Disalin dari blog: http://poestahadepok.blogspot.com
_____________________________
Eny
Karim adalah tokoh penting di Sumatera Barat maupun di Sumatera Utara. Namun, sejauh
ini sangat sulit mendapatkan data dan informasi tentang Eny Karim. Informasi
tentang Eny Karim yang ada di Wikipedia terbilang minim jika dibandingkan
dengan kiprahnya. Adakah data dan informasi tentang Eny Karim terjadi missing
link? Peran penting Eny
Karim adalah pimpinan delegasi pemerintah (pusat) ke Kota Padang dalam upaya
normalisasi di Sumatera Tengah (daerah) pada peristiwa PRRI (1957).
Eny Karim (wikipedia_ |
Di
dalam Wikipedia, dengan melihat sepintas namanya, Eny Karim disebut seorang putri
padahal Eny Karim adalah putra. Ini menunjukkan bahwa mengidentifikasi siapa
Eny Karim memang tidak mudah. Suatu teka-teki. Untuk kelengkapan sejarah
nasional, tantangan untuk menjawab teka-teki tersebut masih menggoda meski
penelusurannya terbilang cukup berlika-liku.
Tokoh Penting
Eny
Karim pernah menjabat Menteri Pertanian dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo II,
antara 24 Maret 1956 dan 14 Maret 1957. Dalam upaya normalisasi gerakan PRRI (pertentangan
pusat dan daerah) yang dideklarasikan tanggal 15 Februari 1958 (desas desusnya sudah ada sejak akhir 1956), Eny Karim
merupakan satu-satunya pejabat pemerintah pusat yang paling kompeten.
Selanjutnya, dalam kapasitasnya sebagai pejabat di Departemen Dalam Negeri. Eny
Karim juga pernah menjadi Gubernur Sumatera Utara antara tanggal 8 April 1963
sampai 15 Juli 1963. Lantas siapa Eny Karim?
Pada artikel sebelum
ini siapa Dr, Abdoel Hakim yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Padang sudah
hampir tuntas ditelusuri data dan informasinya. Publikasi data dan informasi
Dr. Abdoel Hakim sendiri sebelumnya bahkan sangat-sangat minim. Di Wikipedia saja
hanya tertulis satu kalimat, yakni: ‘Dr. Abdoel Hakim atau disingkat A. Hakim
adalah seorang dokter yang kemudian menjadi wali kota Padang periode 1947—1949’.
Padahal dokumen dasar riwayat hidup Dr. Abdoel Hakim nyaris setebal buku. Dokumen
dasar riwayat hidup Eny Karim ternyata juga cukup tebal. Mari kita sarikan
Eny Karim?
Het nieuws van den dag voor NI, 27-11-1902 |
Sumatra-courant :
nieuws- en advertentieblad, 28-01-1899: ‘seorang pemuda belia bernama Abdul Hakim, murid
sekolah Eropa di Padang Sidempoean akan diambil sebagai murid sekolah untuk
pelatihan dokter pribumi (docter djawa)’. Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 07-11-1904: ‘di Dokter Djawa School yang naik dari tingkat
empat ke tingkat lima terdapat sembilan siswa yang mana tiga diantaranya dari
luar Jawa (Manado, Ambon dan Padang). Sedangkan yang naik ke tingkat enam
sebanyak 10 siswa (diantaranya) Abdul Karim dan Abdul Hakim. Satu siswa
mengulang’. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-11-1905: ‘Ujian
Docter-Djawaschool yang lulus ujian akhir terdapat tujuh siswa (diantaranya)
Abdul Hakim dan Abdul Karim’.
Dengan demikian, Abdoel Karim, siswa yang
berasal dari Padang Sidempuan mendapat gelar dokter pada tahun 1905.
Dr. Abdoel Karim besar dugaan adalah anak Si Goenoeng
gelar Abdoel Karim. De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad,
17-09-1875 ter standplaats van den assistent-resident in de residentie
Tapanoli, Si Goenoeng galar Abdul Karim, inlandsch schrijver bij dien
assistent-resident (Asiosten Residen di Padang Sidempuan, Residen di Sibolga).
