""""""ILUSTRASI SEBUAH CERITA (51).
_____HILANGNYA KETOKOHAN ORANG MINANGKABAU DI KANCAH POLITIK NASIONAL.
FB Ahmadnudin Bayer - Tulisan ini kembali menggelitik saya, beberapa dekade dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, Minangkabau tidak pernah luput dari para kuli tinta jurnalistik nasional maupun internasional, mulai dari pahlawan kemerdekaan sampai dengan Sang proklamator ""Bung Hatta"" dan bung Karno sendiripun pernah belajar dari konsep dasar Indonesia merdeka oleh [dari] Ibrahim Tan Malaka dan 50 lebih pahlawan nasional dari etnis Minangkabau.
Dalam tulisan ini saya memberikan perspektif lain, memberikan gambaran sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan militansinya etnis Minangkabau di kancah perpolitikan nasional dan ada kecenderungan kemunduran orang Minangkabau, kerisauan itu sangatlah kompleks tidak hanya disebabkan oleh sistem yang tidak kondusif tetapi juga disebabkan oleh cara pandang orang Minangkabau itu sendiri terhadap kehidupan yang akhirnya tidak hanya merugikan dirinya sendiri melainkan juga Minangkabau sebagai salahsatu etnis yang dahulu sangat berpengaruh di Republik ini.
Berbagai sumber dan literasi yang kita pahami sehingga melahirkan argumentasi kemunduran orang Minangkabau :
PERTAMA :
DULU.., orang Minangkabau belajar bukan mencari gelar tapi mencari ilmu sehingga belajar di surau bukan mencari gelar akademik karena surau memang tidak memberikan gelar seperti itu tetapi gelar itu diberikan oleh komunitas adat dan tarekat, itu yang lebih penting.
Predikat tidak mencari gelar akademik itu masih melekat dihati para tokoh Minangkabau seperti Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, Mohammad Natsir, mereka orang hebat tetapi kita tidak tahu apa gelar akademik mereka.
SEKARANG..., Atribut akademik itu lebih penting dari ilmunya sendiri. Pengusaha, politisi dan birokrat pun berlomba untuk memperoleh gelar P. hD atau Doktor-ya Indonesia dan akhirnya mereka lupa bahwa gelar akademik itu hanya sebagai Etalase dan Personal branding.
KEDUA :
DULU..., Orang Minangkabau tidak tunduk pada sistem ekonomi tertentu, dalam ekonomi subtansi mereka hidup makmur dan sentosa dalam sistem ekonomi Liberal Kapitalistik yang dibawa bangsa Belanda, mereka dapat menyesuaikan diri tanpa kehilangan jati diri. Rasa sosialita yang kuat menjadi bumper menahan bentrokan sistem yang selalu berubah-ubah.
SEKARANG, Orang Minangkabau sudah tunduk kepada sistem ekonomi RIBAWI bahkan bangga jadi pelakunya, Nauzubillah.
Tidak banyak yang sadar bahwa sebenarnya riba itulah pangkal bala dan biang celakanya yang mempenjarakan orang dalam lilitan utang bagaikan pantai tak berujung, membuat orang tidak lagi peduli pada halal dan haram, anti sosial bahkan depresi. Etnis Minangkabau sekarang tidak banyak yang sadar bahwa utang adalah mekanisme untuk menundukkan suatu bangsa.
Maknanya meminjam istilah binger, 1963 sekarang telah menjadi penggeseran dari sistem masyarakat yang dikendalikan individu dan sepenuhnya menjadi individu yang tunduk pada masyarakat. Orang Minangkabau telah menari dibawah gendang orang lain dan hanya sebagaian kecil yang mampu menari dibawah gendang dia sendiri.
KETIGA :
DULU....., orang Minangkabau antara ilmu dan prakteknya suatu kesatuan, orang berilmu sekaligus jadi praktisi. Seseorang ahli dalam ilmu beladiri mempunyai kemampuan dalam memainkan jurus silat dan pendekar dalam pembelaan diri. Positivisme membawa orang pada ilmu tanpa praktek.
