Catatan oleh Agam van Minangkabau:
Narasi yang terus diulang tentang orang Nias sebagai pendiri Kota Padang cukup membuat kami tak habis fikir dengan penulis. Penulisan yang terlalu Belandasentris dan kalau boleh menerka hampir tidak ada referensi sumber Pribumi Minangkabau. Diharapkan karifan dan kebijaksanaan pembaca dalam menyikapi.
PM Kanada, Justin Trudeau (foto Liputan 6) |
Keluarga Intveld
di Kota Padang
Pada
tahun 1819 Inggris menyerahkan Kota Padang kepada Belanda setelah sejak 1795
mendudukinya. Peralihan kekuasaan kepada Belanda dari Inggris, di Kota Padang
banyak orang-orang Inggris yang bekerja untuk Pemerintah Hindia Belanda. Hal
serupa ini juga terjadi sebelumnya, ketika Inggris berkuasa di Jawa
(1811-1816), orang-orang Belanda banyak yang bekerja untuk Inggris di bawah
pemerintahan Gubernur Jenderal Raffles. Singkat kata: yang bertikai adalah
pemerintah, para pengusaha dan professional bekerja mengikuti siapapun yang
menjadi penguasa (pemerintahan).
Ketika
Pemerintah Hindia Belanda memulai pemerintahan di Residentie Sumatra’s Westkust
dengan ibukota Padang tahun 1821, pemerintah merekrut sejumlah professional
untuk bekerja di dalam pemerintahan yang baru. Pejabat-pejabat tersebut hampir
sebagian besar adalah nama-nama Inggris yang ditempatkan di Tapanoeli (kini
Sibolga), Baros, Pariaman, Air Bangie, Pariaman dan Padang. Nama-nama Belanda
hanya muncul sebagai pemimpin utama dan komandan militer. Dari nama-nama pejabat
yang direkrut terdapat sejumlah nama dari marga Intveld. Penulisan marga
Intveld saling tertukar dengan Indvelt, Intvelt, dan In'tveld..
Nama-nama dari
marga Intveld tersebut (Almanak 1822) adalah:
- J. Intveld yang menjabat sebagai Algemeene Outvanger blast met het oppertoezigt;
- AH Intveld sebagai Haven en Parkhuismeester di Natal, dan
- A. Intveld sebagai Posthouder di Baros dan Natal.
Andries Carel
dan Gadis Jelita Nias
Stambuk keluarga Justin Trudeau
(PM Kanada)
|
Cornelia Louiza Intveld
yang lahir di Padang tahun 1808 menikah dengan William Purvis pada tanggal 22
Desember 1822. Pernikahan William
Purvis dengan Cornelia Louiza Intveld diumumkan
dalam surat kabar Bataviasche courant, 18-01-1823. William Purvis sendiri
pada tahun 1822 menjabat sebagai Havenmeester di Padang. Mereka memiliki anak Robert Raaff Purvis, William Purvis, Christiana
Purvis, Thomas Intveld Purvis dan Mary Gwynne.
Bataviasche courant, 18-01-1823 |
Thomas
Kirkpatrick Bernard yang lahir tanggal lahir 15 Juni 1891 di Singapura menikah
dengan Rose Edith. Mereka dikaruniai dua anak, Doreen Louise dan Doris Kathleen. Kemudian Doris Kathleen menikah dengan James
Sinclair. Mereka memiliki beberapa anak, salah satu diantaranya adalah Margaret,
sebagaimana kita ketahui yang menjadi ibu dari Perdana Menteri Kanada yang
sekarang, Justin Trudeau.
Marga Justin, Trudeau
diturunkan dari marga ayahnya, Pierre Elliott Trudeau, seorang mantan Perdana
Menteri Kanada. Kini, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau telah meneruskan
posisi yang pernah diraih oleh ayahnya. Dengan kata lain, tidak jauh buah dari
pohonnya.
Satu hal yang tetap menjadi pertanyaan adalah
siapa Andries Carel (masih sedang ditelusuri). Satu hal lain lagi yang
menyisakan pertanyaan adalah siapa gadis van Nias. Jika diperhatikan nama buah
hasil perkawinan dua anak bangsa ini, diberi nama Anna Francina (lahir 13 Oktober
1776). Nama tengah Francina, bukan Fransisca atau yang mirip dengannya. Nama Francina
hanya sedikit yang menggunakan bahkan pada waktu itu. Oklah, Akan tetap nama
Francina mungkin sesuai dengan anak gadis van Nias, Anna Francina. Boleh jadi mirip dengan wajah
Cina (mirip ibunya). Sebagaimana umumnya, orang Nias sepintas mirip orang Cina
dan berkulit putih. Hanya bedanya, orang Nias putih susu, sedangkan orang Cina
putih kekuningan.