Dua dokter yang pernah seangkatan dengan Dr. Abdoel Karim adalah Dr. Abdoel Hakim (wakil wali kota Padang di era sebelum kemerdekaan dan walikota setelah kemerdekaan) dan Dr. Tjipto (pendiri dan ketua pertama PNI). Dua dokter asal Padang Sidempuan ini mulai berdinas dan ditempatkan di kota yang berbeda. Dr. Abdoel Karim ditempatkan di Sawah Lunto Januari 1906, sedangkan Dr. Abdoel Hakim ditempatkan ke Padang Sidempoean, kampong halamannya.
Algemeen
Handelsblad, 07-01-1906: ‘Departed Batavia per ss "Maetsuijcker" ke
Telok Betong, Manna, Benkoeden, Indrapoera dan Padang (diantaranya) Dokter Abdul
Karim’.Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-11-1906: ‘oleh
Pelayanan Medis Sipil, ditempatkan dari Batavia ke Padang Sidempoeau, dokter
asli Abdul Hakim’.
Dr.
Abdoel Karim berdinas di Sawahlunto tidak lama, lalu kemudian dipindahkan ke
Gunung Sitoli (Tapanoeli). Namun dalam perkembangannya, Dr. Abdoel Karim
kembali berdinas di Sumatra Barat di Fort van der Capellen dan kemudian ke
Sawahloento (ke tempat awal dia pernah bekerja sebagai dokter). Pada tahun 1914
Abdoel Karim telah meminta pemberhentian dengan hormat dari dinas negara’. Pada
era Belanda, kontrak kerja adalah delapan tahun setelah itu boleh melanjutkan
kontrak (baru) atau pension untuk beralih ke swasta.
Bataviaasch
nieuwsblad, 31-12-1906: ‘oleh Pelayanan Medis Sipil bahwa yang sekarang untuk
sementara bekerja di pelayanan medis (diantaranya) di Sawah Loento (Sumatra’s
Westkust) ke Goenoeng Sitoli (Tapanoeli), dokter asli Abdoel Karim’. Bataviaasch
nieuwsblad, 06-08-1912: ‘van Goenoeng Sitoli naar Fort van der Capellen de
inlandsche arts, Abdoel Karim’. Bataviaasch
nieuwsblad, 30-08-1913: ‘van Goenoeng Sitoli naar Sawah Loento de inl. arts
Abdul Karim’. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
25-03-1914: ‘Dokter asli di Sawahloento, Abdoel Karim telah meminta
pemberhentian dengan hormat dari dinas negara’.
Sebagaimana
diketahui nama lain Fort van der Capellen adalah Batoe Sangkar. Boleh jadi nama
‘batu sangkar’ berasal dari fort (benteng) van der Capellen.[1] Di kota Batu Sangkar inilah disebut
tempat kelahiran Eny Karim pada tanggal 27 Oktober 1910. Lantas timbul
pertanyaan: apakah Eny Karim adalah anak dari Dr. Abdoel Karim? Sebagaimana
diketahui nanti, Eny Karim secara politik berafiliasi dengan Partai PNI. Tokoh
utama PNI adalah Dr. Tjipto dan Dr. Abdoel Hakim adalah tokoh PNI di Padang.
Dr. Abdoel Hakim dan Dr. Abdoel Karim adalah tokoh PNI di Pantai Barat Sumatra.
Dr. Tjipto, Dr. Abdoel Hakim dan Dr. Abdoel Karim pernah sama-sama satu kelas
di Docter Djawa School.
De nieuwsgier, 26-03-1956 |
Dr. Abdoel Karim
Permintaan pension Dr. Abdoel Karim tidak
dikabulkan pemerintah yang boleh jadi negara masih kekurangan tenaga dokter.
Lalu Dr. Abdoel Hakim diangkat lagi dan ditempatkan di Ketapang di West Borneo
(Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-03-1915).
Di Sibolga nama Abdoel Karim muncul ke
permukaan pada tahun 1922 sebagai pimpinan PNI (De Indische courant, 07-01-1922).
