Peninggalan Bersejarah di Bukittinggi


 Sebagai kota yang memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan bangsa, Bukittinggi memiliki banyak peninggalan bersejarah. Namun hanya 42 (empat puluh dua) yang baru berhasil didata. Ke-42 bangunan yang masuk kategori Cagar Budaya tersebut telah masuk dalam Perwako no.2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Cagar Budaya di Kota Bukittinggi. Dan 24 diantaranya telah masuk ke dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.05/ PW. 007/ MKP/ 2010.
Pada tahun 2014 dilakukan pendataan Cagar Budaya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata[1] dan berhasil didata 72 (tujuh puluh dua) bangunan Yang Diduga Cagar Budaya. Hasil pendataan 72 bangunan yang diduga Cagar Budaya tersebut telah disampaikan kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya Batusangkar untuk ditindak lanjuti.
Bukittinggi memiliki banyak tinggalan bersejarah yang patut untuk dilestarikan. Sebut saja beberapa bangunan los lama di Pasa Bawah yang masih bertahan hingga sekarang di tengah-tengah kepungan bangunan baru baik permanan, semi permanen, maupun tidak permanen yang dibangun disekitarnya. Kawasan Pasar Atas sesungguhnya termasuk Kawasan Cagar Budaya namun sayangnya Los Galuang yang terkenal itu telah digantikan oleh Bangunan Pasa Batingkek. Kawasan Pasa Lereng juga termasuk kawasan bersejarah dimana kawasan ini salah satu penghubung antara Pasa Ateh dengan Pasa Aua Tajungkang. Di lerengnya terdapat kawasan Los Lambuang yang merupakan tujuan utama dalam Wisata Kuliner.

Kawasan Kampuang Cino juga masih meninggalkan beberapa bangunan yang dapat kita kategorikan sebagai Cagar Budaya. Sebagian besar bangunan ini berupa Rumah Toko (Ruko) yang diapit oleh bangunan ruko moderen. Terdapat juga beberapa bangunan ruko lama yang berderet namun jumlah mereka telah kalah dengan bangunan ruko moderen.
Kebun Binatang Kinantan dan Benteng de Kock merupakan Kawasan Cagar Budaya. Kebun Binatang Kinantan dimasa Belanda bernama Strom Park yang merupakan Taman Bunga yang kemudian berubah fungsi menjadi Kebun Binatang pada tahun 1929. Adapun Benteng de Kock merupakan bangunan benteng Belanda untuk menghadapi Pejuang Paderi pada tahun 1826. Pada Kawasan Benteng ini masih terdapat tinggalan masa Perang Paderi berupa Meriam-meriam yang masih dapat kita dapati hingga saat ini. Beberapa dari meriam tersebut ada yang dipindahkan ke Kebun Binatang Kinantan.
Istana Bung Hatta dahulunya merupakan bangunan tempat berkantor Asisten Residen Padangsche Bovenlanden dan Kontroleur Oud Agam. Dimasa revolusi fisik bangunan ini dibumi hanguskan disaat Agresi Militer Belanda II. Bung Hatta sebagai Wakil Presiden beserta staf sempat berkantor di Istana ini dalam rentang waktu Juni 1947 – Februari 1948. Gedung yang kita saksikan sekarang ialah hasil renovasi pada tahun 1960-an.
Juga terdapat beberapa janjang pada kota ini, janjang ini dapat kita kategorikan sebagai Cagar Budaya diantaranya ialah Janjang Ampek Puluah, Janjang Gantuang, Janjang Kampuang Cino, Janjang Minang, Janjang Los Dagiang, Janjang Gudang, Janjang Syech, dan beberapa janjang lainnya. Janjang ini digunakan sebagai penghubung antara kawasan di Pusat Kota Bukittinggi hal ini mengingat topografi kota yang berbukit-bukit.
Kawasan Bawah Pasa yang dikenal sebagai kawasan perkampungan bagi penduduk keturunan India juga menarik untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata Heritage serta dapat pula kita masukkan ke dalam Kawasan Heritage. Terdapat beberapa rumah-rumah lama di kawasan ini serta beberapa janjang yang menghubungkannya semenjak dari Pasa Banto hingga ke Jalan Cindua Mato di dekat pintu masuk ke dalam Kebun Binatang Kinantan.
Bangunan penjara lama yang terdapat di hadapan bangunan Bank BNI merupakan bangunan penjara tertua di Sumatera Barat. Bangunan penjara ini sempat mejadi salah satu lokasi syuting Drama Seri Sengsara Membawa Nikmat pada tahun 1990an yang ditayangkan di TVRI.
Berdasarkan  dari laporan tebal yang ditulis Mr. C. J. van Asska, yang diberi tajuk Verslag over het Gevangeniswezen, didapatkan keterangan bahwa pada tahun 1840 telah terdapat penjara di kota sejuk ini. Tetapi, penjara tersebut masih dalam kondisi yang sangat jelek dan memprihatinkan. “Atap dan dindingnya hanya ditutupi dengan alang-alang, dan banyak sisi bangunannya yang somplak”, demikian catat van Asska.[2]
Bangunan penjara ini pada saat sekarang berada di bawah Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia dan keadaannya sangat memprihatinkan.  Diharapkan bangunan penjara lama ini dapat dijadikan sebagai Museum Kota Bukittinggi karena sebagai sebuah kota bersejarah Kota Bukittinggi belum memiliki Museum Kota yang akan menjelaskan sejarah perkembangan kota kepada para wisatawan yang datang.





Catatan Kaki:

[1] Sejak tahun 2017 tupoksi yang membidangi kebudayaan (termasuk cagar budaya) dipindahkan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Pada saat sekarang Cagar Budaya berada di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
[2] http://www.inioke.com/berita/penjara-bersejarah-di-bukittinggi/143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar