Assalammualaikum para ahli grup dalam adat istiadat Minangkabau sepanjang NAGORI.[1]
SEBENARNYA URANG MINANG TU FANATIK KEPADA KAMPUNG, JORONG, KAUM, SUKU NYO, ADAT ISTIADAT NYO. Nah, saking fanatik kedaerahannyo hinggo tasabuiklah kisah urang MINANGKABAU mendirikan kampung di mana saja keberadaannyo. Di situ para perantau memabawa identitas NAGORI/NAGARI menurut asal usul Mereka lahir. Berapa banyak wilayah yang di teroka oleh orang-orang Minangkabau di sepanjang Sumatera. Hingga Philipina sebagian sampai ke Serawak tepatnya ke wilayah Melayu saribas begitu juga ke semenanjung Malaysia. Berapa banyak nama NAGARI Minangkabau di Nusantara ini yang disematkan sebagai nama-nama kampung Mereka di tanah asal di wilayah rantau. Sumatera Tengah adalah asal mulanya Wilayah Minangkabau yang mencakup Riau, Jambi dan Sumatera Barat sekarang ini. [2]
Saya ambil contoh kecil sejarah kampung saya Pesisir Selatan dalam sejarahnya berdiri suatu kerajaan besar yaitu kerajaan Kesultanan Indrapura. Disitu ratusan kampung ada di sepanjang Pesisir Selatan.
Di Barus ada nama Kampung Tarusan, hingga Pelangai sampai Semenanjungpun ada dan itu bisa kita lihat jejak kedatangan dari Sejarah orang-orang yang datang dari Pelangai. Begitu juga wilayah Batang Kapas/Batang Kapeh, itu sekilas sejarah orang-orang Pesisir Selatan yang merantau dan memberi nama rantaunya sendiri dengan kampungnya. [3]
Begitu juga dengan orang-orang Pasaman saking fanatiknya, hingga mereka lupa bahwa mereka adalah orang-orang Minangkabau. Masih bercerita tentang Pasaman, banyak wilayah lain yang perantaunya datang dari Talu, Kinali, Cubadak, Rao/rawa. Malahan saking fanatiknya, mereka lupa bahwasanya mereka adalah orang-orang Minangkabau. Tapi karena kefanatikannya di wilayah rantau, mereka hanya menyebutkan identitas mereka sebagai orang Talu, Cubadak, Rawa ataupun Lubuk Sikaping. Karena kefanatikannya terhadap wilayah leluhur asal lahirnya, mereka sampai sekarang tanpa sadar [mengidentifikasi diri mereka] "Saya orang Lubuk Sikaping, Saya orang Talu, Saya orang Rao, dan saya orang Cubadak"
Karena itu semuanya, karena fanatik mencintai tempat lahir leluhurnya, padahal tanpa mereka sadari Lubuk Sikaping, Rao, Talu, dan Cubadakpun adalah tempat yang sama. Sama-sama di Wilayah Pasaman, Pasaman itu adalah MINANGKABAU. Tapi karena fanatiknya mereka terhadap tempat lahir dari ke-dua orang tuannya dan para datuk-datuknya sehingga imej yang dibangun adalah kampung Dan JORONGnya dan saking fanatiknya, mereka lupa dengan Alam Minangkabau.
Begitu juga dengan orang-orang Solok sampai nama kampungnya Solokpun ada di Negeri Sembilan. Saking cintanya kepada wilayah asalnya di NAGARI Solok hingga mereka merantaupun ke wilayah Negeri Sembilan tetap memakai nama kampungnya Sebagai nama Solok di Negeri Sembilan. Tapi mereka juga lupa dengan identitas besarnya yaitu sebagai orang-orang Minangkabau.[4]
Yang menarik adalah orang-orang PAYAKUMBUH. Hampir dalam bilangan suku di Negeri Sembilan adalah nama-nama kampung-kampung di wilayah PAYAKUMBUH. Saking cintanya mereka terhadap kampung-kampungnya Mereka melabeli kampungnya hingga menjadi suku-suku di Negeri Sembilan dan saking FANATIKnya orang-orang PAYAKUMBUH Mereka mengambil nama kampungnya Untuk di jadikan nama suku di negeri Sembilan. Sebut saja suku-suku di Negeri sembilan ada Sarilomak, Payakumbuh, MUNGKAL/MUNGKA, Tigo Batu, Tanah Datar, Batu Hampar dan sekali lagi saking fanatiknya orang-orang PAYAKUMBUH hingga nama kampungnya saja dijadikan nama suku di Negeri Sembilan. Tapi mereka lupa dengan nama alam kebesarannya yaitu Minangkabau. [5]
Begitu juga dengan orang-orang Kampar, sampai ke Perakpun nama-nama kampung Perakpun berdiri di wilayah Perak itu. Karena kecintaan orang-orang Kampar sehingga saking cintanya mereka jadikan tempat barunya sebagai nama kampungnya sendiri BERNAMA Kampar.
Begitu juga orang-orang Kuantan hingga merantau ke Malaysiapun mereka namakan nama kampungnya sebagaimana Kuantan di Negeri asalnya.