Pada waktu itu, SI Tapanoeli menginisiasi dilakukannya rapat umum yang menghadirkan
semua organisasi. Rapat umum ini menjadi suatu gerakan pribumi untuk maju
karena Eropa telah gagal. Rapat umum ini telah dilaksanakan pada bulan November
tahun sebelumnya (1921). Rapat umum ini selain SI Tapanoeli juga SI daerah
lainnya di Sumatra dan Christendon Batakbond. Dalam rapat umum ini, yang semua Koeriahoofdbond adalah PNI di
bawah pimpinan Abdoel Karim. Dalam rapat pra kongres di Padang Abdoel Karim
sangat aktif (yang bahu membahu dengan kompatriotnya, Dr. Abdoel Hakim). PNI
dalam hal ini tampak lebih dominan dibandingkan dengan SI (yang berbeda dengan
di Bandoeng, SI lebih dominan).
Hasil rapat umum ini merekomendasi diadakan
Kongres Sumatra pada bulan Maret 1922 untuk membahas perlunya persatuan dan
konsentrasi dalam gerakan pribumi di seluruh Sumatera dan kerjasama satu sama
lain di masa akan datang. Pada bulan Desember para wakil-wakil dari organisasi
dan daerah akan bertemu di Padang untuk merumuskan agenda Kongres Sumatra. Para
pemimpin muda yang naik daun (popular) di Sibolga adalah Parada Harahap (editor
Sinar Merdeka di Padang Sidempuan) dan Manullang serta Abdoel Manap (editor
Hindia Sepakat di Sibolga).
Rapat umum ini persis yang terjadi pada tahun 1916 rapat
umum yang diinisiasi oleh SI Bandoeng yangc beberapa bulan kemudaian SI Medan
menginisasi rapat umum di Medan. Setelah tiga tahun berikutnya SI Tapanoeli
menginisiasi rapat umum di Sibolga. Sebagaimana diketahui pentolan PNI di
Bandoeng adalah Dr. Tjipto, sementara di Padang (Padangsch) adalah Dr. Abdoel
Hakim (lihat De Sumatra post, 14-01-1922) dan di Sibolga (Tapanoeli) adalah Dr.
Abdoel Karim. Sebagaimana diketahui Tjipto, Hakim dan Karim adalah pernah
sama-sama satu kelas di Docter Djawa School.
Abdoel Karim telah memainkan peran penting dalam
aksi-aksi yang muncul dalam sarikat yang bisa membawa kehidupan baru di
mana-mana, terutama NIP Padang dan di tempat lain, meski ini terdengar
terlambat (De Preanger-bode, 10-02-1922). Peran PNI ini terutama dalam pajak
dan bahkan aksi PNI telah menyebabkan seorang controleur harus dicopot dari
jabatannya. Aksi-aksi PNI dan Abdoel Karim akhir-akhir ini bahkan telah
didukung oleh golongan adat dan munculnya anti kapitalis serta golongan tua
juga memberi simpati.
Ketokohan Abdoel Karim terus menguat di
Pantai Barat Sumatra. Abdoel Karim tidak hanya menanamkan PNI di Pantai Barat
Sumatra tetapi juga telah menjadi motor dari Kongres Sumatra (1922). Sumatranen
Bond akan mengisyaratkan akan berpartisipasi di dalam Kongres Sumatra (De
Indische courant, 10-04-1922). Di
Batavia juga dilaporkan Tjokroaminoto (SI) sudah keluar dari tahanan dan akan
kembali ke gerakan (politik).
Ketua Sumatranen Bond kini dijabat oleh Mohamad Zain.
Sumatranen Bond didirikan di Belanda oleh Sorip Tagor tahun 1 Januari 1917 dan
kemudian di Batavia dibentuk cabang. Kini, Sumatranen Bond berpusat di Batavia.
