Ilustrasi Gambar: Pinterest |
Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara dianggap penjajah bagi para fans kebudayaan Nusantara pra-islam (baca : Majapahit). Padahal sebelumnya Majapahit itu sendiri adalah penjajah bagi kerajaan-kerajaan disekitarnya yang lebih lemah. Walai berganti corak namun legitimasi kekauasaan atas nama agama (baca : Tuhan) tidak berubah. Kedudukan Para Rsi Hindu dan Pandhita Buddha sebagai representasi Tuhan yang dianggap sakral digantikan oleh Para Wali.
Kedatangan orang putih (baca : Portugis, Spanyol dan Kompeni Belanda) dianggap penjajah bagi parapendukung kesultanan nusantara. Walau sebagian besarnya tidak digamggu namun kekuasaamnya digerogoti terutama dalam hal ekonomi dan perdagangan . Namun di masa Hindia Belanda inilah Nusantara untuk pertamakalinya disatukan melalui Politik Pembulatan Tanah Jajahan (baca : Pax' Nederlandica).
Era kemerdekaan meninggalkan sebuah kevakuman kekuasaan yang dulunya dijalankan oleh pemerintah kolonial. Karena pusat pemerintahan Indonesia berada di Pulau Jawa dan semua presiden yang berkuasa cukup lama adalah Orang Jawa maka terdengar pula suara suara sumbang bahwa nusantara di jajah jawa dan terjadi Jawanisasi dalam setiap aspek kehidupan di Indonesia.
Sedari dulu manusia sebagai pribadi hingga manusia membentuk negara sudah saling menindas atas nama identitas tertentu yang membedakan siapa kita dan siapa mereka. Setiap pribadi, mewakili kelompoknya, menginginkan kehidupan yang makmur dan sejahtera. Akan tetapi hal ini seringkali berarti penderitaan bagi yang lainya. Sejarah akan selalu berulang menyerupai sebuah siklus dalam setiap era-nya. Penjajahan memang tidak bisa di hapuskan. Penjajahan adalah siklus alam dari yang kuat menindas yang lemah, yang cerdas menipu yang bodoh.
Disalin dari kiriman FB Riff ben Dahl