Pict: Aceh Tribunnews |
Hikayat Raja-Raja Pasai II - Semudera Daar Al Salaam
Negeri Samudra & Hadis Nabi
Maka di ceriterakan oleh orang yang empunya ceritera, sekali persetua pada zaman Nabi Muhamad rasul Allah Shalallahu Alaihi Wa Salam tatkala lagi hayat hadrat yang maha mulia itu. Maka bersabda ia pada sahabat baginda di Makah demikian sabda baginda “Bahawa ada sepeninggalku wafat itu ada sebuah negeri di bawah angin[1] Semudera namanya.
Apabila ada mendengar khabar negeri itu, maka kamu suruh sebuah kapal membawa perkakas alat kerajaan, dan kamu bawai orang dalam negeri itu masuk agama Islam, serta mengucap dua kalimat shahadat. Syahdan lagi akan di jadikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala terbanyak daripada segala wali Allah jadi dalam negeri itu. Adapun pertama ada seorang fakir di negeri Mengiri namanya iaitulah kamu bawa serta kamu ke negeri Semudera itu”.
Awal Nama Samudra
Maka tersebutlah perkataan Merah Silu di Rimba Jaran itu, sekali persetua pada suatu hari Merah Silu pergi berburu maka ada seekor anjing di bawanya akan perburuan Merah Silu itu bernama Si Pasai, maka di lepaskannya anjing itu lalu ia menyalak di atas tanah tinggi. Maka di lihatnya ada seekor semut besarnya seperti kucing maka di tangkapnya oleh Merah Silu semut itu lalu di makannya.
Maka tanah tinggi itu pun di suruh Merah Silu tebasi pada segala orang yang sertanya itu maka setelah itu di perbuatnya akan istananya. Setelah sudah maka Merah Silu pun duduklah di sana dengan segala hulubalangnya dan segala rakyatnya maka di namai oleh Merah Silu Negeri Semudera ertinya semut yang amat besar di sanalah diam raja itu.
Syarif Mekah Mengirim Sheikh Ismail
Hataya maka berapa lamanya, kemudian daripada hadrat Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam wafat, maka terdengarlah khabarnya kepada syarif[2] yang di Makah ada suatu negeri di bawah angin bernama Semudera. Maka oleh khalifah syarif di suruh sebuah kapal akan membawa segala perkakas alat kerajaan ke negeri Semudera. Setelah sudah kapal itu lengkap maka di suruh syarif sheikh Ismail itu singgah ke negeri Mengiri.
Setelah maka berapa lamanya berlayar maka sampailah ia ke negeri Mengiri itu maka berlabuhlah ia di teluk Mengiri. Adapun raja dalam negeri itu Sultan Muhamad namanya, maka terlihatlah oleh orang Mengiri sebuah kapal berlabuh di teluk itu. Maka segera ia masuk mengadap raja serta berdatang sembah demikian sembahnya “Daulat dirgahayu syah alam, ada sebuah kapal berlabuh di teluk kita ini”.
Maka Sultan Muhamad pun bersabda kepada perdana menteri demikian sabda baginda “Hai perdana menteri, suruh lihat kapal itu” maka perdana menteri pun segera keluar menyuruhkan orang sebuah perahu melihat kapal itu.
Setelah sudah sampailah perahu itu ke kapal maka ia pun lalu bertanya maka ujarnya “Dari mana kapal ini datang dan siapa nama nakhodanya dan kemana ia hendak pergi”.
Maka sahut orang kapal itu “Adapun kapal ini dari Makah dan nama nakhodanya Sheikh Ismail di suruhkannya oleh khalifah syarif[3] di Makah ke negeri yang bernama Semudera”.
Setelah sudah ia mendengar khabar orang dalam kapal itu maka ia pun kembalilah ke darat maka ia pun pergi kepada perdana menteri, maka di katakannya seperti kata orang dalam kapal itu. Maka perdana menteri pun masuklah menghadap raja serta berdatang sembah “Ya tuanku syah alam, adapun kapal itu dari Makah, nama nakhodanya Sheikh Ismail hendak pergi ke negeri Semudera”.
