Minang Saisuak #267 –Vervolgschool (Sekolah Sambungan) di Gaduik, Fort de Kock (Bukittinggi)
Tulisan ini disalin dari tulisan Engku Dr. Suryadi Sunuri di blog niadilova.wordpress.com
This picture told us about one of school near Bukit Tinggi, this school is never heard before. Located in Gadut Village which is directly adjacent to Bukit Tinggi.
________________________________________
Daerah Fort de Kock (Bukittinggi) dan sekitarnya adalah wilayah yang paling antusias mengadopsi pendidikan sekuler yang diperkenalkan Belanda sejak paroh kedua abad ke-19. Dimotori oleh warga Nagari Koto Gadang, gairah menerima pendidikan ala Eropa itu mewabah ke berbagai daerah di Minangkabau. Tentang hal ini, bacalah kembali studi Elizabeth E. Graves, Asal-usul Elite Minangkabau Modern: Respons terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX, Penerjemah: Novi Andri, Leni Marlina, Nurasni; Editor ahli: Mestika Zed. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007 (aslinya: disertasi University of Wisconsin, 1971).
Rubrik ‘Minang saisuak’ kali ini menurunkan foto klasik yang mengabadikan guru-guru dan murid-murid “Verlvolgschool di Gadoet (Fort de Kock)”. Dikatakan bahwa sejak 1923 di Gaduik sudah berdiri sebuah sekolah sambungan/ lanjutan (vervolgschool). Pada awalnya masyarakat kurang antusias menyambut kehadiran sekolah itu: hanya sekitar 15% dari murid-murid yang terdaftar yang rajin datang ke sekolah. Tetapi dengan ikhtiar guru-guru, terutama ketika seorang guru yang bernama Engku Soeki mengajar di sekolah itu, yang kemudian menjadi kepala sekolah itu, minat murid-murid untuk belajar terus meningkat dan jumlah murid sekolah itu makin bertambah ramai.
Sejak 1925-1928 tercatat 32 orang murid lulusan sekolah itu dapat masuk ke sekolah tingkat yang lebih tinggi. Di antara lulusannya ada yang kemudian menjadi guru. Karena prestasi itu, Engku Guru Soeki mendapat pujian dari bagian inspeksi/ penilik sekolah. Untuk merayakan kesuksesan sekolah itu, sekaligus untuk menghormati Guru Soeki, maka pada bulan April 1928 sekolah itu menyelenggarakan helat gedang yang dihadiri oleh pemuka masyarakat, Asisten Residen dan Controleur Agam. Para pengunjung dihibur dengan musik dan perarakan serta pertunjukan “main komidi dengan tjeritera Siti Djamilah”. Semua orang bersuka ria. Tuan Asisten Residen dan wakil-wakil pemuka masyarakat memberikan sambutan yang memuji-muji kemajuan sekolah itu.
“Pada keesokan harinya […] murid-murid yang berbahagia itu bersama-sama dengan iboe bapa, ninik mamaknja, serta beberapa orang pengholoe dalam negeri Gadoet [pergi] menodjoe roemah e [engku] Soeki, sambil mengantarkan seékor djawi betina dan sehelai destar kepada engkoe goeroe kepala jts [yang tersebut] oentoek mendjadi tanda mata bagi goroe jang berdjasa besar itoe. Pemberian ini diterima oleh e [engku]. Soeki dengan soeka hati.”
Di bawah foto ini tertulis keterangan: “Gambar ini meloekiskan moerid-moerid jang telah berbahagia dapat mentjapai peladjaran lebih tinggi, bersama-sama dengan goeroe-goeroenja. Jang doedoek dikoersi dari kiri kekanan: e. [engku] M. Sjarif, hulponderwijzer [guru bantu]; e. Soeki, hoofd der school [kepala sekolah]; e. Iljas, hulponderwijzer, dan e. A. Gani, hulponderwijzer.”
Begitulah guru-guru dihormati oleh murid-muridnya, orang tua murid-murid, dan masyarakat pada maso saisuak. Kini? Entahlah! Rabab sajalah yang menyampaikan.
___________________________________
Suryadi – Leiden University, Belanda | Singgalang, Minggu, 19 Juni 2016 (Sumber foto dan teks kutipan: Majalah Pandji Poestaka, No. 36, Tahoen VI, 4 Mei 1928: 660).
Tulisan disalin dari blog: https://niadilova.wordpress.com/2016/06/20/minang-saisuak-267-vervolgschool-sekolah-sambungan-di-gaduik-fort-de-kock-bukittinggi/