SEKARANG, Teori dengan berbagai penelitian serta melahirkan sebuah jurnal tapi tidak mampu mempraktekkan dalam dunia nyata, bagus cassing nya tapi amburadul dalam hal isinya, Nauzubillah...
KEEMPAT :
DULU....., Orang Minangkabau mementingkan ilmu daripada penampilan, sebagai referensi bagi kita sebut saja Mohammad Natsir tidak malu tampil dengan jas lusuh dengan beberapa tambal, Proklamator Mohammad Hatta wakil Presiden pertama RI sampai wafat tidak mampu membeli sepatu merk Bally dan rumah pribadi untuk keluarga dan begitu juga dengan Haji Agus Salim hidup dengan kesederhanaan. Ukuran kehebatan mereka bukanlah penampilan yang mewah tetapi kemampuan menggunakan akal dan ilmu yang membuat mereka dihormati dan didaulat jadi pemimpin.
SEKARANG, Sekiranya rumah tidak seperti istana, mobil tidak mentereng, tidak akan disegani orang dan jangankan jadi pemimpin mereka ditegur sapa pun mereka enggan.
Sebagai referensi diera sekarang, sepanjang etnis Minangkabau masih menari dibawah tabuhan gendang orang lain mustahil Marwah orang Minang itu kembali ke abad sebelumnya. Dan cukup kita kenang dan banggakan bahwa dulu orang Minangkabau pernah mendirikan kerajaan Sulu dengan raja (Rajo Bagindo, 1394), mendirikan Kota Manila (Raja Sulaiman, lahir 1558) dan menaklukkan[1] lebih 60 kerajaan tanpa kekerasan tapi dengan kemampuan berkomunikasi dan berdialog.
Sang proklamator jadi kenangan, Ibrahim Dt. Tan Malaka sebagai konseptor dasar dasar Indonesia merdeka, Muhammad Yamin konseptual Pancasila dan lebih dari 50 pahlawan nasional Putera terbaik Minangkabau vakan jadi kenangan.
KELIMA :
DULU......, Orang Minangkabau itu Militan didasari oleh Filosofi budaya yang sangat kuat ""Adat basandi syara, syara basandi kitabullah"" mengamalkan Amar Makruf nahi mungkar dan selalu menolak penjajahan maka lahirlah di bumi Minangkabau pejuang² yang anti penjajahan dan pejuang kemerdekaan dari kelompok Ulama dan Nasional.
KELOMPOK ULAMA. Berawal dari Haji miskin.
Haji Miskin adalah seorang Ulama Minangkabau terkemuka dari Luhak Agam[2] dan merupakan tokoh penting Kaum Padri. Ia bersama dua orang tokoh ulama Padri lainnya, yaitu Haji Piobang dari Luhak Lima puluh kota dan Haji Sumanik dari Luhak Tanah Datar merupakan tokoh penting di Minangkabau, setelah kepulangan mereka dari Timur tengah, khususnya Arab Saudi pada awal abad ke-19. Haji Miskin dan dua orang koleganya itu bahkan juga dianggap sebagai pelopor gerakan. Ketiga ulama tersebut dikemudian hari dijuluki sebagai tokoh penegakan Amar Makruf nahi mungkar. Tuangku nan Renceh dari Agam dan lainnya.
KELOMPOK NASIONALIS :
Tuanku Imam Bonjol, Haji Agus Salim, Tan Malaka dan lain sebagainya.
Abdoel Moeis, pejuang kemerdekaan, sastrawan, politisi Indonesia.
Ahmad Khatib Datuk Batuah, pejuang kemerdekaan Indonesia.
Arisun Sutan Alamsyah, pejuang PDRI.
Bagindo Aziz Chan, pejuang kemerdekaan Indonesia.