Adapun Sultan Muhamad itu daripada anak cucu hadrat Abu Bakar Al Shidiq Radhiallahu 'Anha. Maka sultan menyuruh hantarkan segala makan makanan dan segala nikmat akan Sheikh Ismail. Setelah sudah sampailah segala makan-makanan itu, maka sultan pun merajakan seorang anaknya yang tua di negeri Mengiri itu akan gantinya kerajaan.
Maka baginda dengan anaknya yang muda itu memakai pakaian fakir meninggalkan kerajaannya turun dari istananya lalu naik ke kapal itu. Maka katanya kepada orang dalam kapal itu “Kamu bawa hamba ke negeri Semudera itu”.
Maka pada hati orang yang dalam kapal itu “Bahawa inilah fakir yang seperti sabda rasul Allah Shalallahu 'Alaihi Wassalam itu” maka fakir itu pun di bawanyalah naik ke kapal itu lalu berlayar.
Meurah Silu Bermimpi Berjumpa Rasulullah
Hataya maka berapa lamanya di laut sebermula maka bermimpi Merah Silu di lihatnya dalam mimpinya itu ada seorang-orang menumpang dagunya dengan segala jarinya dan matanya pun di tutupnya dengan empat jarinya. Demikian katanya “Hai Merah Silu, ucap olehmu dua kalimat shahadat” maka sahut Merah Silu “Tiada hamba tahu mengucap akan dia”. Maka ujarnya “Bukakan mulutmu” maka di bukakannya oleh Merah Silu maka di ludahinya mulut Merah Silu itu rasanya lemak manis.
Maka ujarnya akan Merah Silu “Hai Merah Silu, engkaulah Sultan Malik Al Shaleh namamu. Sekarang Islamlah engkau dengan mengucap dua kalimat shahadat itu dan segala binatang yang hidup lagi halal engkau sembelih, maka kau makan dan yang tiada sembelih jangan engkau makan. Sebermula dalam empat puluh (40) hari lagi ada sebuah kapal datang dari Makah. Barang segala katanya dan barang segala perbuatannya yang berpatutan dengan segala pekerjaan agama Islam orang yang dalam kapal itu janganlah engkau lalui dan hendaklah engkau turut barang pengajarnya”.
Maka ujar Merah Silu “Siapakah tuan hamba ini”
Maka sahut suara dalam mimpi itu “Akulah Nabi Muhamad Rasul Allah Shallahu 'Alaihi Wassalam yang di Makah itu”. Maka di tinggalkannya tangannya daripada dagunya itu, maka Rasul Allah Shallahu 'Alaihi Wassalam akan Merah Silu itu “Tunduklah engkau ke bawah”. Maka tunduklah Merah Silu ke bawah serta jaga ia daripada tidurnya maka di lihatnya yang di bawah sijil maka katanya Asyhadu'anlah Illahailallah Wahdahula Syarikalah Wa Asyhaduanna Muhammadarrasulullah.
Maka setelah sudah ia mengucap dua kalimat itu maka ia membaca Qur'an tiga puluh juz, khatam dengan hafaznya, ia tiada dengan di pelajarinya lagi pada seorang jua pun. Maka ujar orang banyak dan segala hulubalang akan Merah Silu itu “Adapun raja kita ini keluar katanya itu tiada kita tahu akan barang katanya itu”.
Sheikh Ismail & Meurah Silu
Adapun di ceriterakan oleh orang yang empunya ceritera hataya berapa lamanya maka kapal Sheikh Ismail itu pun sampailah ke teluk Terli. Maka kapal itu pun berlabuhlah. Maka fakir itu pun naiklah ke darat maka ia bertemu dengan seorang-orang menjala ikan. Maka kata fakir itu “Siapa nama negerinya”
Maka sahutnya orang itu “Adapun nama negeri ini Semudera”.
