara perbanyakan, kecuali dengan izin Menteri,
gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PASAL
94
Ketentuan lebih
lanjut mengenai Pemanfaatan
Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB
VIII
TUGAS
DAN WEWENANG
BAGIAN
KESATU
TUGAS
PASAL
95
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mempunyai tugas
melakukan Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Cagar Budaya.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
tingkatannya mempunyai tugas:
a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan kesadaran
dan tanggung jawab akan hak dan
kewajiban masyarakat dalam pengelolaan Cagar Budaya;
b. mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang
dapat menjamin terlindunginya dan termanfaatkannya Cagar Budaya;
c. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
Cagar Budaya;
d. menyediakan informasi Cagar Budaya untuk masyarakat;
e. menyelenggarakan promosi Cagar Budaya;
f. memfasilitasi setiap orang dalam melaksanakan
pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya;
g. menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam
keadaan darurat untuk benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang telah
dinyatakan sebagai Cagar Budaya serta memberikan dukungan terhadap daerah yang
mengalami bencana;
h. melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi
terhadap pelestarian warisan budaya; dan
i. mengalokasikan dana bagi kepentingan
pelestarian Cagar Budaya.
BAGIAN
KEDUA
WEWENANG
PASAL
96
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
tingkatannya mempunyai wewenang:
a.
menetapkan etika
pelestarian Cagar Budaya;
b.
mengoordinasikan
pelestarian Cagar Budaya secara lintas sektor dan wilayah;
c.
menghimpun data Cagar
Budaya;
d.
menetapkan peringkat
Cagar Budaya;
e.
menetapkan dan mencabut
status Cagar Budaya;
f.
membuat peraturan
pengelolaan Cagar Budaya;
g.
menyelenggarakan kerja
sama pelestarian Cagar Budaya;
h.
melakukan penyidikan
kasus pelanggaran hukum;
i.
mengelola Kawasan Cagar
Budaya;
j.
mendirikan dan
membubarkan unit pelaksana teknis bidang
pelestarian, penelitian, dan museum;
k.
mengembangkan kebijakan
sumber daya manusia di bidang kepurbakalaan;
l.
memberikan penghargaan
kepada setiap orang yang telah melakukan Pelestarian Cagar
Budaya;
m. memindahkan
dan/atau menyimpan Cagar Budaya untuk kepentingan pengamanan;
n.
melakukan pengelompokan
Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat nasional,
peringkat provinsi, dan
peringkat kabupaten/kota;
o.
menetapkan batas situs
dan kawasan; dan
p.
menghentikan proses
pemanfaatan ruang atau proses pembangunan yang dapat
menyebabkan rusak, hilang, atau musnahnya Cagar Budaya, baik seluruh maupun
bagian-bagiannya.
(2) Selain
wewenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah berwenang:
a.
menyusun dan
menetapkan Rencana Induk Pelestarian Cagar Budaya;
b.
melakukan pelestarian
Cagar Budaya yang ada di daerah perbatasan dengan negara tetangga atau yang
berada di luar negeri;
c.
menetapkan Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya,
dan/atau Kawasan Cagar Budaya sebagai Cagar Budaya Nasional;
d.
mengusulkan Cagar Budaya
Nasional sebagai warisan dunia atau Cagar Budaya bersifat internasional; dan
e.
menetapkan norma,
standar, prosedur, dan kriteria Pelestarian Cagar Budaya.
PASAL
97
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi
pengelolaan Kawasan Cagar Budaya.
(2) Pengelolaan kawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat terhadap
Cagar Budaya dan kehidupan sosial.
(3) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan pengelola yang dibentuk oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat hukum adat.
(4) Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dapat terdiri atas unsur Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, dunia
usaha, dan masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan
Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB
IX
PENDANAAN
PASAL
98
(1) Pendanaan Pelestarian Cagar Budaya menjadi tanggung
jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berasal dari:
a.
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara;
b.
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah;
c.
hasil pemanfaatan Cagar
Budaya; dan/atau
d.
sumber lain yang sah dan
tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah
mengalokasikan anggaran untuk Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan
Kompensasi Cagar Budaya dengan memperhatikan prinsip proporsional.
(4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan
dana cadangan untuk penyelamatan Cagar Budaya dalam keadaan darurat dan
penemuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
BAB
X
PENGAWASAN
DAN PENYIDIKAN
BAGIAN
KESATU
PENGAWASAN
PASAL
99
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung
jawab terhadap pengawasan Pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan kewenangannya.