Nama Abdoel Karim menghilang setelah Kongres
Sumatra. Namun Dr. Abdoel Karim muncul sebagai anggota dewan kota Sawah Loento
(Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-07-1928). Disebutkan bahwa ditunjuk
Abdoel Karim bertindak dokter pemerintah (Gouvernements Indisch arts) di tempat
tersebut. De Indische courant, 16-06-1931 van Padang naar Pajakoemboeh de
tijdelijk waarnemend Indisch arts Abdul Karim. Lalu kemudian terhitung sejak 31
Desember 1931 Abdoel Karim diangkat sebagai dokter pemerintah di Padang (Bataviaasch
nieuwsblad, 02-01-1935).
Missing link: Nama Abdoel Karim sebagai dokter terdeteksi
tahun 1915 ketika dipindah ke Ketapang dan
Mempawah di Kalimantan Barat. Abdoel Karim muncul lagi namanya sebagai dokter
tahun 1928. Selama 13 tahun (1915-1928) nama Abdoel Karim tidak pernah muncul
dengan profesi dokter. Namun nama Abdoel Karim muncul sebagai tokoh politik di
Pantai Barat Sumatra, sebagai tokoh PNI bersama Dr. Abdoel Hakim. Sebagaimana
diketahui Dr. Tjipto adalah pendiri PNI di Bandoeng dan sebagaimana diketahui
Tjipto, Hakim dan Karim pernah sama-sama satu kelas di Docter Djawa School.
Karir Eny Karim: Dari Walikota Bukittinggi Menjadi
Menteri
Eny Karim disebutkan lahir tahun 1910 di
Batusangkar (Fort van der Capellen). Sebagaimana diketahui Dr. Abdoel Karim
pernah bertugas di Fort van der Capellen pada sekitar tahun-tahun yang mana
En yKarim lahir. Setelah lulus MOSVIA, Eny Karim memulai karir di Mempawah
Kalimantan Barat, suatu tempat yang jauh dari Fort de Kock (almamater Eny
Karim)[2] dengan Mempawah (tempat mulai berkarir). Apakah ada kaitan dengan Dr.
Abdoel Karim pernah bertugas di Mempawah? Lalu setelah dari Kalimantan Barat, Eny Karim
kembali ke Sumatera Barat di Solok, Sawah Lunto dan Fort de Kock, kota-kota
dimana Dr. Abdoel Karim lebih lama bertugas.
Tiga hal lagi yang nanti dideskripsikan: pertama, Eny
Karim adalah kader PNI sebagaimana Dr. Abdoel Karim? Kedua, ketika Eny Karim menjadi
menteri di Kabinet Ali II (PNI) dan bersamaan dengan konflik PRRI mengapa Eny
Karim yang diutus pusat sebagai pimpinan delegasi ke Sumatra Tengah?
Sebagaimana diketahui di pusat ada Zainul Arifin Pohan dan Abdoel Haris
Nasution dan di daerah Sumatra Tengah yang mendukung PRRI ada Mr. Egon Hakim
Nasution, Letkol Zulkifli Lubis? dan Burhanuddin Harahap? Ketiga, Eny Karim
diangkat menjadi Gubernur Sumatra Utara antara 8 April 1963 hingga 15 Juli 1963
untuk menggantikan Radja Djoendjoengan Lubis.
Eny Karim boleh jadi telah memainkan peran
penting sejak pegawai hingga menjadi pemimpin di Padangshe Bovenlanden
(Sawahlunto, Solok, Fort de Kock). Pada saat penyerahan kedaulatan RI oleh
Belanda komite yang menerima di pihak Republik diantaranya Eny Karim dan
Basjrah Lubis.
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 10-12-1949 Pada tanggal 7 Desember transfer berlangsung
dari warga dan pemerintah Militair-Bukittinggi, The khidmat e-penandatanganan.
dokumen datang ke rumah pengamat militer UNCI. Di sini hadir, pihak Republik
gubernur militer, Mr. Nasrun, Enny Karim, Basjrah Lubis dan Rakanadaljan. Dari
pihak Belanda, de resident, dr. L. B. van Straten, assistent-resident PCFK.
Textor, controleur WF. van den Berg als de CTBA, Agam en controleur Jansen’.
Pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda
(1949) Eny Karim diangkat sebagai Wali Kota Bukittingi. [3] Sementara temannya,
Basjrah Lubis diangkat menjadi pembantu Gubernur di Sumatra Utara. Namun tidak
lama kemudian Eny Karim diangkat menajdi tot hoofd van de afdeling
Decentralisatie van het kantoor van ds gouverneur van de provinci Sumatera
Tengah van de NRI (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 23-02-1950).
Pada tahun 1953 Fakultas Kedokteran USU dibuka. Dalam
pembukaan ini hadir bupati Eny Karim mewakili Gouverneur van Midden-Sumatra (Het
nieuwsblad voor Sumatra, 20-08-1952). Sebagaimana diketahui Fakultas Kedokteran
USU digagas oleh Gubernur Sumatra Utara, Abdoel Hakim Harahap yang juga
bertidak sebagai Presiden Yayasan USU.
Karir Eny Karim terus meningkat dan kemudian
diangkat menjadi Residen Sumatra Tengah. Pada tahun 1956 Eny Karim, resident
Midden Sumatra diangkat sebagai Menteri Pertanian dari Partai PNI (Algemeen
Indisch dagblad : de Preangerbode, 21-03-1956)
Eny Karim Pimpin Delegasi Normalisasi PRRI
Telah terjadi protes di Sumatra Tengah dan
suhunya semakin terus meningkat. Di Jakarta Tokoh Sumatera Tengah yang tinggal
di Jakarta, termasuk beberapa menteri (Sabilal Rasjad - PNI -, Eny Karim - PNI
-, Dahlan Ibrahim - IP KI -,dan Rusli Abdulwahid – Perti. Jumat sore nya di
rumah H. Siradjuddm Abbas bertemu untuk membahas situasi De nieuwsgier, 24-12-1956
Hal yang sama juga terjadi kegerahan di Sumatra Utara.
Adalah Kolonel Simbolon yang mengungkapkan ketika berpidato. De nieuwsgier, 24-12-1956,
Pidato Simbolon juga telah mendapat respon dari Gubernur Sumatra Utara Soetan
Koemala Pontas.
Di Jakarta, parlemen telah membicarakannya untuk
mengatasi situasi yang diketuai oleh Sartono. Hasil keputusan akan dikirim delegasi
pemerintah ke Sumatra Tengah Het nieuwsblad voor Sumatra, 17-01-1957. Siapa
yang dikirim? Yang mampu melakukan tugas ini hanya Eny Karim. Gubernur Sumatra
Tengah Ruslan Muljohardjo dalam posisi dilematis.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 19-01-1957. Departemen
Pendidikan kemarin mengumumkan bahwa beketnd regpruigstV ^ den Sumatera akan
dikirim di bawah pimpinan Menteri Pertanian Eni Karim, mandat dari presiden
untuk melakukan pembicaraan dengan tingkat Banten akan membawa. Pengumuman
pelayanan adalah sebagai berikut: Pertemuan kabinet pada 15 Januari memutuskan
untuk mengirim delegasi untuk mengirim mandat dari presiden ke Sumatera Tengah,
yang delegasi voorf akan dipimpin oleh ceruk mi' di bidang pertanian, Eni
Karim. Setelah menghubungi direkam dengan Presiden Bant Gelar, kepala Ahmad
Husein, yang telah setuju untuk menerima penuh Pemerintah delegasi, minggu
berikutnya, bekerja "menyimpulkan bahwa delegasi akan berangkat Senin.
Delegasi ini akan terdiri dari sebelas orang dan peran delegasi ini tercantum
dalam Keputusan Presiden No. 4/1957.
Menteri Pertanian, Eny Karim (yang berasal
dari Sumatera Tengah itu sendiri dan Menteri PNI). Eny Karim lahir di pedalaman
(Batu Sangkar) dan pentolan pentolan PRRI umumnya tokoh-tokoh asal Sumatra
Barat dan Tapanuli Selatan. Sementara yang memberi tugas di pusat adalah juga
tokoh asal Tapanuli Selatan, seperti Zainul Arifin Pohan dan Abdoel Haris
Nasoetion.