Maka kata fakir itu “Siapa nama penghulunya”
Maka sahutnya orang menjala itu “Nama raja dalam negeri ini Merah Silu dan bergelar Sultan Malik Al Shaleh”.
Setelah sudah ia berkata-kata maka orang menjala itu pun kembalilah, maka fakir itu pun naiklah ke kapalnya. Syahdan maka pada keesokan harinya Sheikh Ismail pun turunlah ke darat pergi ke negeri kepada Sultan Malik Al Shaleh. Serta ia datang kepada Sultan Malik Al Shaleh, maka ujar Sheikh Ismail “Hai sultan, ucaplah tuan hamba dua kalimat shahadat”. Maka sultan pun mengucap shahadat iaitu Asyhadu'anlah Illahailallah Wahdahula Syarikalah Wa Asyhaduanna Muhammadarrasulullah.
Setelah sudah maka Sheikh Ismail pun menyapu janggutnya maka pada keesokan harinya datanglah fakir itu membawa Quran tiga puluh juz itu kepada Sultan Malik Al Shaleh. Maka di unjukkannya oleh fakir itu Quran kepada Sultan Malik Al Shaleh, maka di sambutinya dengan takzim lalu di kunjunginya serta di bukanya lalu di bacanya tiadalah ia minta ajari lagi tahulah ia membaca dia sendirinya. Maka fakir dan Sheikh Ismail pun keduanya mengucap Alhamdulillahirabbil 'Alamin.
Setelah sudah, maka di suruh oleh Sheikh Ismail himpunkan segala hulubalang dan segala rakyat besar kecil dan tua muda laki-laki dan perempuan. Maka apabila sudah berhimpunlah sekeliannya, maka di ajari oleh Sheikh Ismail mengucap shahadat, akan mereka itu sekeliannya maka segala mereka itu pun redhalah ia mengucap dua kalimat shahadat dengan tulus ikhlas yakin hatinya. Sebab itulah maka di namai Semudera itu Negeri Daar Al Salaam kerana tiada sekeliannya orang itu dengan di gagahi dan dengan tiada di masakatkannya dan tiada dengan di perlelahkannya pada mengerjakan kerja masuk agama Islam, maka sheikh pun menyuruh ke Semudera Daar Al Salaam.
Setelah datang segala perkakas alat kerajaan itu, maka pada ketika yang baik berhimpunlah segala hulubalang dan segala rakyat menghadap, maka sultan pun memakai selengkap pakaian kerajaan anugrah dari Makah kerana akan di tabalkan. Maka segala hulubalang pun sekeliannya bersaf-saf mengadap nobat Ibrahim Khalil. Bentara pun berdiri menjabat salah dan segala pegawai pun masing-masing membawa jabatannya.
Maka genderang tabal itu pun di palu oranglah dan segala bunyi bunyian pun berbunyilah. Maka bedil obat itu pun di pasang oranglah, dan segala hulubalang dan segala rakyat sekelian menjunjung duli menyembah mengatakan Daulat Dirgahayu Syah Alam Zhala Al Laha Faya Al A’alama. Setelah sudah sultan tabal maka segala hulubalang pun masing-masing duduklah dengan martabatnya menghadap baginda itu. Adapun orang besar-besar dalam negeri itu, dua orang seorang bernama Tun Seri Kaya dan seorang bernama Tun Bab Kaya dan Tun Seri Kaya itu di gelar Said Ali Ghayats Al Din dan Bab Kaya itu di namai Samayam Al Din.
Setelah berapa lamanya Sheikh Ismail di Semudera Daar Al Salaam maka ia pun berdatang sembah kepada Sultan Malik Al Shaleh mohon kembali. Maka sultan pun menghimpunkan fidyah akan khalifah syarif seperti ambar dan Kapur Barus dan gaharu cendana dan kemenyan dan khalambak dan cengkih pala sekeliannya itu di persembahkan kepada Sheikh Ismail. Maka sabda sultan “Ya sheikh, inilah fidyah yang di perhamba akan khalifah syarif di Makah yang di permohonkan berkat doa. Dahulu Allah dan berkat shafaat Nabi Muhamad rasul Allah dan berkat khalifah Al sharif”.