Keluarga Intveld sangat jelas keberadaannya di Padang dan Sumatra’s Westkust. Turunannya sangat banyak yang menjadi pejabat Pemerintah Hindia Belanda. Jacobus Frederik Intveld adalah Hevenmeester (kepala pelabuhan) en Pakhuismeester (kepala gudang) pada tahun 1829 di Kota Padang. Jabatan ini sangat strategis bagi seorang Indo yang harus berurusan dengan orang-orang Eropa dan orang-orang pribumi dalam urusan perdagangan utama (pelabuhan dan gudang). Demikian juga AH Intveld sebagai Haven en Parkhuismeester di Natal serta A. Intveld sebagai Posthouder (kepala pos perdagangan) di Baros dan Natal. Dengan kata lain, pelabuhan utama di Sumatra’s Westkust dipegang oleh keluarga Intveld, cucu dan cicit gadis van Nias.
Silsisah dan Stambuk: Family Name dan Marga
Semua suku bangsa memiliki tradisi apa yang
disebut nama keluarga (family name). Namun tidak semua memiliki tradisi menulis
dan menjaga family name tersebut. Diantara bangsa-bangsa Eropa, Nederland
adalah bangsa yang paling konsisten untuk tugas-tugas tersebut. Kita bisa
lihat, bahkan di era teknologi informasi yang sekarang, situs-situs stamboom
(stambuk atau silsilah) yang dikelola oleh orang-orang Belanda adalah yang
terbilang rapi, memiliki data yang paling valid (lengkap dan akurat). Stambuk
keluarga Justin Trudeau (PM Kanada) yang disajikan di atas, saya susun kembali
berdasarkan stamboon orang-orang Belanda yang dapat diakses di internet.
Sketsa sebaran marga di Angkola oleh peneliti Belanda (1886) |
Nederland (baca: Belanda), di antara negara-negara di
dunia ini adalah negara yang paling rapi dalam soal urusan kependudukan.
Belanda sangat konsisten melakukan pendataan terhadap penduduknya, orang per
orang tentang kejadian vital: kelahiran, kematian, migrasi plus perkawinan
termasuk soal naturalisasi. Sistem registrasi Belanda terus berlangsung sejak
doeloe hingga kini. Bandingkan dengan system registrasi kita, Indonesia sampai
sejauh ini masih jauh dari memuaskan (belum sempurna). Oleh karenanya,
Indonesia tidak bisa menggunakan data hasil registrasi untuk berbagai kebutuhan
seperti pemilu atau pilkada. Belanda sangat mengandalkan data hasil registrasi,
karena memang andal. Keterandalan system registrasi Belanda bahkan sejak doeloe
mengakibatkan sensus penduduk tidak pernah dilakukan. Indonesia hingga sekarang
harus melakukan sensus penduduk setiap 10 tahun. Sensus Penduduk Indonesia terakhir
tahun 2010 (berakhiran tahun nol). Semoga saja dengan system registrasi
Indonesia yang baru, data elektronik yang disebut E-KTP yang berbasis NIK dapat
saja terwujud agar sensus penduduk yang membutuhkan daya dan dana yang besar
tidak perlu lagi. Namun itu masih membutuhkan waktu karena kita tidak terbiasa
mencatat dan menjaga konsistensinya seperti halnya Nederland dan orang-orang
Belanda.
Diantara etnik di Indonesia, orang Batak
termasuk yang peduli terhadap silsilah yang dicatat sebagai silsilah keluarga
yang dikenal sebagai stambuk atau buku tarombo.[1] Silsilah ini didasarkan pada
garis keturunan berbasis marga (family name). Stambuk atau buku tarombo ini
diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya (minimal tetap berada di tangan
satu orang yang bersaudara) berdasarkan garis keturunan langsung (direct
genealogy). Oleh karenanya setiap orang Batak dapat mempertemukan (kembali)
stambuk dengan orang satu marga (dimanapun berada), pada generasi ke berapa (doeloe)
nenek moyang mereka berpisah karena perubahan territorial (migrasi).
