Nagari Ujuang Darek Kapalo Rantau Alam Surambi Sungai Pagu, mancancang latiah (kerja dan usaha) ke negeri pesisir baruh[1] mata angin untuk dijadikan bandar-bandar kualo-kualo pelabuhan guna menyalurkan hasil bumi, memperluas tempat pertanian untuk keberlangsungan hidup, dan kekuasaannya.
Pada perjalanan itu terjadilah peristiwa antara Kerajaan Sungai Pagu dengan Kerajaan Indrapura. Raja Indrapura meminangkan anaknya dengan seorang putri dari Kerajaan Sungai Pagu. Berjalan dengan semestinya adat timbang tando kedua belah pihak dan memutuskan suatu ketetapan hari, bulan, tahun untuk melakukan acara “alek pernikahan”. Suatu janji, ketetapan dua belah pihak telah diputuskan. Hari berjalan demi hari, bulan berganti bulan, tahunpun berganti tahun. Tibalah masanya perjanjian dan ketetapan itu akan dilakukan.
Oleh Raja Indrapura diutus seorang pembesar dari Kerajaan Indrapura untuk meninjau kembali perjanjian “timbang tando” yang dahulu dilakukan. Pembesar itu bernama Rangkayo Karanggo Bagigi Basi, datang bersama pengiring dan kawan-kawanya. Setiba di Sungai Pagu, buah kata yang telah diterima dari Raja Indrapura disampaikan kepada Raja Sungai Pagu, ditingkek janjang ditapiak bandua, menyambah dan disampaikan buah kata dari Kerajaan Indrapura kepada Raja Sungai Pagu.
Mendengar sambah dan buah kata dari Rangkayo Karanggo Bagigi Basi, Raja Sungai Pagu, menolak buah kata itu, mengatakan perjanjian itu belum tepat pada waktunya, pun masih lama harinya sesuai ketetapan timbang tando dahulunya. Mendengar perkataan dari Raja Alam Surambi Sungai Pagu. Membuat hati Rangkayo Karanggo Bagigi Basi panas (naik darah) kemudian memutuskan untuk keluar dari rumah Raja Surambi Sungai Pagu.
Ketika Rangkayo Karanggo turun dari jejang dan tiba di halaman rumah, kemudian pada saat itu melihat anak dari Rajo Sungai Pagu, mau pergi mandi beserta dayang-dayangnya. Timbulah niat untuk menculik Puti dari Sungai Pagu. Disaat Puti sudah mandi didatangi oleh Rangkayo Karanggo Bagigi Basi, dipaksa dan dibujuk pergi bersama ke Kerajaan Indrapura untuk melihat dan menemui kekasihnya di sana. Paksaan dan bujukan itu berhasil dan Puti (putri) dari Kerajaan Surambi Sungai Pagu berasil dibawa ke Kerajaan Indrapura.
Dayang-dayang dari seorang putri lalu bergegas untuk menyampaikan peristiwa yang terjadi. Mendengar perkataan dari dayang-dayang membuat hati Raja Sungai Pagu panas “ampeh mareh” (marah besar) dan memanggil pula seorang pembesarnya untuk menyerang Kerajaan Indrapura (Rangkayo Karanggo Bagigi Basi). Membawa kembali putrinya dari Kerajaan Indrapura. Keputusan itu dari Raja Sungai Pagu, membuat pembesar Kerajaan Sungai Pagu mengumpulkan (memanggil) seluruh pembesar-pembesar yang lain, dan pembesar-pembesar itu pun mengumpulkan hulubalang-hulubalang kerajaan beserta toboh-tobohnya.
Kemudian berangkat menuju Kerajaan Indrapura, melalui mendaki Bukit Musueh sampai kepada Bukit Pasikai-an, lalu dititi pematang bukit itu berjalan menepi beberapa bukit menuju ke barat baruh mata angin, maka sampai di Bukit Sikai kemudian diteruskan perjalanan ke baruh sampailah di Indrapura.
Pada saat sampai di Lubuak Obai, perperangan itu dikepalai oleh Rangkayo Karanggo Bagigi Basi, Hulubalang yang sangat kuat dan mempunyai benteng di Lubuak Obai yaitu di Bukit Kuda Tajun. Melihat kekuatan itu, Pembesar, Hulubalang-hulubalang Sungai Pagu beserta toboh-tobohnya tidak sanggup menghadapi kekuatan dan beteng yang dikepalai oleh Rangkayo Karanggo Bagigi Basi sangatlah kuat. Memutuskan untuk kembali, di suatu perjalanan hendak kembali ke Kerajaan Sungai Pagu, pada sebuah bukit yang bernama Bukit Sikai (Lagan) Sikai dipenuhi air. sebagian kecil yang memutuskan untuk kembali ke Sungai Pagu, dan sebagian besar (Suku Malayu, Suku Tigo Lareh, Suku Kampai, Suku Panai) tidak mau kembali ke Sungai Pagu akibat malu tidak bisa melakukan tugas, dan ingin untuk membuat kampung dan ulayat bagi Kerajaan Sungai Pagu (memperluas Rantau) dan mendirikan kualo-kualo. Membuat Taratak di Bukit Sikai, Kayu Arang, sampai ke Lagan Kecil, Lagan Gadang dan Kampuang Akat.
Referensi: Adat Monografi Nagari Palangai.
________________________
Catatan Kaki oleh Agam van Minangkabau
[1] Baruh berasal dari kata Baruah, yang merujuk ke lokasi geografis yang terletak di bawah atau lebih rendah