Setelah sudah maka Sheikh Ismail pun naiklah ke kapal lalu berlayarlah, maka fakir itu pun tinggallah di Semudera akan menetapkan agama Islam dalam negeri Semudera. Adapun di ceriterakan oleh orang yang empunya ceritera ada suatu kaum orang dalam negeri itu tiada ia mahu masuk agama Islam, maka ia lari ke hulu sungai Pasangan maka kerana itulah di namai orang dalam negeri itu Gayo hingga datang sekarang ini.
Adapun akan sultan belum lagi ia beristeri, sekali persetua pada suatu hari maka berdatang sembah segala menteri dan segala hulubalang demikian sembahnya “Daulat dirgahayu syah alam, sembah patik yang di perhamba ke bawah duli syah alam baik kiranya tuanku kahwin supaya jangan putus alat kerajaan syah alam supaya turun temurun datang kepada anak cucu syah alam juga”.
Demi sultan mendengar sembah segala menteri dan hulubalang itu maka memberi titah sultan itu “Jikalau demikian sembah kamu kepada aku, kuperkenankanlah. Maka carilah orang siapa yang berkenan baik pada hati tuan-tuan sekelian”. Maka berdatang sembah pula mereka itu sekelian “Ya tuanku syah alam, ada kami di perhamba mendengar warta seorang raja di Negeri Perlak[4] itu ada baginya anak tiga orang perempuan terlalu amat baik parasnya. Baiklah tuanku menyuruh kesana iapun raja besar lagi gagah”.
Meminang Puteri Sultan Perlak
Maka sultan memberi titah kepada seorang menterinya, di suruhkannya bertemu kepada raja itu serta dengan segala perempuan yang tua-tua lagi tahu berkata-kata akan segala pekerjaan talangki itu. Setelah sudah lengkaplah maka pada ketika yang baik segala menteri itu pun naiklah ke kapal, lalulah ia berlayar menuju Negeri Perlak itu. Maka berapa lamanya antaranya maka sampailah menteri itu ke Perlak maka berlabuhlah ia di teluk Perlak itu.
Maka di persembahkan oranglah kepada Raja Perlak sembahnya “Ya tuanku syah alam, ada sebuah kapal berlabuh di teluk kita ini”
Maka titah Raja Perlak “Pergilah engkau lihat kapal itu” maka pergilah orang melihat itu sebuah perahu.
Maka apabila sampailah ia ke kapal itu maka bertanyalah ia “Dari mana datang kapal ini dan pekerjaan datang tuan hamba kemari”.
Maka sahut orang dalam kapal itu “Kami ini dari Negeri Semudera Daar Al Salaam membawa warta yang baik dan kami datang ini hendak menjunjung duli Sultan Perlak”.
Maka orang yang melihat itu pun segeralah ia kembali bepersembahkan segala kata menteri itu kepada Sultan Perlak maka titah Sultan Perlak “Pergilah kamu sambut menteri itu”. Setelah pergilah ia memanggil menteri itu maka menteri itu pun turunlah dengan segala pegawainya mengadap Sultan Perlak serta datang lalu ia menyembah sekeliannya. Maka sabda raja “Hai menteri, apa pekerjaan kamu kemari ini”.
Maka berdatang sembah menteri itu “Ya tuanku syah alam, akan hal patik ini di titahkan paduka anakda Sultan Semudera Malik Al Shaleh, raja di negeri Semudera Daar Al Salaam hendak menjunjung duli syah alam”. Maka di persembahkannyalah segala kelengkapan dan segala perhiasan yang di bawanya itu dan bepersembahkan segala kata yang baik-baik lagi sempurna daripada yang memberi nasihat pada membersihkan muka segala manusia dan menerangkan segala hati yang karatan akan pekerjaan meminang tuan puteri itu.
Demi di dengar Raja Perlak segala sembah menteri itu, maka baginda pun sukacitalah dan segala hulubalang pun terlalu sukacita. Maka orang pun mengangkat sirih pada corong suasa dan corong perak pada segala menteri itu masing-masing pada martabatnya. Maka sultan pun memberi titah demikian bunyinya “Hai segala menteri Semudera, seharusnyalah kita perkenankan kehendak anak kita sultan Malik Al Shaleh itu kerana ia pun daripada bangsa kita juga”.
Maka pada keesokan harinya di suruh baginda perhias istananya dan anakda tuan puteri dua orang itu dengan pakaian yang keemasan bertatahkan ratna mutu manikam, dan seorang lagi anak gundik baginda bernama Tuan Puteri Ganggang itu di berinya memakai kain sutera, cangkuraya dan berbaju warna bunga jambu dan memakai cincin bepermata dan bersubang berjentera. Maka duduklah ia pada tempat yang tinggi mengadap orang membuatkan segala makanan di perjamunya akan segala menteri dan segala perempuan yang datang dari Negeri Semudera yang talangki itu.
Maka tatkala di lihat orang banyak akan tuan puteri yang tiga bersaudara itu maka segala manusia pun lekatlah hatinya kepada Tuan Puteri Ganggang itu oleh kerana baik parasnya dan amat manis barang lakunya pada segala manusia. Maka kata mereka itu bertanya “Siapa duduk di atas tinggi itu” maka sahut orang itu “Ini pun anak raja kami juga tetapi iaitu anak gundik”. Setelah sudah di perjamunya sekelian mereka itu maka sekeliannya pun bermohonlah kembali ke Semudera kepada sultan Malik Al Shaleh.
Maka apabila sampailah ke Semudera di persembahkan orang kepada baginda demikian bunyinya “Ya tuanku syah alam, sungguhnya ada anak Raja Perlak itu tiga bersaudara, ada yang seorang itu anak gundik baginda tetapi pada patik sekelian penglihat patik yang di perhamba yang terbaik rupanya itu anak gundik baginda itu juga yang amat manis sekali kelakuannya, lagi dengan muhtasamnya. Syahdan kedudukannya pun tertinggi rupanya martabatnya daripada saudaranya yang kedua itu”.
Maka setelah sudah habis di persembahkan oleh orang yang melihat itu maka di suruh sultan Malik Al Shaleh panggil ahli al nujum, maka datanglah segala ahli al nujum itu. Maka titah sultan “Hai ahli al nujum, lihat apalah oleh tuan-tuan sekelian dalam nujum kamu akan anak raja Perlak itu, yang mana baik kita ambil”. Maka segala ahli al nujum pun melihat nujumnya dan membilang-bilang ramalnya lalu ia menggerakkan kepalanya lalu ia berdatang sembah segala ahli al nujum itu.
Maka sembahnya “Ya tuanku syah alam, jikalau tuan puteri yang duduk tinggi pada martabatnya itu ambil syah alam nescaya datang kepada anak cucu syah alam kerajaan tiada lagi berkeputusan terlalu sekali berbahagia” maka di titahkan sultan pergi mengambil Tuan Puteri Ganggang itu.
Setelah itu maka pergi berlengkaplah menteri itu juga akan menjemput tuan puteri itu ke benua[5] Perlak. Hataya berapa lamanya dalam perlayaran itu maka sampailah ia ke dalam Negeri Perlak, maka masuklah menteri itu serta segala inangnya menghadap Sultan Perlak, serta ia berdatang sembah “Ya tuanku syah alam, akan sembah paduka anakda sultan Malik Al Shaleh empunya sembah serta takzim ke bawah duli syah alam paduka, anakda memohonkan patik Tuan Puteri Ganggang itu”.
Maka titah Raja Perlak “Baiklah, kami anugerahkanlah anak kami itu” maka baginda pun menyuruh lengkap seratus perahu akan menumpangkan paduka anakda itu Tun Perpatih Pandak akan pengetuanya mengantarkan Tuan Puteri Ganggang itu ke Negeri Semudera Daar Al Salaam dan baginda menyuruhkan berbuat istananya akan tempat tuan puteri itu duduk serta dengan segala dayang-dayangnya, biti-biti perwaranya dan segala alat kerajaan.