Tarombo marga tokoh penting di Kota Padang (1900) |
Peneliti-peneliti Belanda di masa lampau sangat kaget
ketika mengetahui orang Batak sudah sejak lama mencatat silsilah keluarga
mereka dengan baik dan rapih. Silsilah itu dapat ditemukan dalam berbagai
medium, seperti bamboo, kulit pohon dan sebagainya. Di makam-makam leluhur
mereka tidak jarang penulisan kelahiran kematian di dalam batu (nisan) tetap
terjaga (bahkan hingga sekarang). Mungkin Pemerintah Hindia Belanda langsung
tersenyum dengan hanya memperhatikan stambuk-stambuk yang dikumpulkan oleh
peneliti sudah mengetahui perkiraan seberapa banyak populasi penduduk orang
Batak di suatu wilayah tertentu seperti onderafdeeling tanpa harus melakukan
pendataan (semacam sensus).
Justin Trudeau Berdarah Nias
Dengan
memperhatikan silsilah keluarga Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, tampak
bahwa dalam dirinya terdapat beragam darah yang diturunkan dari orang tua dan
kakek-nenek moyangnya termasuk dari darah yang diturunkan dari Nias di Kota
Padang. Mungkin kita tidak menjadi soal, Justin Trudeau memiliki hubungan darah
atau tidak dengan Nias. Yang menarik sesungguhnya, mengapa darah Nias ada di
dalam diri Justin Trudeau.
Kita
dapat kembali ke asal. Andries Carel disebut menikah dengan seorang gadis Nias.
Mereka hidup lama di Kota Padang. Yang menjadi penting, ibu muda Nias di Kota
Padang ini telah melahirkan putri semata wayang, Anna Francina yang lahir 13 Oktober
1776. Anna Francina dalam hal ini yang meneruskan darah Nias hingga sampai
kepada Justin Trudeau.
Sayang tidak
disebutkan nama gadis Nias ini. Di dalam situs geni.com hanya tercatat sebagai
‘unknown Indonesian (van Nias)’. Identifikasi inilah yang menjadi pangkal
perkara menjadi kisahnya menjadi menarik, lebih-lebih gadis van Nias tersebut
berdasarkan silsilah yang dapat ditelusuri berkaitan dengan Perdana Menteri
Kanada, Justin Trudeau.
Hubungan
darah Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau dengan gadis van Nias jauh memang.
Keragaman darah yang terdapat dalam darah Justin Trudeau jelas porsi darah Nias
menjadi sangat kecil, karena antara gadis van Nias dan Justin Trudeau berjarak
enam generasi dan beragam suku bangsa telah terjadi perkawinan campuran
diantara generasi tersebut baik yang melalui garis keturunan ibu (Sinclair)
maupun garis keturunan ayahnya (Trudeau).
Oleh karenanya,
kita tidak perlu memikirkan hak orang Indonesia umumnya dan hak orang Nias
khususnya. Justin Trudeau sendiri boleh jadi tidak terlalu memikirkannya dan
bahkan boleh jadi Justin Trudeau tidak akan pernah peduli dengan itu. Apalagi
untuk mencari tahu siapa itu gadis van Nias dan dimana itu Kota Padang tempat
dimana ditemukan banyak orang Nias.
Yang
menjadi tugas kita dan itu sangat penting adalah bagaimana Andries Carel dan
gadis van Nias di Kota Padang bisa menjalin hubungan pernikahan (sebagai
pangkal perkara). Saat itu kejadiannya sekitar tahun 1777/1776 (yang mengacu
pada tahun kelahiran putri semata wayang mereka). Andries
Carels sendiri adalah seorang Belanda yang bekerja untuk VOC (Perhimpunan
Dagang Belanda). Lantas siapa gadis
van Nias?.
Perseteruan di
Pantai Barat Sumatra: Belanda, Inggris dan Perancis
Pada
sekitar decade itu, di Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust) adalah wilayah
perdagangan yang kaya rempah-rempah, yang menjadi perebutan tiga ‘negara
adikuasa’: Belanda, Inggris dan Perancis. Penguasaan wilayah dan kota-kota di
Pantai Barat Sumatra, termasuk Kota Padang silih berganti terutama antara dua
rivalitas Belanda dan Inggris.
