Gambar: okezone |
FB Megat Kasemchai Bin Niran - Dr. F.M. Schnitger yang datang langsung guna meneliti keberadaan candi Muara Takus di tahun 1935, 1936, 1938, 1939, telah menulis laporannya dalam bukunya berjudul The Forgotten Kingdoms in Sumatra, yang berbahasa Inggris.
Poin-poin penting tulisannya tentang Kampar dan Candi Muara Takus antara lain;
(Salinan)
1. Penduduk tertua Moeara Takoes adalah keturunan Poetri Seri Doenia, yang datang bersama keluarganya dari Pariangan Padang Pandjang (Menangkabau). Kecantikannya menjadi sangat terkenal sehingga seorang penguasa Hindu melamar dia. Sang putri menerima lamarannya dengan syarat bahwa dia harus membangun istana untuknya. Ini yang dilakukan sang radja, dan sisa-sisa istana ini masih dapat dilihat di Moeara Takoes. Kemudian radja kembali ke negaranya sendiri untuk membuat persiapan pernikahan.
2. Poetri Sri Doenia menikah dengan seorang datoe dari Menangkabau. Dia melahirkan seorang anak laki-laki, yang dia sebut Indo Doenia dan sampai saat ini ada sebuah tempat di Moeara Takoes bernama Galangan lndo Doenia. Pemuda ini kemudian menjadi penguasa Moeara Takoes dan digantikan oleh Radja Pamoentjak (Datoe di Balai), yang dikenal dalam sejarah pada masa ketika negara itu masuk Islam.
3. Moeara Takoes sebelumnya disebut Si Djangkang (tumbuhan) atau Telago Oendang. Nama tersebut konon berasal dari Takoet, nama anak sungai Kampar, dinamakan demikian karena di tempat ini masyarakat mulai takut pada penguasa Moeara Takoes (takoet = takut).
Kerajaan ini pernah menguasai seluruh negara sekitarnya, dan ingatan akan fakta ini belum memudar. Sampai hari ini penguasa Rokan harus berziarah ke Moeara Takoes sebelum penobatannya agar kepalanya diolesi dengan jus lemon.