(2) Masyarakat ikut berperan serta dalam
pengawasan Pelestarian Cagar Budaya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAGIAN
KEDUA
PENYIDIKAN
PASAL
100
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil merupakan pejabat pegawai
negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelestarian
Cagar Budaya yang diberi wewenang khusus melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana terhadap tindak pidana Cagar
Budaya.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang;
a.
menerima Iaporan atau pengaduan dari
seorang tentang adanya tindak pidana Cagar Budaya;
b.
melakukan tindakan pertama di tempat
kejadian perkara;
c.
menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.
melakukan penggeledahan
dan penyitaan;
e.
melakukan pemeriksaan dan
penyitaan terhadap barang bukti tindak pidana Cagar Budaya;
f.
mengambil sidik jari dan
memotret seorang;
g.
memanggil dan memeriksa
tersangka dan/atau saksi;
h.
mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.
membuat dan menandatangi
berita acara; dan
j.
mengadakan penghentian penyidikan apabila
tidak terdapat cukup bukti tentang
adanya tindak pidana di bidang Cagar Budaya.
(3) Penyidik
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam pelaksanaan
tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
BAB
XI
KETENTUAN
PIDANA
PASAL
101
Setiap orang yang tanpa izin mengalihkan
kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
bulan dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah).
PASAL 102
Setiap orang yang
dengan sengaja tidak
melaporkan temuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PASAL
103
Setiap orang yang tanpa izin Pemerintah atau
Pemerintah Daerah melakukan
pencarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
PASAL 104
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi,
atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PASAL
105
Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
PASAL
106
(1) Setiap orang yang mencuri Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menadah hasil pencurian
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
PASAL
107
Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali
kota, memindahkan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2
(dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
PASAL 108
Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur atau bupati/wali
kota, memisahkan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
PASAL
109
(1) Setiap orang yang tanpa izin Menteri, membawa
Cagar Budaya ke
luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
rupiah).
(2) Setiap orang yang tanpa izin gubernur atau
izin bupati/wali kota, membawa Cagar Budaya ke luar wilayah provinsi atau
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)
dan paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
PASAL
110
Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali
kota mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
PASAL
111
Setiap orang yang tanpa
izin pemilik dan/atau yang menguasainya,
mendokumentasikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PASAL
112
Setiap orang yang dengan sengaja memanfaatkan Cagar Budaya dengan
cara perbanyakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PASAL 113
(1) Tindak pidana yang dilakukan oleh badan usaha
berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum, dijatuhkan kepada:
a.
badan usaha; dan/atau
b.
orang yang memberi
perintah untuk melakukan tindak pidana.
(2) Tindak pidana yang dilakukan oleh badan usaha
berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum, dipidana dengan
ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101
sampai dengan Pasal 112.
(3) Tindak pidana yang dilakukan orang yang
memberi perintah untuk melakukan tindak pidana, dipidana dengan ditambah 1/3
(sepertiga) dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan
Pasal 112.
PASAL
114
Jika pejabat karena
melakukan perbuatan pidana melanggar
suatu suatu khusus dari
jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai
kekuasaan, kesempatan, atau
sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya terkait
dengan Pelestarian Cagar Budaya, pidananya
dapat ditambah 1/3 (sepertiga).
PASAL
115
(1) Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini, terhadap setiap orang yang melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan Pasal 114 dikenai tindakan
pidana tambahan berupa:
a.
kewajiban mengembalikan
bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan sesuai
dengan aslinya atas tanggungan sendiri; dan/atau
b.
perampasan keuntungan
yang diperoleh dari tindak pidana.
(2) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), terhadap badan usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan
berbadan hukum dikenai tindakan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.
BAB
XII
KETENTUAN
PERALIHAN
PASAL
116
Pengelolaan Cagar Budaya yang telah memiliki izin wajib
menyesuaikan ketentuan persyaratan berdasarkan Undang-Undang ini paling lama 2
(dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
BAB
XIII
KETENTUAN
PENUTUP
PASAL
117
Peraturan
perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan
paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan Undang-Undang ini.
PASAL
118
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3470) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.
PASAL
119
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
PASAL
120
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
pada tanggal 24
November 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO