Catatan oleh Agam van Minangkabau:
Disalin dari blog: http://poestahadepok.blogspot.com
_______________________________
Sejarah Mohammad Hatta sudah ditulis
seluruhnya. Namun masih ada catatan yang tercecer yang kiranya perlu
diungkapkan. Ini soal organisasi-organisasi kebangsaan Indonesia.
Organisasi-organisasi yang selalu berkaitan dengan tokoh-tokoh muda dari Pantai
Barat Sumatra. Sebagaimana diketahui, organisasi pemuda (pelajar) di Belanda
yang diberi nama baru tahun 1921 Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) diketuai
oleh Mohammad Hatta adalah transformasi Indisch Vereeniging yang didirikan oleh
Soetan Casajangan tahun 1908.
Trio Revolusioner: Parada Harahap, Soekarno dan Moh. Hatta |
Integrasi vs Disintegrasi
Dalam awal pembentukan bangsa Indonesia
sesungguhnya sudah ada soal disintegrasi. Perhimpunan Hindia (Indsich
Vereeniging) yang didirikan tahun 1908 di Belanda secara terbuka adalah awal
untuk merekat bangsa yang terpisah-pisah dan tempat-tempatnya satu sama lain
berjauhan. Indsich Vereeniging didirikan di satu sisi untuk merespon Boedi
Oetomo (bersifat kedaerahan) dan di sisi lain untuk meluruskan kembali peran
Medan Perdamaian (bersifat nasional) yang didirikan Dja Endar Moeda tahun 1900
di Kota Padang.
Namun dalam perkembangannya, pada awal tahun
1917 diproklamirkan Jong Sumatra di Belanda di bawah wadah Sumatra Sepakat
untuk memberi respon terhadap anggota Indsich Vereeniging yang berasal dari
(pulau) Jawa yang mulai berkiblat ke Boedi Oetomo. Lalu pada akhir tahun 1917 untuk
mendukung mahasiswa-mahasiswa asal Sumatra di Belanda, di Batavia didirikan
Jong Sumatra di bawah wadah Sumatranen Bond. Sejak itu, mahasiswa pribumi
seakan terkotak-kotak.
Pada tahun 1919 Sumatranen Bond melakukan kongres pertama
di Kota Padang. Kongres pertama ini dihadiri tokoh-tokoh pemuda asal Sumatra di
Jawa dan Belanda. Tokoh pemuda (termasuk pelajar) dari internal Sumatra yang mencuat
namanya adalah tokoh pemuda dari Tapanoeli bernama Parada Harahap yang baru
mendirikan surat kabar bernama Sinar Merdeka di Kota Padang Sidempuan dan tokoh
pelajar Mohammad Hatta. Dalam kongres ini juga hadir pentolan PNI dari West
Sumatra, teman sekelas Dr. Tjipto (pendiri PNI) dulunya di Docter Djawa School
bernama Dr. Abdoel Hakim Nasoetion (kelak, 1931 menjadi wakil Wali Kota
Padang).
Koneksi Tiga Tokoh Integrasi
Soetan Casajangan memperkenalkan organisasi
bagi kalangan mahasiswa yang dimulai di Belanda, yang diberi nama Indisch
Vereeniging (1908). Pada tahun 1921 Parada
Harahap dan Mohammad Hatta adalah dua tokoh pemuda yang melejit namanya yang menjadi
simpul-simpul lahirnya gagasan kebangsaan menuju Indonesia Merdeka. Parada
Harahap dan Mohammad Hatta yang lahir di tengah hiruk pikuk Jong Sumatra dengan
wadah Sumatranen Bond pada waktunya mewujudkan kembali persatuan dan kesatuan
bangsa.
Saat Mohammad Hatta tengah kuliah di Belanda
mulai memperbarui Indische Vereeniging dengan nama baru Persatoean Peladjar
Indonesia (PPI). Organisasi transformasi Indisch Vereeniging ini didirikan
tahun 1922 di Leiden (tempat dimana tahun 1908 Indisch Vereeniging didirikan
oleh Soetan Casajangan dan kawan-kawan). Organisasi mahasiswa yang sudah terkotak-kotak
mulai dirajut kembali dengan membingkainya dengan terbentuknya Persatoean
Peladjar Indonesia (PPI).
Persatoean Peladjar Indonesia (PPI) di
Belanda yang diketuai oleh Mohammad Hatta direspon baik di Batavia dengan
mendirikan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926. Uniknya
organisasi ini dimotori oleh mahasiswa-mahasiswa asal (pulau Jawa). Pada tahun 1927,
Ketua PPPI Batavia kemudian dipegang oleh Soegondo Djojopoespito. Salah satu
anggota PPPI asal Sumatra yang kelak sangat terkenal adalah Amir Sjarifoeddin.[1]
Pendirian PPPI di Batavia ini merupakan copy paste dari
PPI di Belanda mirip dengan pendirian Sumatranen Bond di Batavia tahun 1917
yang copy paste dari Sumatra Sepakat di Belanda. Pendirian PPPI di Batavia
diduga kuat atas peran Amir Sjarifoeddin. Sebagaimana diketahui, Amir
Sjarifoeddin adalah mahasiswa tingkat pertama di Recht School di Batavia
(Sumatranen Bond sendiri dibidani oleh mahasiswa-mahasiswa STOVIA). Amir
Sjarifoeddin yang menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah menengah di Belanda
pada tahun 1925 sudah kuliah bidang hukum di Universiteit Leiden. Pada saat
dinyatakan lulus naik ke tingkat dua, Amir Sjarofoeddin pulang kampong di Sibolga
karena masalah keluarga. Namun kemudian Amir Sjarifoeddin tidak kembali ke
Belanda tetapi memulai kembali studi bidang hukumnya di Recht School di
Batavia. Sudah tentu, Amir Sjarifoeddin sangat kenal dekat dengan Mohammad
Hatta.
Pada tahun 1927 di Batavia Parada Harahap,
pemimpin surat kabar Bintang Timoer, ketua KADIN pribumi Batavia dan sekretaris
Sumatranen Bond melihat peluang dan mulai menggagas untuk mempersatukan
perhimpunan kebangsaan Indonesia, seperti Sumatranen Bond, Boedi Oetomo,
Pasoendan, Kaoem Betawi dan lan sebagainya ke dalam wadah tunggal. Setelah
rapat di rumah Husein Djajadiningrat yang juga dihadiri Soetan Casajangan
(Direktur Normaal School Meester Cornelis) serta dua anggota Volksraad MH
Tamrin (dapil Batavia) dan Mr. Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja
Soeangkoepon disepakati membentuk supra organisasi yang diberi nama Permoefakatan
Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Sebagai ketua diangkat
MH Thamrin dan sebagai sekretaris ditunjuk sang penggagas Parada Harahap.
Mr. Soetan Casajangan dan Mr. Husein Djajadiningrat, PhD
adalah pendiri Indische Vereeniging tahun 1908 di Leiden, Belanda dimana ketua
pertama Soetan Casajanagan dan sekretaris Husein Djajadiningrat. Mangaradja
Soeangkoepon salah satu anggota aktif. Kini, ketiga tokoh awal pergerakan
kebangkitan bangsa ini berdiri di belakang dan memfasilitasi dibentuknya PPPKI.
Dalam mengubah pakem Boedi Oetomo yang tetap kukuh berisfat kedaerahan, Parada
Harahap meminta Radjamin, teman sekelas Dr. Soetomo di STOVIA dulu untuk
mempengaruhinya. Strategi ini sangat moncer. Untuk sekadar proyeksi: Kelak MH
Thamrin (wakil Wali Kota Batavia) dan Dr. Abdoel Hakim Nasoetion (wakil Wali
Kota Padang) besanan. Anak Dr. Abdoel Hakim bernama Mr. Egon Hakim menikah
dengan putri dari MH. Thamrin. Untuk sekadar proyeksi lagi: Kelak, Radjamin
Nasoetion menjadi anggota dewan kota Soerabaya atas rekomendasi Dr. Soetomo
yang kala itu direktur rumah sakit di Surabaya. Dalam perkembangannya nanti
Radjamin Nasoetion menjadi Wali Kota pribumi pertama Kota Surabaya.