Setelah sudah mustaiblah maka pada ketika hari yang baik, Sultan Perlak pun berangkatlah baginda mengantarkan naik anakda tuan puteri itu ke Kuala dengan segala bunyi bunyian. Setelah sudah sampai ke Kuala maka Tuan Puteri Ganggang pun menyembah ayahanda dan bonda dan saudaranya kedua serta bertangis tangisan. Maka di peluk di cium oleh ayahanda dan bonda dan saudaranya kedua maka Tuan Puteri Ganggang pun naiklah ke perahu lalu berlayarlah maka Sultan Perlak pun kembalilah ke istananya dengan percintaannya.
Setelah beberapa lamanya berlayar di laut itu, maka sampailah ia ke Jambu Air singgahlah Tun Perpatih Pandak membawa tuan puteri kepada istananya itu maka berhiaslah tuan puteri itu. Maka Sultan Malik Al Shaleh pun berangkatlah mengalu alukan tuan puteri itu lalu di bawanya masuk ke dalam negeri Semudera Daar Al Salaam di permulianya dengan beberapa kemuliaan. Setelah datanglah ke istananya maka baginda pun menyuruh memulai berjaga-jaga akan kerja kahwin itu.
Pernikahan Meurah Silu dengan Puteri Ganggang
Hataya beberapa lamanya berjaga-jaga itu maka baginda pun kahwinlah dengan Tuan Puteri Ganggang itu. Setelah sudah kahwin maka baginda pun memberi anugerah persalin akan segala hulubalang dan memberi derma akan segala fakir dan miskin dalam negeri itu daripada emas dan perak dan akan Tun Perpatih Pandak pun di anugerahi daripada beberapa pakaian yang indah-indah dan segala orang yang datang sertanya sekelian itu pun di anugerahi baginda daripada emas dan perak.
Setelah sudah baginda memberi anugerah maka Tun Perpatih Pandak pun bermohonlah kepada baginda hendak kembali ke Perlak. Setelah sudah maka baginda laki isteri pun berkirim sembah kepada ayahanda dan bonda dan kepada saudara baginda yang dua orang serta dengan pakaian yang mulia-mulia. Maka Tun Perpatih Pandak pun kembalilah ke Perlak. Bermula istananya yang di suruh perbuat akan tempat-tempat tuan puteri bergandi itu maka di suruh Sultan Malik Al Shaleh pula perbaik dan di namai negeri itu Rama Gandi di sebut orang datang sekarang ini.
Hataya berapa lamanya Sultan Malik Al Shaleh dalam negeri itu kerajaan maka datang sebuah kapal dari Benua Keling[6] beniaga, dan ada seorang dalam kapal itu tahu ia melihat asap emas. Maka katanya “Di dalam negeri ini ada tujuh tempat asap emas keluar tiada di ketahui oleh orang dalam negeri ini”. Maka ada seorang-orang sultan ia mendengar kata orang kapal itu maka di persembahkannya kepada sultan Malik Al Shaleh maka di suruh baginda panggil keling itu yang berkata demikian.
Maka keling itu pun datang mengadap sultan maka sabda baginda pada keling itu “Sungguhkah seperti katamu dalam negeri ini ada asap emas”.
Maka berdatang sembah keling itu “Ya tuanku syah alam, jikalau di negeri kami yang di perhamba yang seperti penglihat hamba ini tiada lagi bersalahan”. Setelah di dengar oleh sultan sembah keling itu maka di anugerah oleh sultan akan keling itu persalin selengkapnya adat pakaian.