Chalid Salim, pejuang kemerdekaan Indonesia.
Chailan Syamsu, pejuang kemerdekaan, pejuang hak perempuan dan sederet nama besar pejuang kemerdekaan Indonesia lainnya dari Minangkabau.
Dan satu lagi Presiden yang terlupakan adalah Mr. Sjafruddin Prawiranegara juga putera terbaik berdarah Minangkabau[3] menyelamatkan Indonesia setelah ibukota negara Jogjakarta diduduki Hindia Belanda dan Bung Karno dan Bung Hatta berhasil mereka tangkap dan asingkan dalam Agresi Belanda ke II tahun 1948, mereka berfikir Indonesia telah tamat, akhirnya mereka kaget bahkan dunia kagum, rakyat Indonesia gembira dan terharu bereforia bahwa Indonesia masih ada dibawah kepemimpinan Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Pemimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia atau dikenal dengan Presiden PDRI yang berkedudukan di Kota Bukittinggi Sumatera Barat.
Dan begitu juga tokoh Minangkabau lainnya dengan Membentuk Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia atau disingkat dengan PRRI.
Diawali dan dilandasi dengan kekecewaan para politis dan perwira di daerah atas kebijakan pemerintah pusat Republik Indonesia yang berbasis di Jakarta. Pemerintah pusat dianggap terlalu mengistimewakan pulau Jawa dibanding pulau luar sehingga melahirkan 3 tuntutan kepada pemerintah pusat yaitu: Dibubarkannya Kabinet Djuanda, Mohammad Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX membentuk pemerintahan sementara sampai pemilihan umum berikutnya akan dilaksanakan dan Soekarno kembali pada posisi konstitusionalnya.
SEKARANG, Orang Minangkabau telah terlalu jauh menari dibawah tabuhan genderang orang lain bermentalkan INLANDER mental terjajah, telah menjadi etnis penjilat pada penguasa. Dan baru² ini Rumah gadang meradang dan Bundo kandung menangis, perilaku Oknum yang tidak bertanggung jawab mencoreng kuliner Minangkabau yang notabene makanan terenak di dunia dengan adanya rendang ""BABIAMBO"".
Lalu dimana ketokohan orang Minang, dimana disimpan militansinya etnis Minangkabau yang selama ditakuti di Nusantara ini, dimana lembaga adat dan ulamanya Minangkabau yang keras dan tidak kenal toleransi apabila adat dibenturkan dengan Agama
Dimanakah Tuanku Nan Renceh ditidurkan yang rela membakar rumah kaumnya apabila agama mereka dilalaikan, lalu dimana Tuanku Imam Bonjol yang gagah berani dengan pedang terunyus bila Minangkabau diusik, lalu dimana Siti Manggopoh yang tidak kenal takut mati..! Lalu dimana...., dimana dan dimanakah mereka.....
Demikian semoga bermanfaat :
Padang, 18062022.
Wassalam
Add_bayer®
=======================
Catatan kaki:
[1] Belum didapati sumber tentang watak ekspansionis dan penaklukan yang dilakukan oleh orang Minangkabau atas daerah lain. Hubungan orang Minangkabau dengan keerajaan lain di Alam Melayu berdasarkan kepada hubungan kekerabatan melalui ikatan pernikahan atau penjemputan seorang anak raja untuk dirajakan di daerah rantau
[2] Sekarang Pandai Sikek masuk ke dalam Kabupaten Tanah Datar dan mereka mengaku orang Luhak Tanah Data. Hal ini menggenaskan namun disatu sisi dapat dimaklumi kerana orang sekarang beranggapan wilayah kebudayaan sama dengan wilayah administratif pemerintahan moderen.
[3] Syafrudin Prawiranegara memiliki darah campuran Banten-Minang, darah Minang diwarisinya dari sang ibunda yang masih merupakan keturunan dari kerabat kerajaan Pagaruyuang.