Pada tahun 1928 ada dua agenda besar PPPKI (yang
berkantro di Gang Kenari) yakni melakukan Kongres PPPKI dan mendukung dan
memfasilitiasi Kongres Pemuda. Hanya ada tiga foto yang digantung di dinding di
kantor PPPKI di Gang Kenari (Soeltan Agoeng, Soekarno dan Hatta). Mengapa demikian
mudah dipahami (kita lihat nanti). Parada Harahap, sekretatis PPPKI (senior) lalu
berkoordinasi dengan organisasi PPPI (junior). Lalu dibentuk panitia Kongres
Pemuda dimana sebagai ketua adalah Soegondo dan bendahara adalah Amir
Sjarifoeddin. Mengapa Amir Sjarifoeddin yang diharapkan Parada Harahap sebagai
bendahara Kongres Pemuda 1928 sesungguhnya mudah dipahami. Kongres Pemuda
(sebangaimana Kongres PPPKI) jelas membutuhkan biaya masing-masing yang tidak
sedikit. Saat itu, Parada Harahap yang telah memiliki media tujuh buah dan
berbagai usaha adalah Ketua KADIN pribumi Batavia.
Kongres PPPKI II Solo: Parada Harahap dan Sukarno |
Dalam dua kongres di Batavia ini, Parada Harahap
mengundang hadir untuk diberi kesempatan pidato di Kongres PPPKI, namun dengan
sopan Mohammad Hatta mengirim surat kepada Parada Harahap: ‘Dengan segala
hormat Bang, saya tidak bisa hadir karena kesibukan akhir perkuliahan. Namun
begitu saya mewakilkan PPI dengan mengutus Ali Sastroamidjojo. Dalam Kongres
PPPKI ini' Parada Harahap mengundang Soekarno dan bersedia hadir untuk mengambil
tempat di podium. Sementara Amir Sjarifoeddin fokus di Kongres Pemuda. Untuk
sekadar diketahui: Parada Harahap, sang revolusioner (pendiri surat kabar Sinar
Merdeka di Padang Sidempuan tahun 1919) adalah mentor politik praktis dari tiga
tokoh muda revolusioner: Soekarno, Hatta dan Amir. Di Gang Kenari, Soekarno
kerap datang dari Bandoeng bertandang untuk berdiskusi dengan Parada Harahap.
Tulisan-tulisan Soekarno kerap pula dimuat di surat kabar Bintang Timoer (milik
Parada Harahap). Mohammad Hatta sudah lama dikenal Parada Harahap sejak di
Padang pada awal era Sumatranen Bond. Amir Sjarifoeddin yang sekampung dengan
Parada Harahap di Padang Sidempuan tidak perlu dijelaskan.
Bersama Melawan Belanda
Pada 29 Desember 1929 Soekarno dikabarkan
ditangkap di Jogjakarta. Penangkapan ini hanya berselang dua hari setelah usai
Kongres PPPKI kedua di Solo tanggal 27 Deesember 1929. Sukarno baru disidang
pada 18 Juni 1930 di pengadilan negara di Bandung. Sukarno dituntut empat tahun
penjara (di Sukamiskin, Bandung). Ada sembilan belas sesi dan permohonan
Sukarno "Indonesia Menggugat" sepotong terkenal, diterbitkan dalam
bahasa Belanda maupun dalam bahasa Indonesia (Nieuwsblad van het Noorden,
11-01-1969).