Di Kampar juga Lahir catatan legenda sang Baginda RAJA MUZZAFAR SHAH l dalam penyeberangan dari tanah Kampar hingga ke Selat Malaka sebelum Baginda menjadi Raja Perak l (RAJA MUZZAFAR SHAH I).
Saking cintanya Baginda lahirlah kata-kata purba ini dalam catatan Sejarah masa silam:
"Selilit Tanah Minangkabau"
"Selengkong pulau perca"
"Di lengkung ular saktimuna"
"Kalau aku keturunan Raja"
"Jauhkan segala malapetaka"
"Perpisahan aku di selat Melaka"
Begitu kecintaan nya orang-orang Kampar Mereka menamakan tempat barunya sebagai nama wilayahnya sendiri yaitu"KAMPAR". Tapi mereka lupa dengan alamnya sendiri, Wilayah adatnya sendiri, sehingga Tanah Minangkabaunya dalam catatan kuno di abaikan padahal Mereka sejatinya adalah orang-orang Minangkabau sahih.
Dan banyak lagi nama-nama yang tidak saya sebutkan satu persatu hingga kalau saya tulis akan mencapai ribuan ketikan huruf-huruf yang saya tulis cuma ada banyak kecintaan orang-orang Minangkabau dalam membawa nama kampung-kampungnya ke tempat baru dan sejatinya Mereka lupa dengan kebesaran dengan nama alamnya sendiri yaitu Minangkabau.
Mungkin nama Gombak, Ampang dan Pulai adalah nama-nama Wilayah yang sangat mudah kita telusuri keberadaannya di negara Malaysia.
Nb : begitulah cara merantau orang-orang Minangkabau yang di bawanya adalah nama-nama kampungnya dan mereka lupa Mereka adalah orang-orang Minangkabau.
Pendapat lain dahulu kala ada yang berpendapat, karena Wilayah Minangkabau tak putus-putus dalam peperangan baik di zaman perang Padri hingga sampai baru-baru Indonesia merdeka meletusnya perang PRRI ada sebagian besar masyarakat Minangkabau merahasiakan ke Minangkabauannya sehingga berbuntut kepada generasi berikutnyanya yang lahir turun temurun lupa mana Minangkabau itu karena mereka hanya di beritahu Oleh orang-tuannya adalah nama-nama kampungnya bukan Minangkabau. Untuk menghindari jejak keluarganya di semenanjung dan wilayah lainnya.
____________________________________
Disalin dari kiriman FB Rizal Jaenk
Catatan Kaki oleh admin:
[1] Nagori, merupakan salah satu logat/dialek Bahasa Minangkabau untuk 'Nagari'
[2] Pernyataan ini dilontarkan tanpa mempelajari sejarah dari Alam Melayu dan Minangkabau terlebih dahulu. Migrasi atau perantau orang Minangkabau telah berlangsung berabad-abad. Pada masa sebelum kedatangan bangsa Eropa, orang Minangkabau datang merantau mendiami suatu negeri yang merupakan wilayah dari suatu kerajaan atas izin penguasa setempat. Mereka dipersilahkan untuk meneroka atau memulai pendirian sebuah kampung pada kawasan tak berpenghuni dan tak bernama (hutan). Maka oleh para perantau tersebut diberikanlah nama pada kawasan-kawasan tersebut sesuai dengan nama kampung tempat asal mereka. Dibawa pula ada resam Minangkabau ke sana, berkaum dan bersuku. Karena, suku di Minangkabau tidak sama dengan suku di bangsa lain, ianya suatu lembaga penyalur aspirasi sosial, budaya, dan politik. Itupun atas seizin penguasa setempat. Pada perkembangan selanjutnya orang Minangkabau merantau ke daerah yang telah berpenghuni, mereka tidak lagi membawa nama daerah mereka untuk dinamai pada daerah yang mereka tempati. Melainkan falsafah: Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung - Dimana ranting dipatah, disitu air ditimba. Maka menyatulah orang Minangkabau dengan penduduk yang telah ada dengan adat resam mereka itu.
[3] Lihat Catatan No.[2] untuk kesamaan nama-nama daerah/wilayah/kampung, di kawasan Darekpun banyak kesamaan nama. Sebut sahaja nama "Koto Panjang, Koto Baru, Tarusan, Tanjuang Alam, Kubang, Ampang, Pulai, dan lain sebagainya" Bahkan dalam 1 (satu) Luhak terdapat nama wilayah yang sama.
[4] Sikap mental seperti ini sudah hampir merebak pada masa sekarang, Chauvinis dan lebih mengarah pada Fasisime. Ditambah dengan propaganda Budaya Nusantara, menyebabkan sikap mental fasis ini semakin mengental.
[5] Lihat kembali Catatan No.[2]. Tambahan:Kasus perantau di Negeri Sembilan ialah perantau yang menaruko wilayah tersebut. Penamaan suku berdasarkan kampung asal karena rombongan mereka datang perkampung, serta pertimbangan lain yang menyebabkan mereka memutuskan menggunakan nama kampung sebagai suku.