Prasasti Kalasan (778M)
Selama kurang lebih 300 tahun Pasang surut sejarah Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Medang tidak melulu soal perang dan klaim penaklukam. Prasasti Kalasan (778M) justru mengisahkan sebaliknya, yakni tentang persahabatan antar kedua kerajaan yang terjalin hingga 3 generasi berikutnya.
Diikisahkan seoramg pangeran dari keluarga Sailendra yamg sedang tumbuh (Sailendravamçatilaka) kemudian oleh cœdes diindentivikasi sebagai Samaragrawira atau Samaratumgga berhasil membujuk Maharaja Tejapurnapana Panangkaran, (di bagian lain prasasti juga disebut Kariyana Panangkaran) untuk membangun Tarabhavanam, sebuah bangunan suci yang bernama Trisamaya Caitya, untuk dipersembahkan kepada Tara (Boddhisattvadevi) .
Pendirian Tarabhavanam dimaksudkan sebagai tanda persahabatan antara penguasa Jawa dengan penguasa Sriwijaya yang kala itu berkedudukan di Ligor, Thailand Selatan. Samaratungga (Sailendravamçatilaka) kelak menggantikan kedudukan ayahnya Maharaja Indra, dan juga tahta Kerajaan Medang dari mertuanya Rakai Panunggalan (Sri Dharmasetu). Putra mahkota Kerajaan Sriwijaya ini tumbuh dibawah bimbingan Mahārāja Panangkarana yang oleh Cœdes diidentikkan sebagi guru dari raja-raja Sailendra.
Kemudian diketahui pada tahun 787M Kerajaan Sriwijaya bersama Armada dari Jawa melakukan sejumlah ekspedisi yang berjarak cukup jauh. Armada gabungan ini beserta mandala-manadala milik Kerajaan Sriwijaya lainnya ke sejumlah pelabuhan milik Kerajaan Champa dan Kerajaan Dai Viet. Hal ini membuktikan hubungan baik antara kedua kerajaan teraebut terjalin hingga 75 tahun kemudian.
Maharaja Panangkaran kemudian menganugerahkan desa Kalaça untuk sangha atau komunitas biarawan Buddha. Tarabhavanam Kalaça yang sekarang dikenal dengan sebutan Candi Kalasan merupakan candi tertua bercorak Buddha Mahayana yang berdiri di kawasan Pulau Jawa bagian selatan. Prasasti ini ditemukan di desa Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, berangka tahun 700 Çaka atau 778 M, Prasasti tersebut ditulis dalam huruf Nagari dan berbahasa Sansekerta. Prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor inventaris D.147..
Alih aksara :
Namo bhagavatyai āryātārāyai
//yā tārayatyamitaduḥkhabhavādbhimagnaṃ lokaṃ vilokya vidhivattrividhair upayaiḥ Sā vaḥ surendranaralokavibhūtisāraṃ tārā diśatvabhimataṃ jag ārā;
//āvarjya mahārājaṃ dyāḥ pañcapaṇaṃ paṇaṃkaraṇāṃ Śailendra rājagurubhis tārābhavanaṃ hi kāritaṃ śrīmat;
//gurvājñayā kŗtajñais tārādevī kŗtāpi tad bhavanaṃ vinayamahāyānavidāṃ bhavanaṃ cāpyāryabhikṣūṇāṃ;
//pangkuratavānatīripanāmabhir ādeśaśastribhīrājñaḥ Tārābhavanaṃ kāritamidaṃ mapi cāpy āryabhiksūṇam;
//rājye pravarddhamāne rājñāḥ śailendravamśatilakasya śailendrarajagurubhis tārābhavanaṃ kŗtaṃ kŗtibhiḥ;
//śakanŗpakālātītair varṣaśataiḥ saptabhir mahārājaḥ akarod gurupūjārthaṃ tārābhavanaṃ paṇamkaraṇaḥ;
//grāmaḥ kālasanāmā dattaḥ saṃghāyā sākṣiṇaḥ kŗtvā pankuratavānatiripa desādhyakṣān mahāpuruṣān;
//bhuradakṣineyam atulā dattā saṃghāyā rājasiṃhena śailendrarajabhūpair anuparipālyārsantatyā;
//sang pangkurādibhih sang tāvānakādibhiḥ sang tīripādibhiḥ pattibhiśca sādubhiḥ, api ca;
//sarvān evāgāminaḥ pārthivendrān bhūyo bhūyo yācate rājasiṃhaḥ, sāmānyoyaṃ dharmmasetur narānāṃ kāle kāle pālanīyo bhavadbhiḥ;
//anena puṇyena vīhārajena pratītya jāta arthavibhāgavijñāḥ bhavantu sarve tribhavopapannā janājinānām anuśsanajñāḥ;
//kariyānapaṇaṃkaraṇaḥ śrimān abhiyācate bhāvinŗpān, bhūyo bhūyo vidhivad vīhāraparipālan ārtham iti;
TerjemahanMenurut Cœdes (1968) :
Kehormatan untuk Bhagavatī Ārya Tārā
Setelah melihat semua makhluk di dunia tenggelam dalam kesengsaraan, dia menemukan [dengan] tiga pengetahuan sejati, dia Tarā yang menjadi satu-satunya bintang penuntun arah di dunia dan [alam] para dewa;
Sebuah bangunan suci untuk Tārā yang benar-benar indah diperintahkan oleh guru-guru raja Syailendra, setelah mendapat persetujuan dari Maharaja Dyah Pancapana Panamkarana;
Atas perintah guru, sebuah bangunan suci [didedikasikan] untuk Tārā telah didirikan, dan juga sebuah bangunan untuk para biksu [Buddha] yang ahli dalam ajaran Mahāyana, telah didirikan oleh para ahli;
Bangunan suci Tārā serta [bangunan] milik para biksu mulia telah didirikan oleh pejabat yang ditugaskan oleh raja, yang disebut Pangkura, Tavana, Tiripa;
Sebuah bangunan suci untuk Tārā telah didirikan oleh para guru raja Śailendra di kerajaan yang sedang tumbuh permata [ornamen] dari dinasti Śailendra:
Mahārāja Panangkarana membangun sebuah bangunan suci Tārā untuk menghormati guru-gurunya yang telah berjalan selama 700 tahun;
Desa Kalasa telah diberikan kepada Samgha setelah memanggil para saksi; Tokoh-tokoh penguasa desa yaitu Pangkura, Tavana, Tiripa;
Sedekah 'bhura' yang tak ada bandingannya diberikan kepada Sangha oleh "raja seperti singa" [rājasimha-] oleh raja-raja dari dinasti Śailendra dan penguasa berikutnya.;
Oleh Pangkura dan para pengikutnya, Tavana dan para pengikutnya, Tiripa dan para pengikutnya, oleh para prajurit, dan pemimpin agama, lalu selanjutnya,;
"Raja yang seperti singa" [rājasimhah] berulang kali meminta kepada raja-raja yang akan datang untuk terikat pada Dharma sehingga mereka akan dilindungi selamanya.;
Nah, dengan memberikan vihara [biara] semua pengetahuan suci, Hukum Sebab dan Akibat, dan kelahiran di tiga alam [sesuai dengan] agama Buddha, dapat dipahami.;
Kariyana Panangkarana berulang kali meminta kepada raja-raja bangsawan yang akan datang untuk selalu menjaga candi penting ini sesuai aturan.
Disalin dari kiriman Riff ben Dahl
Foto: wikipedia