Melihat Soekarno, ‘anak buahnya’, Parada
Harahap mulai menyingsingkan lengan baju. Radja delik pers sejak dari kota
kelahirannya di Padang Sidempuan sudah kenyang siasat pemerintah Belanda
melalui intel dan polisi Belanda mulai gerah. Parada Harahap sudah 100 kali
dimejahijaukan dan beberapa kali masuk bui. Delik pers Parada Harahap yang
terakhir (yang ke 101) adalah sebagai berikut:
De Sumatra post, 06-01-1931: ‘Mr Parada Harahap berdiri
untuk keseratus kalinya di meja hijau. Kali ini Parada Harahap dipanggil ke
pengadilan karena korannya memuat iklan tagihan hutang. Si penagih hutang
digugat karena dianggap mencemarkan nama dan juga editor Bintang Timoer, Parada
Harahap juga diseret. Ketika dituduhkan kepada Parada Harahap bahwa ikut bertanggungjawab karena iklan itu
menjadi pendapatannya (sumber penerimaan). Parada menjawab: ‘Bagaimana saya bertanggungjawab?’.
Polisi mencecar: ‘Anda kan direktur editor?’. ‘Iya betul, tapi saya hanya
bertanggungjawab untuk bagian jurnalistik’, jawab Parada Harahap enteng lalu
menandaskan, ‘bagian administrasi bertanggungjawab untuk iklan’. Polisi terus
mencecar: ‘Ah’, kata Sheriff, ‘tanya sekarang, setuju bahwa di koran Anda
muncul iklan cabul, apakah Anda akan mengatakan tidak bertanggung jawab?’.
Parada Harahap spontan menjawab: ‘Oh, kalau soal itu tanggungjawab saya’.
Soekarno sudah ditangkap, dipenjara dan
kemudian diasingkan. Mohammad Hatta masih sibuk dengan tesis di Belanda. Amir Sjarifoeddin
masih muda. Lalu, dengan tangan yang sudah dikepal setelah lengan baju
disingsingkan, Parada Harahap berteriak, Belanda harus dienyahkan dari bumi
pertiwi. Parada Harahap mulai menyusun strategi dengan memprovokasi pemeritah
Belanda. Parada Harahap akan memimpin rombongan Indonesia pertama melawat ke
Jepang.
Pada akhir tahun 1933, Parada Harahap benar-benar
menunaikan janjinya. Dengan kapal Panama Maru, Parada Harahap memimpin rombongan
tujuh orang pertama berangkat ke Jepang. Dalam rombongan ini terdapat tujuh
tokoh revolusioner yang terdiri dari berbagai bidang. Abdoellah Loebis,
pemimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan. Seoang guru revolusioner Daro
Bandueng, Seorang pengusaha batik revolusioner dari Pekalongan. Seorang
pengsuaha manufaktur dan seorang pengusaha pertanian. Last but not least:
seorang akdemisi, yakni Mohammad Hatta yang baru lulus studi di Belanda dan
sudah pulang ke tanah air.[2]
*Dikompilasi oleh Akhir
Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang
digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi
karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
_________________________
Catatan Kaki: (Oleh Agam van Minangkabau)
[1] Bung Hatta bergabung di Indische Vereniging yang kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia. Kami harap penulis melampirkan referensi mengenai Perhimpunan Pelajar Indonesia dimana Bung Hatta menjadi ketuanya.
[2] Pada tahun 1933 Bung Hatta memang pernah pergi ke Jepang, tepatnya akhir Februari. Beliau dibawa oleh mamaknya yang biasa beliau panggil 'Mak Etek Ayub'. Menurut penuturan Bung Hatta dalam memoirnya yang diterbitkan ulang oleh Kompas (Untuk Negeriku. Jilid.2. Hal.67-69) bahwa beliau pergi bertiga ke Jepang yakni Bung Hatta sendiri, Mak Etek Ayub, dan kenalan dagang Mak Etek Ayub yang bernama Tuan Ando. Dan kapal yang beliau tumpangi bernama 'Djohor Maru'. Jadi dari mana penulis mendapat sumber kepergian Bung Hatta ke Jepang atas ajakan dari "Mentornya" yang bernama Prada Harahap?