Maka sabda sultan “Jikalau sungguh seperti katamu itu, pergilah engkau mengambil dia kepada tempat asap emas itu” maka keling itu pun menyembah lalu ia pergi dengan laskar sultan itu. Setelah ia sampai ke tempat itu maka di suruhnya korek tanah itu maka adalah emas itu di perolehnya terlalu banyak sekira-kira lima ma’dan maka di bawanyalah emas itu kehadapan sultan maka sultan pun terlalu amat sukacita kerana beroleh emas itu.
Hataya beberapa lamanya sultan Malik Al Shaleh dalam kerajaan, maka tuan puteri pun hamillah. Setelah genaplah bulannya maka tuan puteri pun beranaklah laki-laki terlalu baik parasnya, maka sultan pun amat sukacita melihat anakda baginda itu. Maka di suruhnya peliharakan kepada inangnya dan pengasuhnya yang tua-tua, maka di titahkan baginda orang memalu genderang dan segala bunyi bunyian berjaga-jaga seperti adat segala raja-raja beranak.
Setelah genaplah tujuh hari tujuh malam baginda berjaga-jaga, bersuka sukaan, makan minum masing-masing membawa kesukaannya maka pada hari berjejak tanah dan beraqiqah. Maka segala rakyat dan menteri hulubalang pun berhimpunlah makan minum. Setelah sudah maka baginda memberi derma kurnia akan segala menteri dan hulubalang dan rakyat besar kecil dan segala fakir miskin sekeliannya. Setelah sudah maka sultan menamai anakda baginda itu Sultan Malik Al Zhahir. Setelah sampailah umur baginda kepada akil baligh maka ia di rajakan dalam negeri Semudera itu.
-----------------------------
Hikayat Raja Raja Pasai di Leiden University Libraries.
Transliterasi Jawi ke Rumi oleh Mahamada Al Mahadaya
==================
Disalin FBG Sejarah Melayu | Terakhir diakses 1 November 2023 | Pukul 14.43 WIB
Bahasa Melayu disunting dan diselaraskan oleh admin Agam Van Minangkabau
==============
Catatan kaki oleh admin:
[1] Negeri dibawah angin merujuk kepada Kepulauan Melayu dan wilayah Asia Tenggara secara umum. Sedangkan Negeri Atas Angin ialah Cina, Jepang, & Korea. Pada masa lampau, angin barat daya membawa kapal dari India ke Jazirah Melayu (orang Jawa menyebutnya dengan Nusantara). Namun, untuk kembali lagi ke daerah asal, mereka harus menunggu angin balasan, yaitu angin timur laut untuk membawa kapal mereka pulang. Jazirah Melayu merupakan daerah khatulistiwa yang merupakan wilayah kekuasaan Angin Pasat; di sebelah selatan angin pasat tenggara dan di sebelah utara dari garis khatulistiwa angin pasat timur laut yang bertiup sepanjang tahun. Pertemuan dua angin ini disebut intertripocal front dan merupakan wilayah angin mati.
[2] Gelar untuk penguasa Mekah yang konon kabarnya dari keturunan nabi
[3] Khalifah dan Syarif merupakan dua jabatan berlainan. Khalifah merupakan raja diraja, pemimpin tertinggi yang wilayahnya mencakupi hampir sebagian besar negeri Islam ketika itu. Di bawah khalifah terdapat Sultan yang menguasai kerajaan-kerajaan kecil atau ada juga sebuah kota. Sedang Syarif merupakan jabatan khusus yang hanya diperuntukkan untuk Bandar Mekah dan konon kabarnya berasal dari keturunan nabi.
[4] Perlak sekarang berada di wilayah Aceh Timur. Terdapat sebuah kesultanan yang disebut-sebut telah berdiri antara tahun 840 s.d 1292.
[5] Penggunaan kata 'Benua' bagi orang sekarang beranggapan 'Benua' seperti yang kta fahami masa kini. Masa dahulu, mungkin sahaja bermakna 'Negeri'. Seperti Benua Rum, Negeri Rum.
[6] Keling merupakan panggilan umum di Negeri Melayu terhadap orang India berkulit hitam legam yang kemungkinan dari ras Dravida ataupun Tamil di wilayah India Selatan.