Di
Pantai Barat Sumatra Belanda mengawali dengan membuka pos perdagangan di Kota
Padang tahun 1660, Baros dan Natal (1668) dan Singkel (1678). Pada tahun 1684
Inggris mendirikan pos perdagangan di Pariaman (lihat Oprechte Haerlemsche
courant, 11-04-1686). Pada tahun
1685 terjadi pertempuran berdarah antara Inggris dan Belanda, lalu Inggris
pindah ke Bengcoelen 1686. Pada tahun 1693 Belanda membuat kontrak dengan Raja
Baros, namun datang Inggris memprovokasi agar Baros tetap independen. Lalu
lambat laun Belanda mundur ke Air Bangies dengan pusat di Kota Padang dan juga
memperluas perdagangan di Indrapoera.
Di
pihak Inggris, Raflles ingin Padang dan Bengkulu disatukan lalu pada tahun 1714
mendirikan benteng Malborough (di Bencoelen). Pada tahun 1752 mendirikan
maskapai di Natal dan Tapanoeli. Pada tahun 1755-1760 Baros diambil alih oleh
Inggris; Kekuasaan Baros termasuk sampai ke Natal dimana Inggris membangun
benteng yang setara dengan dengan benteng Malborough di Natal.
Pada
tahun 1761 terjadi pertempuran dan Perancis mengambil alih pantai barat Sumatra
dari Inggris. Laporan mengenai perseteruan Perancis dan Inggris ini dapat
dibaca pada surat kabar Leeuwarder courant edisi no 219 tanggal 15-07-1761.
Dalam perkembangan berikutnya, Inggris kembali mendapatkan kekuasaannya di
pantai barat Sumatra.
Struktur
pemerintahan Belanda (VOC) pada tahun 1764 di Pantai Barat Sumatra adalah
sebagai berikut: yang diangkat sebagai
Letnan Gubernur yang berkedudukan di Padang adalah Henry van Haveren dengan
perangkat-perangkatnya termasuk di Pulau Chinco [Cingkuak], Air Bangies dan Baros (lihat Leydse
courant, 04-05-1764).
Pada
waktu itu, pelabuhan Belanda di Kota Padang seakan terjepit diantara dua
kekuatan Eropa lainnya, yakni Inggris di Natal, Tapanoeli dan Bencoelen dan
Perancis di Air Bangies.
Pada tahun 1773 suatu ekspedisi Inggris memasuki Angkola
(kini Padang Sidempuan) untuk eksplorasi kulit manis. Ekspedisi ini melalui
Loemoet dari pangkalan Inggris yang berada di Pulau Pontjang (Teluk Tapanoeli).
Ekspedisi ini dipimpin oleh seorang botanis Miller (lihat W. Marsden 1911).
Pusat kekuatan Inggris di Pantai Barat Sumatra pada nantinya berpusat di
Bengkoelen (sebagai bagian dari Gubernur Jenderal Inggris di India).
Haven en Parkhuizen, latar kampung Nias di Padang (1867) |
Pada tahun 1781 Inggris mengambil alih milik
Belanda di pantai barat Sumatra dan Sir Stamford Raffles diangkat menjadi
Gubernur Bengkulu (lihat Groninger courant, 14-12-1824). Pada tahun 1783
Belanda damai dengan Inggris. Properti di pantai barat Sumatra dan di Pantai
Coromandel (kecuali Negapatnam) dikembalikan kepada Belanda.
Pada tahun 1781 (Inggris) jumlah orang Eropa di Kota
Padang sebanyak 66 orang, sementara di Poelaoe Chinco dan Ajer Hadji (Painan)
masing-masing 12 orang Eropa. Bandingkan dengan jumlah orang-orang Belanda saja
(VOC) di Kota Padang setelah tahun 1783 sebanyak 477 orang. Sementara Hollander
yang lain di Pariaman 24 orang, Poelaoe Chinco, Ajer Hadji dan Baros
masing-masing 59 orang dan Aier Bangies sebanyak 58 orang.
Kota Padang yang menjadi kota pelabuhan
strategis di Pantai Barat Sumatra semakin tinggi jumlah orang-orang Eropa.
Mereka itu yang terlibat dalam perdagangan utamanya orang-orang Inggris dan
orang-orang Belanda. Para pedagang ini sebagian terpengaruh dengan eskalasi
politik antara Inggris vs Belanda, sebagian yang lain tidak memedulikannya
siapapun yang berkuasa. Bisns ya bisnis, Kota Padang adalah kota bisnis
terpenting di Pantai Barat Sumatra.
