Hari Minggu (11/4) malam saya diundang menjadi.salah satu nara sumber dalam Webinar ttg Daerah Istimewa Minangkabau (DIM) yang diadakan Keluarga Mahasiswa Minang (KMM) Ciputat, Jakarta. Narasumber lain adalah Bapak Dr. Mochtar Naim (penggagas DIM), H. Guspardi Gaus (anggota DPR asal Dapil Sumbar I/Komisi II), dan Arya Fernandes (anak muda awak/peneliti CSIS, dengan moderator Nirwansyah.
Presentasi, pernyataan atau pendapat saya dalam Webinar tersebut kemudian berkembang ke berbagai media sosial, dan ditanggapi beragam. Di antaranya juga menjadi diskusi di WAG "DIM-TOKOH MINANGKABAU" dan saya baru dimasukkan dalam WAG tersebut.
Agar pihak-pihak yang terkait bisa melihat permasalahan secara komprehensif, saya merasa perlu membuat penjelasan di beberapa WAG, termasuk WAG DIM.
Berikut penjelasan saya:
Asslkm wr.wb, bapak/ibu dan dunsanak sadonyo.
Maaf, karena terlalu banyak yang memasukkan saya ke WAG, dan saya tidak bisa menolak walaupun juga tak pernah diminta persetujuan, saya agak kesulitan mengikuti perkembangan diskusi di berbagai WAG tersebut.
Namun karena di WAG DIM sejak kemarin ada diskusi mengenai presentasi/pernyataan saya dalam Webinar yang diadakan KMM Ciputat, mungkin perlu saya jelaskan beberapa hal sbb:
1. Saya tidak berada pada posisi mendukung atau menolak DIM. Saya hanya memberikan pendapat atau pandangan karena diminta, dan tentu juga berdasarkan pengetahuan dan pengalaman saya yang terbatas tentunya.
2. Saya sudah mengikuti isu DIM sejak lama, bahkan pernah berdiskusi juga dengan Bapak Dr. Mochtar Naim ketika beliau masih anggota DPDRI (2004-2009), juga dengan Bapak Dr. Saafroedin Bahar (Alm) dan Prof. Dr. Taufik Abdullah ketika bedah buku Pak Saaf di Universitas Yarsi Oktober 2015 (saya ikut diminta jadi pembedah), mungkin beberapa anggota WAG-DIM ini ada yang hadir waktu itu (Pak Mochtar hadir sepertiga jalan) tentu akan ingat apa komentar Pak Taufik Abdullah tentang gagasan DIM.
3. Saya berpendapat, DIM adalah wacana yang masih prematur untuk digulirkan ke tingkat nasional, karena setahu saya belum pernah dibicarakan di forum yang mempresentasikan orang Minangkabau, sehingga belum sampai pada "bulek lah dapek digolongkan, kok picak lah dapek dilayangkan".
4. Saya ibaratkan seperti "mamanjek batang limpauang" (limpauang, sejenis kapunduang tapi buahnya kebanyakan di pangkal batang) karena wacana DIM belum mengalami proses apa-apa di tingkat provinsi, tetapi sudah diwacanakan sampai ke Komisi II (menurut saya ini terlonsong).
5. Sebagian dari kita anggota WAG DIM ini mungkin pernah ikut (atau mungkin tahu) tentang dua gagasan besar (sebenarnya bagus), yaitu Musyawarah Akbar Masyarakat Minangkabau (2003) dan Kongres Kebudayaan Minangkabau (KKM/2011), keduanya gagal karena tidak pernah dibicarakan di tingkat bawah (stake holder masyarakat Minangkabau) sehingga sebenarnya "kok bulek alun bisa digolongkan, kok picak alun dapek dilayangkan. Karena itu, saya khawatir saja, wacana ini akan menjadi kurang bermanfaat ibarat kata ungkapan urang tuo-tuo, siang barabih hari, malam barabih minyak. Alias usaha kita tak menghasilkan manfaat yang banyak dan seimbang dengan sumber daya serta enerji yang kita habiskan.
6. Saya mohon maaf bila tidak bisa intensif mengikuti WAG DIM ini, selain banyak sekali WAG yang memasukkan saya, juga karena urusan pekerjaan/profesi. Tapi saya siap kalau ada yang mau diskusi pribadi (japri) atau bicara terbuka dalam forum yang demokratis, daring maupun luring.
Banyak maaf dan salam, Hasril Chaniago
Disalin dari kiriman FB Engku Hasril Chaniago