Hal serupa ini juga pernah terjadi ketika terjadi
pemberontakan Atjeh. Yang pertama datang ke Atjeh adalah Zainul Arifin. Namun
dalam perkembangannya, Atjeh yang waktu itu masih bagian dari Provinsi Sumatra
Utara terpaksa Gubernur Abdoel Hakim Harahap diganti dan digantikan oleh SM
Amin Nasution. Pergantian ini karena SM Amin Nasution lahir di Atjeh dan lahir
dan mengenal budaya Atjeh. Setali tiga uang: Eny Karim dikirim oleh pusat
karena Eny Karim lahir dan mengenal budaya Minangkabau dan juga mengenal
(paling mudah berinteraksi) dengan tokoh-tokoh asal Tapanuli Selatan,
Sementara Eny Karim di Jakata mempersiapkan
misi pemerintah ke Sumatra Tengah, Kepala Staf, Abdoel Haris Nasoetion telah
berhasil meredakan suhu politik di Sumatra Utara dengan mencopot Kol. Simbolon
dan mengangkat Letkol Djamin Ginting. Lalu terjadi pergeseran. Mayor Marah
Halim menjadi Kasdam Bukit Barisan. Hal yang sama juga telah diredam di Sumatra
Selatan. Militer di Sumatra Tengah yang tengah ‘berontak’ menjadi terjepit…
Soekarno-Hatta Retak
Tuduhan Kepada Hatta
Gubernur Sumatera Utara
Setelah situasi dan kondisi kondusif di
Sumatra Tengah (dibagi menjadi tiga provinsi), Eny Karim diperbantukan menjadi
Gubernur Sumatra Utara. Tentu saja ada alasan yang kuat mengapa Eny Karim
menjadi Gubernur Sumatra Utara, seperti halnya ada alasan yang kuat Dr. Abdoel
Hakim menjadi wali kota Padang. Eny Karim menggantikan Gubernur Radja
Djoendjoengan Loebis.
Di Medan, Eny Karim bertemu kembali sobat lamanya Basjrah
Lubis yang selama ini menjadi pejabat di lingkungan pemerintahan Sumatra Utara.
Basjrah Lubis selama ini adalah pejabat di lingkungan Sumatra Utara. Eny Karim kembali
bertemu Basjrah Lubis. Sebagaimana diketahui, Basjrah Lubis adalah anak dari
Radja Djoendjoengan Lubis, gubernur yang digantikan oleh Eny Karim.
Eny Karim Berasal dari Sumatera Barat?
Lantas siapa Eny Karim? Apakah Eny Karim
adalah anak Dr. Abdoel Karim? Pertanyaan lainnya, apakah Dr. Abdoel Karim
benar-benar berasal dari Tapanoeli? Dan apakah Abdoel Karim yang berprofesi
sebagai dokter juga aktivis pergerakan politik (PNI) di Pantai Barat Sumatra? Lalu,
mengapa antara Eny Karim begitu dekat
dengan Basjrah Lubis di Bukittinggi dan Medan? Apakah ada kaitan antara Eny
Karim dan Radja Djoendjoengan Lubis (ayah Basjrah Lubis) di dalam proses
penggantian Gubernur Sumatera Utara?
Semua masih tetap tanda tanya. Sejauh penelusuran artikel ini, tidak ditemukan bukti-bukti yang sangat kuat Eny Karim berasal dari Tapanuli. Lantas apakah Eny Karim berasal dari Sumatera Barat. Hanya keluarga mereka yang mampu menjawab pertanyaan ini.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
________________________________
Catatan Kaki: (Oleh Agam van Minangkabau)
[1] Kami harap agar disertakan sumber-sumber pribumi Minangkabau dalam membahas sejarah Minangkabau.
[2] Fort van der Capellen merujuk ke Batu Sangkar, sedangkan Fort de Kock merujuk ke Bukit Tinggi. Ini untuk pertama kali nama 'Fort de Kock' muncul, dalam penjelasan sebelumnya ialah Fort van der Capellen.
[3] Dalam daftar nama Wali Kota Bukittinggi semenjak merdeka, terdapat nama Eni Karim pada urutan ke-5 (kelima). Lihat:https://id.wikipedia.org