Namun dalam
perkembangannya VOC semakin melemah hingga akhirnya tahun 1800 Inggris
memblokir Batavia (pusat dagang dan pemerintahan [VOC]Belanda) dan menghacurkan
maskapai Belanda di pulau Onrust. Pada tahun 1882 Belanda dan Inggris damai
kembali. Meski demikian di beberapa tempat, Inggris masih sebagai ancaman.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian pada tahun 1808 di bawah kepemimpinan
Daendles [Diangkat oleh Napoleon] mulai menunjukkan kepercayaan diri. Namun karena adanya eskalasi politik
di Eropa, kepercayaan diri Belanda sejenak terhenti.
Inggris
mengambil alih Jawa hingga tahun 1815 di bawah kepemimpinan Raffles. Dalam
Almanak 1815 pemerintahan Inggris hanya terkonsentrasi di Jawa dan beberapa
tempat di Kalimantan. Di dalam Almanak ini tidak teridentifikasi administrasi
Inggrsi di Pantai Barat Sumatra. Pada tahun 1816 komisaris Belanda, Mr.
Cornelis Theodorus Elout, Godert Alexander Gerard Philip Baron van der Capellen
en Arnold Adriaan Buyskes mengambil alih kembali kekuasaan Inggris. Baru pada
tahun 1819 Belanda mengakuisisi kembali properti di Pantai Barat Sumatera di
bawah kepemimpinan Kommissaris J. du Puy.
Kota Padang dan
Orang Nias
Pada masa-masa perseteruan tiga negara
adikuasa (Belanda, Inggris dan Perancis) di Sumatra’s West muncul kisah cinta
dua anak bangsa (1775): Andries Carel (Belanda) dan gadis van Nias. Kota Padang
sendiri belum menjadi kota besar dan bahkan masih setara dengan kota pelabuhan
Bencoelen, Pariaman, Natal dan Baros. Struktur pemerintahan Belanda (VOC) pada
tahun 1764 di Pantai Barat Sumatra adalah sebagai berikut: yang diangkat sebagai Letnan Gubernur yang
berkedudukan di Padang adalah Henry van Haveren dengan perangkat-perangkatnya
termasuk di Pulau Chinco, Air Bangies dan Baros (lihat Leydse courant,
04-05-1764). Pada tahun 1781 Inggris
mengambil alih milik Belanda di Pantai Barat Sumatra dan Sir Stamford Raffles
diangkat menjadi Gubernur Bengkulu. Pada tahun 1783 Belanda damai dengan
Inggris. Properti di Pantai Barat Sumatra dan di Pantai Coromandel (kecuali
Negapatnam) dikembalikan kepada Belanda. Dengan kata lain Kota Padang 1781-1783
dikuasai Inggris, sementara sebelum dan sesudahnya dikuasai oleh Belanda.
Javasche courant, 13-11-1841 |
Di Kota Padang sendiri, sebelum VOC datang
pada tahun 1660, muara sungai Batang Arau yang menjadi cikal bakal pelabuhan
Padang sudah dihuni oleh para migran dari Nias. Jumlah orang-orang Nias di
perkampungan yang menjadi pelabuhan VOC ini semakin bertambah seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan pelabuhan sebagai pusat utama aktivitas dagang
Belanda (VOC). Para migran baru ini awalnya sebagai tenaga kerja yang direkrut
dari Pulau Nias, namun setelah usai kontrak tidak kembali dan menetap di Padang
sebagaimana para migran swakarsa dari Nias terdahulu. Kota Padang menjadi
identik dengan perkampungan orang-orang Nias.
Foto Hoofd uit Nias di Padang (1865) |
Kota Padang terus tumbuh dan berkembang.
Perkampungan Moeara (kota pelabuhan) telah terintegrasi dengan perkampungan
lainnya yang menjadi Kota Padang sebagai kota besar. Pada tahun 1869 populasi
kota besar Kota Padang telah mencapai 12.000 jiwa yang mana terdapat 300
orang-orang Tionghoa, 2.500 jiwa Nias dan pulau-pulau Batoe. Jumlah orang-orang
Melayu (termasuk Minangkabau [Minangkabau juga Melayu]) sangat pesat pertambahannya, sementara Nias dan
Tionghoa sangat lambat alias tumbuh hanya secara alamiah (kelahiran dan
kematian). Rumah pemimpin local di Kota
Padang, 1870.
