Tiada nan dapat kami kata tatkala mendengar berita perihal tiket panggung salah satu kelompok band terkenal dari Negeri Ratu Elizabeth telah habis terjual. Harga tiket yang tak murah bukanlah penghalang untuk laku terjual. Kami tidak habis fikir, apa yang membuat kaum hedon ini memburu tiket tersebut, bahkan ada yang sampai kena tipu.
Berbagai cerita dan video diedarkan di ranah maya terkait perjuangan untuk mendapatkan tiket panggung tersebut. Digambarkan betapa tinggi minat orang-orang untuk mendapatkan tiket itu dan hal tersebut dinilai merupakan hal yang biasa. Kami benar-benar tidak faham dengan kegilaan ini semua.
Apakah jumlah orang miskin memang berkurang dan jumlah orang kaya bertambah, atau ini hanya permainan dari orang-orang tertentu? Semua ini dibuat agar dianggap biasa oleh propaganda mereka.
Namun dalam pengamatan kami, orang-orang yang memiliki keinginan kuat untuk membeli dan menghadiri panggung akbar itu hanyalah segelintir orang yang berada di ibu kota negeri ini serta beberapa kota besar di pulau seberang, serta kemungkinan pada beberapa kota besar di pulau-pulau lain yang tak seberapa jumlahnya.
Banyak kritikan terkait keberpihakan kelompok band ini kepada Kaum Nabi Luth, namun selalu sahaja ada pembela. Sama kejadiannya tatkala tim sepak bola dari Negara Penjajah Zionis yang ditolak kehadirannya di negeri ini. Sekolompok orang yang sudah kehilangan jati diri mencemooh dan membela kedatangan mereka. Begitu hebatnya mereka sehingga seluruh prinsip yang telah dibangun dan dipegang teguh semenjak negara ini berdiri boleh dilanggar.
Dan kini tatkala penolakan yang sama kembali bergema, ramai pula yang membela, termasuk salah satunya di kalangan politisi. Salah seorang politisi yang konon kabarnya berdarah Minang[1] dengan pongahnya berkata "Tidak ada hubungannya antara pertunjukan panggung band Bermain Dingin dengan moral dan akhlak seseorang" dan salah satu media membuat sebuah judul yang sangat kekanak-kanakan; "Menohok.. Balas Omongan Waketum MUI Soal Pertunjukan Panggung Bermain Dingin, Awang Senja: Urusan Nyanyi Kok Bawa-bawa Moral dan Akhlak Segala"[2]
Terkenang oleh kami dengan permainan-permainan setiap lima tahun, bagaimana kekuatan media bersatu padu guna memenangkan satu pasangan. Apakah ini pemanasan? Uji coba?
Lain lagi pendapat salah seorang menteri, menteri yang mengurusi pelancongan ini mengkaitkan dengan potensi ekonomi ketika aksi panggung ini diadakan. Lagi-lagi kami hanya bisa terdiam, sebab apapun itu selalu diiming-imingi dengan ekonomi, uang masuk. Kedatangan para pelancong dikaitkan dengan uang masuk, semakin lama mereka tinggal maka semakin banyak uang masuk. Dampak buruk dari kedatangan para pelancong ini tak ada diungkit. Demikian pula pada libur hari raya, bandar kecil kami yang telah kami tinggalkan itu bangga betul dengan banyaknya yang yang beredar dimasa libur hari raya. Masa libur yang semestinya dimanfaatkan untuk bersilaturahim dengan keluarga, mempererat hubungan yang telah renggang, dan mempelajari nasab.
Terkenal dahulu kami pernah membaca sebuah berita, di luar negeri orang ribut soal tiket konser dan bahkan mereka rela antri untuk mendapatkannya. Namun di negeri ini, orang rela antri untuk ikut tabligh akbar, ikut pengajian. Namun kini apa gerangan yang tengah berlaku?
================
Catatan kaki:
[1] Silahkan baca hujjah Buya Gusrizal tentang jati diri Minangkabau DISINI, Minangkabau itu bukan perkara DNA melainkan Ukhwah Islamiyah, silahkan baca DISINI, Engku Yus Dt. Parpatiah; Minangkabau itu ialah cara hidup, silahkan baca DISINI.
[2] Hal ini menunjukkan ketidak fahaman dari orang yang bernama Awang Senja ini perihal hukum Syari'at. Karena status musik sendiri masih dalam perdebatan para ulama. Dan etika, perilaku, atau atitude seseorang, dimanapun termasuk di atas panggung musik, mencerminkan akhlak dan moralnya.