Orang-orang Nias tidak hanya di Padang, tetapi juga
dominan di pulau-pulau dekat Padang. Pada tahun 1889 di Pulau Tello penduduk
sebanyak 3.375 jiwa yang terdiri dari 2.015 Niassers, 950 Maleiers [Melayu] en 410
Chineezen [Cina]. Sementara di Batoe-eilanden terdapat sebanyak 8.627 jiwa yang
terdiri dari 6.787 Niassers, 1.430 Maleiers en 410 Chineezen (lihat Herinneringen
aan Poeloe Tello door W. Frickenschmidt, tanpa tahun).
Lantas kita kembali ke pertanyaan semula. Siapa gadis van Nias yang menjadi istri Andries Carel, sesepuh turunan keluarga Intveld yang sangat berkuasa untuk urusan pelabuhan dan pergudangan. Gadis van Nias itu besar dugaan adalah anak gadis pemimpin local di Kota Padang van Nias yang sejak dahulu sudah migrasi ke muara sungai Batang Arau yang disebut perkampungan Moearo. Orang-orang Nias dalam hal ini diduga kuat dan pendiri dan pewaris pelabuhan Padang (cikal bakal Kota Padang yang sekarang).[2] Dalam situs myheritage.com, Andries Carels lahir tahun 1776 dan menikah dengan gadis Nias terkenal (Onbekende inlandse vrouw van Nias). Andries Carels meninggal di Kota Padang tahun 1833.
Arsitektur rumah pemimpin lokal di Kota Padang, 1870 |
Oleh karenanya, ketika masa kini dikaitkan Justin Trudeau
(Perdana Menteri Kanada) yang ganteng berdarah Nias tentu tidak ada salahnya
dan tidak ada cacatnya, meski hal ini tidak terlalu dipedulikannya. Namun
demikian, yang perlu dicatat, gadis van Nias yang menjadi nenek moyang keluarga
Intveld di Padang dan menjadi pemicu adanya darah Nias di dalam tubuh Justin Trudeau,
bukanlah gadis sembarangan. Gadis van Nias adalah gadis cantik berkulit putih
susu, putri pemimpin lokal di Kota Padang yang berasal dari (pulau) Nias,
Indonesia. Kini, pandanglah wajah Justin Trudeau,
sedikit banyak ada raut wajah Nias.
Padangsch nieuws-en ad. 26-01-1861 |
Tambahan: Anna Francina dilaporkan meninggal dunia tahun
1833 di Kota Padang. Teunis Jans Intveld melaporkannya di surat
kabar Javasche Courant. Teunis Jans Intveld sendiri meninggal tahun 1846 di
Padang. Situs geni.com tidak menyebutkan Adries Carels dan gadis van Nias kapan
dan dimana meninggal. Surat kabar Padangsch nieuws-en advertentie-blad,
26-01-1861 mengindikasikan Adries Carels meninggal di Kota Padang. Sedangkan Wed.
Carels/Janda Carels (gadis van Nias) juga meninggal di Kota Padang. Daftar ini
bersumber dari memori dari Padangsch Opperhoofd, CH. van Eratts yang dibuat tanggal
31 December 1790 yang menyusun daftar warga tertua di Kota Padang. Yang tertua
adalah Wed. Lesnou. Sementara Andries Carels adalah orang keenam tertua,
sedangkan istrinya, Wed. Carels/Janda Carels (gadis van Nias) orang tertua ke-15.
Deskripsi ini (yang lebih lengkap) juga dapat ditemukan dalam buku Overzicht
van de Geschiedenis van Sunmatra’s Westkust en van de Stad Padang door JK. Koops
Dekker, 1919. Dalam buku ini nama Adries Carels yang juga disebut Andries Karel dan Andre Cale.
Dalam buku ini, Adries Carels sebagai
salah satu warga kota yang cukup terkenal (Padangers welbekend).
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel
saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah
pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk
lebih menekankan saja.
_________________________
Catatan Kaki: (Oleh Agam Van Minangkabau):
[1] Kami yakin tidak hanya Batak, banyak etnis lain di nusantara memiliki tradisi serupa. Minangkabau juga memiliki kebiasaan serupa namun kebiasaan tersebut mulai memudar pada tahun-tahun belakangan.
[2] Narasi ini terlihat berupa hipotesis penulis, Alangkah baiknya berupa fakta dengan disertai lampiranan sumber. Narasi yang berusaha dibangun oleh penulis semenjak tulisan pertama berusaha meniadakan Orang Minangkabau dalam pertumbuhan Kota Padang. Baiknya dipelajari juga referensi pribumi Minangkabau dalam kepenulisan ini.